Omnibus Law
Aksi Penolakan Omnibus Law di Renon, Orasi Diberi Waktu 15 Menit Usai Negosiasi dengan Polisi
Aksi yang rencananya digelar di depan Kantor Gubernur Bali ini akhirnya hanya dilaksanakan di Parkir Timur Lapangan Puputan Renon, Denpasar, Bali
Penulis: Putu Supartika | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Puluhan mahasiswa yang menamakan dirinya Barisan Rakyat Pro Demokrasi (Beraksi) melakukan aksi penolakan terhadap Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja, Kamis (19/3/2020) siang.
Aksi yang rencananya digelar di depan Kantor Gubernur Bali ini akhirnya hanya dilaksanakan di Parkir Timur Lapangan Puputan Renon, Denpasar, Bali.
Aksi ini pun hanya diberikan ijin selama 15 menit setelah peserta aksi melakukan dialog dan negosiasi dengan pihak kepolisian.
Bahkan awalnya pihak kepolisian sempat tidak mengijinkan aksi ini mengingat saat ini ada surat edaran terkait pembatasan keramaian dari Gubernur Bali.
• Akademisi Sarankan Pemprov Bali Efektifkan Lab Covid-19 Serta Susun Peta Persebarannya Untuk Publik
• Polres Tabanan Siagakan 140 Personel Jamin Keamanan Rangkaian Nyepi
Dalam aksi ini, mahasiswa melengkapi diri dengan masker, hand sanitizer, dan sebelum aksi dimulai diawali dengan penyemprotan disinfektan.
Humas Aksi, Krisna Dinata mengatakan jika watak dan muatan RUU ini masih kapitalistik dan sama sekali tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
"Kami minta kepada Presiden Jokowu agar Omnibus Law ini pada setiap pembahasannya dihentikan semua karena sudah melanggar hukum," katanya.
Ada lima tuntutan yang disampaikan dalam aksi ini pertama Meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja pada tahap apapun dan mencabut RUU Cipta kerja dari pembahasannya.
Kedua meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan upaya-upaya menutup informasi publik termasuk segala dokumen yang menyangkut RUU Cipta Kerja.
Ketiga meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan ruang partisipasi publik secara penuh dalam setiap pembahasan Peratuan Perundang-Undangan tanpa terkecuali.
Keempat meminta Presiden Joko Widodo untuk melakukan tindakan-tindakan yang tepat untuk mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Kelima meminta Gubernur Bali untuk bersurat resmi kepada Presiden Joko Widodo untuk menolak RUU Cipta Kerja disahkan sebagai Undang-undang serta meminta agar Presiden menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja pada tahapan apapun dan mencabut RUU Cipta Kerja dari pembahasan.
"Beberapa kali ada yang minta draf, tidak diberikan bahkan ada yang bilang hoax. Tapi malah dilaunching dan draf ini lebih buruk hanya diganti RUU Cilaka menjadi RUU Cipta Kerjas. Subtansinya tetap sama tidak berpihak pada rakyat banyak dan banyak yang dipotong seperti ijin lingkungan dan administrasi peradilan linkungan," katanya.
Sementara itu, Kabag Ops Polresta Denpasar, Kompol I Nyoman Gatra mengatakan pembatasan ini dikarenakan adanya imbauan dari Presiden maupun dari Gubernur Bali agar mengurangi keramaian.
"Ini sudah win win solution. Terima kasih karena mau mengikuti arahan karena intinya tidak ingin aksi yang bagus ini memberikan kesan yang tidak bagus. Apalagi sudah ada imbauan dari pusat tidak boleh kumpul-kumpul dan ini sudah masuk dalam hal itu," katanya.
Pihaknya mengaku menghargai mahasiswa ini dan memberikan waktu 15 menit untuk melakukan orasi.
"Intinya solusinya bagus dan semua berjalan," katanya. (*)