Ringankan Beban Anggota, Paguyuban Sopir Transportasi Padangtegal Kelod Ubud Bagikan Sembako
Bahkan saat ini mereka hampir tidak ada pemasukan sama sekali, lantaran selama ini hanya mengandalkan turis.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Tidak adanya kunjungan wisatawan di tengah pandemik Covid-19, mengakibatkan perekonomian sopir transportasi konvesional di Banjar Padangtegal Kelod, Kecamatan Ubud, Gianyar Bali kalang kabut.
Bahkan saat ini mereka hampir tidak ada pemasukan sama sekali, lantaran selama ini hanya mengandalkan turis.
Namun beruntung, sejak delapan bulan lalu atau September 2019, peguyuban yang berada di bawah naungan Banjar Padangtegal Kelod ini memiliki inisiatif membuat kas yang bersumber dari setoran ke office sebesar Rp 20 ribu setiap mendapat penumpang, serta pendapatan aktivitas jasa.
Kas yang terkumpul itu saat ini digunakan untuk membeli sembako, dibagikan pada anggotanya yang berjumlah 60 orang.
• BKPSDM Buleleng Tunggu Jadwal SKB CPNS dari Pusat
• Pemerintah Diminta Alihkan Dana Pilkada dan Pemindahan Ibu Kota untuk Tangani Corona
• Pernah Jadi Ikon Mode pada Masanya, Ini Kata Penata Rias Putri Diana
Setiap anggota mendapat jatah beras 10 kilogram dan dua krat telur ayam, Jumat (3/4/2020).
Ketua Paguyuban Sopir Transportasi Padangtegal Kelod, I Putu Ardita mengatakan, dana yang digunakan untuk membeli sembako ini sebesar Rp 10 juta.
Pembagian ini juga berdasarkan persetujuan Kelian Banjar Padangtegal Kelod, I Nyoman Oka Wirajaya. Sebab peguyuban ini berada di bawah naungan banjar.
"Pembagian dilakukan karena perekonomian anggota saat ini sangat sulit. Tidak ada pemasukan apa-apa, sehingga kami berinisiatif menggunakan kas yang terkumpul sejak delapan bulan lalu untuk pembagian sembako," ujar Ardita yang karib disapa Tucah.
Adapun komoditi yang dibagikan, kata Tucah, berupa beras 10 kilogram dan dua krat telur per anggota.
"Semua anggota mendapat pembagian yang sama. Dana yang digunakan Rp 10 juta. Semoga ini bisa meringankan beban mereka," tandasnya.
Selama ini, para sopir tersebut mangkal di objek wisata monkey forest Ubud.
Selain mengandalkan pendapat dari layanan jasa transportasi, sejumlah anggota juga mengandalkan pendapatan dari menjual sovenir di kios-kios di kawasan monkey forest.
Namun sejak dunia dilanda pandemik covid-19, wisatawan pun sepi sehingga mereka kehilangan pendapatan. (*)