Corona di Indonesia

Belajar dari Rumah 26 April 2020 Tayangkan Biografi Seniman Remy Sylado

Program Belajar dari Rumah, Minggu (26/4/2020), menampilkan biografi salah satu seniman Indonesia, Remy Sylado.

Penulis: Ni Kadek Rika Riyanti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Ni Kadek Rika Riyanti
Foto Tangkapan Layar. Remy Sylado 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Kadek Rika Riyanti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Program Belajar dari Rumah, Minggu (26/4/2020), menampilkan biografi salah satu seniman Indonesia, Remy Sylado.

Remy Sylado merupakan seniman kebanggaan Indonesia yang namanya telah malang melintang di jagat seni.

Bernama lengkap Yusbal Anak Perang Imanuel Panda Abdiel Tambayong atau Yapi Panda Abdiel Tambayong, ia lahir di Malino, Makassar, Sulawesi Selatan pada 12 Juli 1945.

Melalui tayangan TVRI tersebut diceritakan, seniman serba bisa ini memiliki banyak sekali nama samaran seperti Dova Zila, Alif Danya Munsyi, dan Juliana C. dan sebagainya.

Desa Adat Intaran Terbitkan Pararem Penanganan Covid-19, Warga yang Tak Pakai Masker Bisa Disanksi

Kodam IX/Udayana Tingkatkan Pengawasan Repatriasi Kedatangan Pekerja Migran

Update Covid-19 Hari Ini, Dalam 3 Hari Ada Penambahan 260 Ribu Kasus Positif di 185 Negara

Remy Sylado menyampaikan alasan dari banyaknya nama samarannya merupakan semata-mata ia pakai ketika tengah menggarap sejumlah media agar terkesan media tersebut banyak yang menulis.

“Nama yang paling populer itu adalah Remy Sylado, nah itu lebih banyak, sebab nama Remy Sylado itu saya pakai untuk pertunjukkan teater,” ujarnya pada siaran Belajar dari Rumah TVRI, Minggu (26/4/2020).

Karir tulis-menulisnya ia mulai ketika ia menjajaki profesi wartawan di majalah Tempo di Semarang tahun 1965, dari Tempo, ia kemudian menjadi redaktur di Majalah Aktuil Bandung.

Pada tayangan itu juga menjelaskan, selain menjadi redaktur, ia juga pernah menjadi dosen di Akademi Sinematografi Bandung pada tahun 1971 dan Ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung.

Tak hanya ahli dalam dunia tulis-menulis, Remy juga dikenal sebagai seniman serba bisa, karena selain menulis novel, ia juga menulis esai budaya, musik, cerpen, drama, dan sebagainya.

Padahal menurutnya, semua ini ia dapatkan dari akademisi yang ia perdalam secara otodidak.

“Secara elementer di akademi, tapi sangat miskin yang saya dapat di akademi sehingga saya belajar sendiri dengan membaca. Jadi ada untungnya orang itu otodidak,” katanya.

Namanya sebagai penulis semakin melejit ketika ia menjadi salah satu pelopor penulisan puisi Mbeling.

Lewat puisi-puisi Mbeling, Remy seolah keluar dari jalur tatanan puisi biasa untuk mengekspresikan kebebasannya.

Dikutip dari tribunnewswiki.com, setelah menelurkan puisi Mbeling, Remy Sylado tidak berhenti berkarya.

Kumpulan puisi lainnya berjudul Kerygma & Martyria juga berhasil mencuri perhatian publik dimana berkat buku puisinya itu, Remy meraih penghargaan dari MURI sebagai penulis buku puisi tertebal, 1056 halaman dan berisi 1000 puisi.

Selain itu, karya-karya Remy Sylado lainnya seperti novel ‘Gali Lobang Gila Lobang’ (1977), ‘Kita Hidup Hanya Sekali’ (1977), ‘Orexas (1978)’, dan lain-lain.

Di bidang musik, Remy Sylado juga telah menciptakan 13 album kaset untuk drama musikalnya.

Remy Sylado juga memiliki segudang talenta yang tak dimiliki seniman lainnya, dan oleh karena segala kemampuannya, ia dicap sebagai seorang seniman yang tidak fokus.

Karena selain menjadi seorang jurnalis, Remy juga sebagai sutradara teater, pemusik, pelukis, dan sebagainya.

Kendati demikian, dalam narasinya, Remy sendiri memaknai kemultitalentaan yang ia miliki merupakan sebuah anugerah yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved