Melalui Program Lumbung Pangan Keluarga, Gede Praja Ajak Warga Manfaatkan Pekarangan untuk Berkebun

Salah satu founder Yayasan Sahabat Bumi Bali ini menyebutkan bahwa pandemi Covid 19 ini menumbuhkan kembali pemikiran pentingnya pangan lokal.

Penulis: Karsiani Putri | Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa
Melalui program Lumbung Pangan Keluarga, masyarakat diajak memanfaatkan pekarangannya untuk berkebun 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Karsiani Putri

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA- Apabila sebelumnya Gede Praja Mahardika SP S.K.M., membagikan informasi mengenai Eco Enzyme, kini Ia kembali membagikan kegiatan menarik lainnya yang juga melibatkan masyarakat disekitarnya.

Salah satu founder Yayasan Sahabat Bumi Bali ini menyebutkan bahwa pandemi Covid 19 ini menumbuhkan kembali pemikiran pentingnya pangan lokal.

Menurutnya, pandemi covid 19 ini juga membawa kesadaran bahwa ketersediaan pangan sangat rentan dan kita selalu menggantungkan diri daerah luar.

"Selama ini warga di daerah selalu di ajak untuk  mengkosumsi beras dari daerah luar. Ketika kondisi pandemi seperti sekarang ini sangat betul dirasakan oleh masyarakat yang mengandalkan pangan dari luar daerahnya, yang sangat sulit untuk mendapatkan kiriman pangan karena kapal atau transport yang jarang tentu ini menjadi sebuah kendala," tuturnya pada Tribun Bali.

Puasa Ditengah Pandemi Covid-19, Kepala Dusun Kampung Islam Kepaon Denpasar Atur Penjualan Takjil

Hari Ini Nihil Kasus Covid-19 di Denpasar, 3 Orang Dinyatakan Sembuh

Pembukaan Pendaftaran Program Kartu Pra Kerja Gelombang 4, Ini Cara Daftar

Lanjutnya, situasi covid 19 ini membuat  beberapa masyarakat memilih untuk berkebun.

"Di Buleleng ada sebuah koperasi pangan yang mengajak memanfaatkan pekarangan rumahnya dengan nama program Lumbung Pangan Keluarga. Masyarakat diajak untuk mulai berpikir dan mencari solusi dengan memanfaatkan pekarangan sekecil apapun sebagai tempat untuk menanam dengan kaleng bekas, ember bekas, atau polybag," tutur Gede Praja Mahardika.

Dalam kegiatan tersebut, masyarakat dididik dan diingatkan kembali untuk  kembali belajar  dari masyarakat adat dan masyarakat yang menjaga hutan.

"Kemajuan teknologi tidak menjamin proses kehidupan. Semua pada akhirnya akan kembali berkebun untuk merawat dan menanam. Pandemi Covid-19 ini menguatkan masyarakat adat maupun masyarakat tradisional untuk menjaga wilayah adat kerena dari wilayah adat yang masih berupa kebun-kebun dan hutan itu, masyarakat masih bisa mendapatkan makan," tambahnya.

Menurutnya, selama ini kita sering melihat sebagian masyarakat di kampung yang menunggu bantuan beras miskin yang dibagikan oleh pemerintah atau LSM.

Dilarang Operasi Selama Masa Mudik, Terpantau Suasana di Terminal Mengwi Sepi

Besok Pejabat Lurah dan Desa Rencana Datangi Gang Isolasi Mandiri di Tonja Denpasar

Bule Belgia Ini Menangis Lihat Kondisi Warga Bali yang Kesulitan Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19

Orang-orang yang dianggap tidak mampu atau miskin tersebut kemudian menjadi kurang rajin dalam   mengusahakan kebun miliknya atau bagi hasil kebun dengan pemilik yang digarap kebunnya.

"Image (citra yang disematkan, red) miskin seperti inilah masyarakat menjadi miskin karena raskin. Dengan raskin, masyarakat malas untuk membersihkan kebun atau menanam," ucap Gede Praja Mahardika.

"Padahal masyarakat yang tinggal di kampung-kampung itu bukan miskin. Kebutuhan hidup mereka yang masih menjaga kebun dan hutannya sehari-sehari dipenuhi dari alam. Hutan di ciptakan untuk dirawat secara produktif agar masyarakat mengambil sayur dan buah  tanpa harus bayar, hanya tugas mereka adalah menjaga," tambahnya.

Bagi Gede Praja Mahardika, hasil hutan adalah ibarat mesin anjungan tunai mandiri (ATM) bagi masyarakat adat.

Dan masyarakat pun sebenarnya  sudah mempunyai sistem pertanian yang sangat baik sekali yang merupakan warisan para leluhur.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved