Mengenang Sosok Marsinah di Hari Buruh 1 Mei, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib
Kematian Marsinah yang tidak wajar itu mendapat reaksi keras dari para aktivis dan masyarakat luas.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Tepat hari ini 1 Mei, Hari Buruh Internasional diperingati di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Tidak hanya di luar negeri, peringatan Hari Buruh Indonesia selalu identik dengan aksi atau demo turun ke jalan menyuarakan tuntutan atau pendapatnya.
Peringatan Hari Buruh tahun 2020 ini juga membuat media sosial Twitter diramaikan oleh tanda pagar (tagar) #HariBuruh.
Bicara soal Hari Buruh di Indonesia tak bisa dilepaskan dari sosok Marsinah. Ia merupakan salah satu aktivis buruh yang menjadi salah satu korban di era Orde Baru. Marsinah hilang lantaran diculik oleh sekelompok orang, hingga kemudian mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong, Desa Wilangan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada 8 Mei 1993. Berikut sekilas tentang sosok Marsinah:
Energik dan penuh keberanian
Dikutip dari Harian Kompas, 10 November 1993, Marsinah adalah seorang buruh wanita yang bekerja pada PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Perempuan yang sangat energik ini adalah sosok buruh yang progresif dan tidak ingin mengalah begitu saja kepada nasib walaupun lahir dari keluarga tak mampu.
• Badung Peringati Hari Buruh Internasional sekaligus Luncurkan Desa Digital
Hal itu ditunjukkannya sejak kecil, ia sudah dididik oleh lingkungan, sehingga jiwanya matang dan penuh keberanian. Salah satu sisi menarik dari Marsinah adalah dia merupakan seorang yang memiliki hobi membaca dan selalu mendapat juara di sekolahnya.
Namun, bekal juara dan hobi membaca saja tak cukup untuk membuatnya meraih pendidikan hingga bangku perkuliahan. Karena keterbatasan biaya, Marsinah hanya mampu menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat SLTA.
• Polres Badung Terjunkan 451 Personel Amankan Peringatan Hari Buruh Internasional
Kendati demikian, menuntut ilmu terus ia lanjutkan, yaitu melalui jalur nonformal dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris dan komputer. Suatu hal yang jarang sekali ditemukan pada kebanyakan buruh wanita pabrik. Di lingkungan perusahaan di mana dia bekerja, Marsinah merupakan aktivis dalam organisasi buruh SPSI unit kerja PT CPS.
Vokal membela rekan-rekannya
Meskipun belum lama aktif, tetapi ia merupakan buruh wanita yang vokal di dalam membela rekan-rekannya sesama buruh, yang kerap diperlakukan tidak adil oleh pihak pimpinan perusahaan. Pada unjuk rasa yang menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 tanggal 4 Mei 1993, dia lah yang memimpinnya. Dan ketika beberapa rekannya dikeluarkan dari perusahaan, dia pula lah yang membelanya.
• Sambut Hari Buruh Internasional, DPD KSPSI Bali Gelar Donor Darah
Perjuangan Marsinah mengalami puncaknya pada tanggal 5 Mei 1993, yaitu ketika suatu malam dia diculik dan disiksa oleh 5 orang “algojo” PT CPS. Menurut mereka, Marsinah pantas untuk mendapat siksaan karena ulahnya telah banyak merugikan perusahaan.
Diperkirakan, pada malam itulah Marsinah tewas. Dan baru pada 9 Mei mayatnya ditemukan secara mengenaskan di sebuah gubuk di daerah Nganjuk, sekitar 200 km dari tempatnya bekerja.
Kematian Marsinah yang tidak wajar itu mendapat reaksi keras dari para aktivis dan masyarakat luas. Mereka menuntut pihak aparat keamanan untuk menyelidiki dan mengadili para pelakunya. Sebagai rasa simpati dan solidaritas terhadap Marsinah, para aktivis pun membentuk Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM).
• 1.200 Pekerja Peringati Hari Buruh dengan Senam Zumba di Lumintang
Biografi singkat Marsinah
Harian Kompas, 28 Juni 2000 memberitakan, Marsinah lahir pada 10 April 1969 dan memiliki tipikal buruh perempuan desa yang mengkota tetapi terpinggirkan, tiba-tiba muncul sebagai pahlawan di tengah hiruk-pikuk industrialisasi manufaktur dan represi penguasa di pertengahan dasawarsa 90-an.