Corona di Bali
Soal Dugaan Mafia Rapid Test, Satgas Covid19 Gianyar Akui Ada Human Error
Juru Bicara Satgas Covid-19 Gianyar, Dewa Alit Mudiarta, Jumat (1/5/2020) sore telah mengumumkan hasil penelusuran.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Satgas Covid-19 Gianyar telah melakukan penelusuran terkait adanya dugaan permintaan biaya rapid test untuk empat orang keluarga seorang PMI yang sempat positif covid-19 di Desa Petulu, Kecamatan Ubud, Gianyar Bali.
Hasilnya, diakui memang terjadi human error.
Uang yang telah dibayar oleh warga tersebut akan dikembalikan.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Gianyar, Dewa Alit Mudiarta, Jumat (1/5/2020) sore telah mengumumkan hasil penelusuran.
Dimana penelusurannya dilakukan di RSUD Sanjiwani, karena rapid test yang dilakukan para pasien ini dilakukan di rumah sakit milik Pemkab Gianyar tersebut.
"Untuk permakluman setelah ditelusuri memang benar keluarga PMI yang dari Petulu dipungut biaya waktu rapid test di Rumah Sakit Sanjiwani. Itu sudah diakui human error dan besok dananya akan dikembalikan," ujarnya.
Namun Dewa Alit tidak menjelaskan secara spesifik maksud human error tersebut.
Terkait apa tindakan Satgas Gianyar terkait hal ini, Dewa Alit mengatakan pihaknya akan melaporkan pada pimpinan, dalam hal ini Bupati Gianyar, Made Mahayastra.
"Terkait adakah sanksi, besok kita akan laporkan pada pimpinan," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, empat orang keluarga seorang PMI ditagih biaya ratusan ribu rupiah saat melakukan rapid test.
Padahal dari segi kewajiban, empat orang tersebut wajib menjalani rapid.
Sebab keluarganya yang menjadi PMI sempat positif covid-19, namun saat ini sudah dinyatakan sembuh.
Keempat orang ini ditagih biaya beragam.
Mulai dari Rp 400 ribu, Rp 300 ribu dan dua orang ditagih Rp 200 ribu.
Karena tidak memiliki biaya, merekapun hanya bisa membayar sekitar Rp 400 ribu, sementara sisa biaya lainnya saat itu dijadikan utang.
Tak hanya itu, saat PMI positif covid-19 yang saat ini sudah sembuh, ketika menjalani tes rapid pertama, ia juga dimintai biaya ratusan ribu rupiah. (*)