AS Berencana Uji Coba Nuklir Lagi Sejak 1992, Aktivis Perlucutan Senjata Nuklir Beri Kecaman

Tak hanya itu. Rencana ini jika digulirkan bakal memberikan reaksi dari negara kuat lain yang mempunyai persenjataan nuklir.

Editor: Wema Satya Dinata
net
Ilustrasi Senjata Nuklir 

"Tak hanya menghancurkan peluang menghindari lomba senjata baru, juga mengancam kerangka pengetatan senjata dunia," kata Fihn.

Laporan dari The Washington Post itu terjadi satu hari, ketika Trump mengumumkan bakal menarik diri dari traktat Open Skies dengan Rusia.

Perjanjian itu bertujuan untuk meningkatkan transparansi militer sekaligus membangun kepercayaan di antara dua negara adidaya.

Ini adalah pakta pengetatan senjata ketiga yang diabaikan oleh Gedung Putih semenjak Trump menjadi presiden ke-45 AS pada Januari 2017.

Moskow menegaskan akan menghormati perjanjian berusia 28 tahun itu, yang memmpunyai tujuan untuk mengurangi risiko terjadinya perang.

Traktat Open Skies itu mengizinkan negara penandatangan untuk melakukan pemantauan di daerah lawan setiap tahun, setelah sebelumnya memberi tahu.

Menghadapi Pilpres AS November mendatang, sang presiden juga mengeraskan retorikannya terhadap Negeri "Panda" dalam beberapa pekan terakhir.

 Antara lain dengan menuding pemerintahan Presiden Xi Jinping tidak sigap ketika virus corona menghantam negaranya akhir tahun lalu.

Pada awal Mei ini, presiden 73 tahun itu menyerukan agar Beijing juga dimasukkan dalam perundingan, di mana dia memberi tahu Presiden Rusia Vladimir Putin mereka perlu menghindari "perlombaan mahal".

Ini bukan kali pertama kebijakan pertahanannya sudah mengundang kekhawatiran banyak pihak, yang takut akan terjadinya perang nuklir.

 Pada Februari, Pentagon mengumumkan menempatkan kapal perang yang membawa rudal jarak jauh, di mana bisa diisi oleh hulu ledak nuklir kecil.

Dalam pernyataan Kementerian Pertahanan, penempatan rudal jarak jauh itu merupakan respons atas Moskwa yang melakukan tes serupa.

Kritik yang berembus menyatakan, ada kemungkinan senjata kecil itu dipakai karena daya rusaknya rendah, jadi menghindarikan dari potensi konflik skala besar.

Namun Pentagon menerangkan, penting bagi mereka menghindar dari asumsi Rusia bahwa, hanya dengan mengandalkan senjata nuklir berperusak tinggi, AS tak akan merespons negara yang menggunakan taktik bom "taktis" kecil.(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved