Virus Corona

Walau Tak Ikuti 'Rulebook' Covid-19, Jepang Sukses, Jalani Kehidupan Normal Mulai Hari Ini

Jepang mampu mencapai level tersebut, meskipun sebagian besar kebijakan di sana mengabaikan pedoman standar pemutusan rantai penyebaran virus corona

Editor: Wema Satya Dinata
AFP/CHARLY TRIBALLEAU
Pejalan kaki di Ginza, Tokyo, mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus Corona yang berasal dari Kota Wuhan, China, 25 Januari, 2020. 

TRIBUN-BALI.COM - Keadaan darurat akibat pandemi Covid-19 di Jepang hampir berakhir karena kemunculan kasus baru yang berkurang tajam hingga menjadi hanya belasan orang.

 Jepang mampu mencapai level tersebut, meskipun sebagian besar kebijakan di sana mengabaikan pedoman standar pemutusan rantai penyebaran virus corona.

Lihat saja, tidak ada batasan yang diterapkan pada pergerakan penduduk, dan bisnis dari restoran hingga penata rambut tetap buka.

 Tidak ada aplikasi berteknologi tinggi yang melacak pergerakan orang, ditambah tak ada pusat pengendalian penyakit.

China Mau Terbuka dalam Penyelidikan Asal Mula Covid-19, Jika Penuhi 2 Syarat Ini

Pendaftaran Kartu Pra Kerja Gelombang 4 Dibuka Besok, Cermati Lagi 3 Hal Berikut

Tiru Kekejaman Pemimpin Korut, Ribuan Napi di Rusia Dijadikan Kelinci Percobaan Vaksin Virus Corona

Dan, bahkan ketika negara-negara berlomba melakukan pengujian, Jepang hanya menguji 0,2 persen dari populasinya -salah satu tingkat terendah di antara negara-negara maju.

 Namun toh, Jepang mampu meratakan kurva penyebaran virus dengan 17.000 kasus dan 826 kematian di negara dengan penduduk 126 juta.

Capaian tersebut merupakan angka terbaik di antara kelompok tujuh negara maju. 

Di Tokyo, kota yang padat penduduk di Jepang, banyak kasus infeksi turun menjadi satu digit pada beberapa hari belakangan.

 Lalu, ketika kemungkinan gelombang infeksi kedua yang lebih parah selalu ada, Jepang sudah mencabut keadaan darurat, dan bakal mulai menjalani kehidupan normal hari ini, Senin (25/5/2020).

Lalu, bagaimana mungkin Jepang bisa mengendalikan penyebaran virus ini tanpa berkiblat pada pedoman yang digunakan oleh negara-negara lainnya.

Hanya satu hal yang disepakati: bahwa tidak ada solusi instan, dan faktor lain yang membuat pembedaan dalam kasus ini. 

 "Hanya dengan melihat angka kematian, kita dapat mengatakan Jepang berhasil," kata Mikihito Tanaka, Profesor di Universitas Waseda, yang berspesialisasi dalam komunikasi sains.

"Tetapi bahkan para ahli pun tidak tahu alasannya," sambung dia.

Sebuah daftar mengumpulkan 43 kemungkinan alasan yang dikutip dalam laporan media, mulai dari budaya mengenakan masker, tingkat obesitas di Jepang yang terkenal rendah, hingga keputusan awal untuk menutup sekolah.

Ramalan Zodiak 25-31 Mei 2020, Taurus Akan Menghadapi Keraguan, Pisces Harus Jujur

8 Desa di Kota Denpasar Sudah Ajukan PKM, Petugas Akan Lebih Tegas Terutama Soal Masker

Peringatan Dini BMKG : Tinggi Gelombang Laut Selatan Bali Bisa Capai 5 Meter 3 Hari Kedepan

Lalu, yang lebih fantastis termasuk klaim penutur bahasa Jepang yang dikenal memancarkan lebih sedikit tetesan yang sarat virus ketika berbicara, dibandingkan dengan bahasa lain.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved