Corona di Bali
Arya Wedakarna Rekomendasi Pemkot Denpasar Lakukan Rapid Test Terkait Kasus Kerumunan Kampung Jawa
Arya Wedakarna angkat bicara terkait polemik kasus kerumunan masyarakat di Kampung Jawa Kota Denpasar
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Senator Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Provinsi Bali, Arya Wedakarna angkat bicara terkait polemik kasus kerumunan masyarakat di Kampung Jawa Kota Denpasar pada penghujung Ramadan lalu.
Pria yang akrab disapa AWK itu mendesak pelaksanaan rapid test bagi warga di Kampung Jawa tersebut karena membuat kerumunan di tengah pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di Kota Denpasar, Bali.
Hal itu disampaikan kepada wartawan usai rapat terkait kasus tersebut di Kantor DPD RI, Denpasar, Bali, Selasa (26/5/2020).
"Kami merekomendasikan kepada Pemkot Denpasar terkait dari usulan masyarakat untuk segera melakukan rapid test kepada siapapun di zona, kawasan atau dusun tersebut untuk bisa mengetahui hasil pemutusan pandemi covid-19 yang diharapkan tidak mengkhawatirkan warga Kota Denpasar," papar AWK.
• Solusi Ditengah Pandemi Covid-19, Pengelola Hotel: Industri Perhotelan Siap Sambut Era New Normal
• Bersama Kominfo, LinkAja Sediakan Pembayaran Online di 18 Pasar Tradisional di Wilayah PSBB
• Dua Orang Alami Luka Bakar Akibat Tabung Gas Bocor di Denpasar, Pemilik Dirujuk ke RS Sanglah
Komite 1 bidang hukum DPD RI Bali besok akan berkirim surat resmi kepada Wali Kota Denpasar untuk pelaksanaan rapid test kepada pihak-pihak yang dirasa perlu untuk rapid test untuk mengetahui pergerakan pandemi Covid-19.
"Yang penting keadilan, salah satu upaya untuk menenangkan masyarakat dengan rapid test, terkait hukum biarkan bergulir, kami tidak bisa mengintervensi kepolisian," kata AWK.
Pihaknya berharap permasalahan ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Sebab masyarakat saat ini dihadapkan dengan situasi perbandingan kasus Ngaben di Sudaji Buleleng dan di Kampung Jawa Denpasar ini.
"Yang menjadi masalah kan adanya perbandingan masalah dengan di Sudaji, jadi membara masyarakat jadi membandingkan, peraturan ini kan tidak diskriminatif berlaku untuk semua, itu yang ingin kami luruskan, jangan dihubungkan dengan SARA," tegasnya.(*)