Sebulan Hasilkan 5-6 Ton, Tabanan Gunakan Jasa Transporter Angkut Limbah Medis ke Jawa
Sehingga, limbah medis yang dihasilkan kini menggunakan jasa transporter untuk selanjutnya diolah di Jawa.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Kabupaten Tabanan memiliki sejumlah incenerator di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes).
Hanya saja, incinerator atau alat yang berfungsi sebagai penghancur atau pengolah limbah medis yang ada di Fasyankes Tabanan tak difungsikan karena sebelumnya kesulitan mengurus izin.
Sehingga, limbah medis yang dihasilkan kini menggunakan jasa transporter untuk selanjutnya diolah di Jawa.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tabanan, I Made Subagia menjelaskan, khusus untuk pengolahan limbah bahan berbahaya beracun (B3) di Tabanan selama ini menggunakan jasa transporter untuk selanjutnya diolah di wilayah Jawa.
• Catat, Ini 20 Prodi Unair dengan Keketatan Terbaik pada SBMPTN Tahun Lalu
• Ditangkap Membawa 1.738 Butir Pil Koplo ke Bali, Arif Jalani Sidang Maraton untuk Dengarkan Dakwaan
• Disinyalir Ada Warga Kontak dengan Pasien Covid-19,Dinkes Badung Gelar Tracing di Desa Dauh Yeh Cani
"Secara umum, harus dikelola khusus oleh penghasil dan penyimpanannya harus ada tempat khusus. Setelah itu baru ada pengangkutan dan kemudian diangkut. Itu sesuai peraturan yang ada. Di Tabanan kita menggunakan jasa pengangkut yang sudah berizin dari Kementrian LHK jadi tidak bisa sembarangan yang mengangkut," jelasnya sembari menyebutkan dalam sebulan, rata-rata menghasilkan limbah medis infeksius hingga 5-6 ton perbulan.
Subagia menyebutkan, di Tabanan sebenarnya sudah ada incinerator bertempat di RS Nyitdah dan tiga Puskesmas di wikayah Pupuan, Selemadeg, dan Tabanan memiliki incinerator mini.
Hanya saja, tak berfungsi alias tak dioperasionalkan (rusak) karena tak pernah digunakan.
Kendalanya saat itu adalah untuk kepengurusan izin tidaklah mudah atau sangat ketat sehingga alat tersebut tak pernah digunakan.
"Tapi saat ini, selama masa pandemi dari KLHK memberikan ruang bagi Pemda yang memiliki incinerator meskipun dalam kepengurusan izin bisa digunakan. Tapi dengan syarat harus tetap mengurus izin dan akan dipermudah asalkan memenuhi syarat," jelasnya.
"Untuk alat-alat yang ada di Tabanan kemungkinan nanti akan membangun ulang disesuaikan dengan kajian dan syarat yang diperlukan. Selain itu juga membutuhkan dana yang tak sedikit, satu bangunan sekitar Rp 1 Miliar," tandasnya.
Sementara itu, Direktur BRSU Tabanan dr Nyoman Susila menyebutkan untuk limbah medis yang dihasilkan selama Januari-April atau selama pandemi ini mencapai 25.076,78 Kilogram.
Untuk penanganannya sudah dilakukan dengan serius dan bekerjasama dengan jasa transporter untuk pengangkutan dan selanjutnya diolah ke tempat pengolahan di Jawa.
"Jadi kita sudah tangani dengan baik. Meskipun tidak memiliki incinerator, untuk pengolahan limbah medis rumah sakit digunakan transporter yang mengirim limbah tersebut ke pengolah limbah di Jawa," jelasnya.
• Kabar dari Kuwait: 47 Perawat Asal Indonesia Positif Virus Corona, 6 Pelajar Sembuh
• 13 Tahanan Polres Klungkung Jalani Rapid Test COVID-19
• Update Corona di Indonesia 27 Mei 2020: Positif Covid-19 Bertambah 686, Sembuh 180 dan Meninggal 55
Menurutnya dr Susila, pengelolaan limbah infeksiksius (limbah B3) di masa pandemi, mengacu pada Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menjamin pengolahan limbah yang aman bagi lingkungan, aman bagi pasien dan aman bagi karyawan RS.(*)