Kerusuhan Meletus di Minnesota AS, Setelah Pria Kulit Hitam George Floyd Tewas di Tangan Polisi
Petugas pemadam kebakaran yang mencoba menenangkan keadaan dilempari batu dan ditembak proyektil.
Sehari setelahnya, sebanyak empat petugas yang terlibat langsung dipecat.
Insiden ini terjadi di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat.
Tindakan ini menuai kecaman dari berbagai kalangan.
Peristiwa meninggalnya Floyd membangkitkan ingatan atas kerusuhan sebelumnya yang terjadi di Ferguson, Missouri, pada 2014 lalu saat seorang polisi menembak mati seorang pria keturunan Afrika-Amerika yang dituduh merampok.
Tak hanya itu saja, peristiwa ini membangkitkan ingatan atas meninggalnya warga New York, Eric Garner yang dicekik oleh polisi saat dituduh akan menjual rokok secara ilegal, sebagaimana dilaporkan AFP, Jumat (29/5/2020).
Protes simpati meletus di kota-kota lain.
Ratusan orang berdemonstrasi di Union Square New York pada hari Kamis, yang berlanjut dengan adanya setidaknya lima penangkapan terhadap massa.
Di Los Angeles, di mana ada ketegangan antara aparat dengan warga kulit hitam, pengunjuk rasa berbaris pada Rabu (27/5) di pusat kota.
Massa juga dilaporkan memblokir jalan tol utama.
Para aktivis berencana mengadakan rapat umum Jumat di pusat kota Washington dekat Gedung Putih.
Malam Kedua Kekerasan
Memasuki malam kedua aksi kerusuhan massa di Minnesota, para pejabat setempat menyerukan perdamaian.
Seorang anggota kongres, Betty McCollum -perwakilan distrik ke-4 Minnesota, mencakup wilayah St. Paul dan pinggiran kota, akhirnya mengeluarkan pernyataan.
"George Floyd mati dengan sia-sia. Kita semua mengenangnya dan harus menghormatinya dengan tindakan terpuji, kemanusiaan, dan perilaku tanpa kekerasan. Sebagai warga Minnesota, kita harus bersatu melawan rasisme, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan. Dan, meski ada kemarahan, kita harus sanggup bersama dalam damai," kata Betty.
Sementara itu, senator AS, Amy Klobuchar berkomentar melalui Twitter merespons insiden kerusuhan.