Survei: Pandemi Covid-19 Mengganggu Akses Perempuan Mendapatkan Pembalut
Hal tersebut berdasarkan survei daring yang dilakukan Plan International pada pekerja di bidang
TRIBUN-BALI.COM - Pembatasan wilayah (lockdown) dan penerapan jarak sosial (physical distancing) akibat pandemi Covid-19 berdampak pada terganggunya manajemen kebersihan menstruasi (MKM) bagi perempuan secara global.
Salah satunya akses yang terbatas untuk mendapatkan produk pembalut.
Hal tersebut berdasarkan survei daring yang dilakukan Plan International pada pekerja di bidang sanitasi dan kesehatan reproduksi serta anak-anak perempuan di 30 negara untuk menggali permasalahan yang muncul saat pandemi Covid-19.
Adapun 50 responden di antaranya berasal dari Indonesia.
Juru bicara untuk Plan Indonesia Silvia Devina menjelaskan, survei menunjukkan 81 persen responden khawatir tidak akan terpenuhi kebutuhannya jika menstruasi.
Lalu 78 persen responden khawatir pandemi Covid-19 akan membatasi kebebasan ruang gerak mereka.
• 8 Pasangan Zodiak Ini Diramalkan Memiliki Hubungan yang Bertahan Lama
• Viral Detik-detik Pasca Kecelakaan Mobil Sampai Tertembus Besi Pembatas Jalan di Tol Pemalang
• Anak Perusahaan Pelindo III Buka Lowongan Kerja, Ini Persyaratannya
"Serta 75 persen mengatakan, bahwa pandemi Covid-19 bisa meningkatkan risiko kesehatan bagi perempuan yang menstruasi, karena sumber daya yang mereka butuhkan, seperti air, dialihkan untuk kebutuhan lain," jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (29/5/2020).
Respons tersebut tak lepas dari beberapa tantangan yang memang dihadapi oleh perempuan ketika menstruasi di masa pandemi, yakni terbatasnya akses ke produk karena kekurangan dan terganggunya rantai pasokan.
Selain itu, meningkatnya harga produk untuk kebutuhan menstruasi, kurangnya akses ke informasi tentang manajemen kebersihan menstruasi, serta kurangnya akses dan ketersediaan air bersih juga berpengaruh.
Tantangan ini juga yang dialami oleh perempuan Indonesia di tengah pandemi.
Padahal, praktik manajemen kebersihan menstruasi di Indonesia masih buruk karena dipengaruhi pengetahuan yang terbatas, khususnya pada remaja.
Hal ini berkaca pada hasil penelitian yang dilakukan Plan Indonesia dengan The SMERU Research Institute pada pelajar SD dan SMP di Provinsi DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tengara Barat (NTB) di tahun 2018.
Studi tersebut menunjukkan, pengetahuan siswa tentang kebersihan menstruasi masih buruk, dan siswa tidak memahami hubungan antara alat reproduksi dengan manajemen kesehatan menstruasi.
Masih ada perilaku buang pembalut bekas pakai di dalam tanah (dikubur), di tempat pembakaran, bahkan di sungai.
Murid perempuan yang sedang menstruasi juga hanya tiga kali mengganti pembalut dalam sehari.
Selain itu, 79 persen anak perempuan tidak pernah mengganti pembalut di sekolah, karena sekolah tidak memiliki toilet terpisah dan adanya rasa tidak nyaman dengan teman.
Studi menunjukkan, sebanyak 33 persen SD dan SMP tidak memiliki toilet terpisah untuk murid laki-laki dan perempuan.
Sebanyak 39 persen murid perempuan pernah diejek temannya saat menstruasi.
Sementara sebanyak 63 persen orang tua murid perempuan tidak pernah menjelaskan tentang menstruasi kepada anaknya.
Sebanyak 45 persen orang tua murid laki-laki menyatakan tidak perlu menjelaskan menstruasi kepada anaknya karena menganggap hal tersebut tidak pantas.
"Praktik MKM di Indonesia masih buruk yang dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu pengetahuan murid yang terbatas, sarana yang terbatas, dan norma budaya yang mendukung," ungkap Silvia.
Menurutnya, sekolah menjadi satu-satunya penyedia informasi yang dapat diandalkan untuk mendapatkan informasi tentang manajemen kebersihan menstruasi.
Namun, pandemi membuat sekolah tutup sementara yang berarti hilangnya akses terhadap informasi terkait manajemen kebersihan menstruasi.
Selain karena akses informasi yang terbatas, rendahnya pengetahuan murid yang tentang manajemen kebersihan menstruasi juga didorong oleh pengetahuan orang sekitar yang minim.
"Sementara keterbatasan sarana MKM dipengaruhi oleh kebijakan dan implementasi kebijakan yang lemah," katanya.
Oleh sebab itu, di masa pandemi ini Plan Indonesia dengan menggandeng lembaga terkait berupaya memastikan produk dan fasilitas manajemen kebersihan menstruasi tersedia, terjangkau, dan inklusif, terutama di Provinsi NTT dan NTB.
Plan Indonesia juga mendorong perubahan perilaku dengan upaya advokasi ke pemerintah daerah melalui Pokja AMPL Kabupaten, serta menggandeng pengusaha mandiri di bidang sanitasi dan menstruasi untuk bekerja sama.
"Dalam menghadapi tantangan masa pandemik Covid-19, Plan Indonesia memberikan alternatif akses terhadap MKM melalui diskusi daring di kanal instagram dan webinar bersama beberapa organisasi non-profit," ujar Silvia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Dampak Pandemi Covid-19, Ganggu Akses Perempuan dapat Pembalut