Corona di Bali
Dampak Pandemi Covid-19, Anindita Saroso Hanya Merancang 6 Baju Batik
Jika ia biasanya mampu membuat baju hingga 50 buah per bulan, kini hanya 6 buah baju karena terdampak pandemi Covid-19
Penulis: Noviana Windri | Editor: Irma Budiarti
Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmawati
TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Anindita Rosianty Saroso, anak perempuan dari keluarga Saroso kini mengelola sebuah butik baju batik bernama Goombil.
Goombiel berlokasi di Jalan Umalas II, Kerobokan, Badung, Bali.
Jika ia biasanya mampu membuat baju hingga 50 buah per bulan, dan sudah dipasarkan di Jakarta, Bandung, hingga ke luar negeri seperti Taiwan, Swedia, dan Kanada.
Namun, karena situasi pandemi Covid-19, kini ia hanya merancang 6 buah baju.
Baju batik Goombiel biasanya dibanderol dengan harga Rp 3,5 - 4,5 juta/baju.
Namun, karena situasi pandemi Covid-19, hanya dibanderol Rp 500 - 600 ribu/baju.
"Di tengah pandemi seperti ini, rasanya kurang etis ya, saya jualan barang yang kurang diperlukan," lanjutnya.
• Berkenalan dengan Anindita Saroso, Pemilik Butik Batik Goombiel yang Tembus Pasar Internasional
• Sopir Truk Reaktif Rapid Test di Tabanan, Gugus Tugas Covid-19 Tunggu Hasil Swab Test
Anindita Saroso mulai merintis butik baju batiknya sejak tahun 2009 dan dibantu dengan dua orang penjahit.
Anindita Saroso mengelola butik batik untuk mengisi hari-harinya menjadi ibu rumah tangga setelah kesulitan mencari pekerjaan di Bali.
Selain itu, ia juga mengaku senang dengan kain batik.
Awalnya, Anindita Suroso hanya coba-coba membuat baju batik.
Setelah diperlihatkan ke teman-teman anaknya, ternyata diminati dan mulai banyak menerima pesanan.
Wanita kelahiran 1954 ini kemudian mengikuti pameran produk kerajinan terbesar di Asia, INACRAFT di Jakarta.
Mulailah produk Gloombiel dikenal dan banyak diminati.
Baju batik yang dirancang pun beragam, namun kebanyakan adalah batik tulis Madura, batik tulis dan batik cap Jogjakarta.