Corona di Indonesia

Cara Membedakan Gejala Palsu Covid-19 Yang Bikin Orang Sehat Merasa Sakit

Gangguan ini bisa menyerang pada orang yang sehat kemudian menjadi merasakan seperti sakit, atau orang yang sakit ringan.

Editor: Eviera Paramita Sandi
Pixabay
Ilustrasi virus corona covid-19. 

TRIBUN-BALI.COM - Banyak orang kini takut terhadap penyakit Covid-19, namun karena ketakutan itu, mereka jadi tak bisa membedakan gejala Covid-19 yang asli dengan gejala palsu. 

Gejala palsu itu disebut juga untuk seseorang yang mengalami psikosomatik atau gejala panik berlebihan terhadap Covid-19.

Dokter konsulen psikosomatik menjelaskan bagaimana cara mengetahui gejala palsu dari Covid-19 atau hanya psikosomatik lantaran terlalu cemas terhadap virus corona jenis baru tersebut.

Dokter Rudi Putranto, Sp.PD(K)-Psi mengungkapkan, gejala mirip Covid-19 yang berasal dari kecemasan seseorang bisa hilang  apabila orang tersebut bisa menenangkan diri dan merelaksasi tubuh.

Dokter Rudi Putranto merupakan dokter dari Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

"Bagaimana cara kita membedakan, kalau ini reaksi tubuh dan kita dapat menyadari itu, istirahat sebentar dan relaksasi maka reaksi tersebut bisa hilang," kata dr Rudi Putranto, Sp.PD(K)-Psi dalam konferensi pers di Graha BNPB Jakarta yang dipantau melalui kanal YouTube, Minggu (21/6/2020)

Rudi menjelaskan, gejala psikosomatis adalah perubahan psikologis seseorang yang akan mempengaruhi kondisi fisik bila tubuh tidak bisa beradaptasi.

Gangguan ini bisa menyerang pada orang yang sehat kemudian menjadi merasakan seperti sakit, atau orang yang sakit ringan.

Setiap individu yang sudah memiliki gangguan kesehatan bawaan seperti hipertensi dan diabetes pun bisa saja mengalami gejala psikosomatik dan mempengaruhi kesehatannya.

"Psikosomatik bisa memicu penyakit yang sudah ada, bagi yang memiliki darah tinggi bisa menjadi tidak terkontrol, yang memiliki diabetes gula darahnya bisa tidak terkontrol," kata dia.

Ilustrasi tahapan tes virus corona atau penyakit Covid-19. (freepik)
Gangguan psikosomatik akibat Covid-19 akan terjadi jika seseorang terlalu banyak menerima informasi negatif.

Menurutnya, otak manusia lebih mudah menerima dan menyimpan hal-hal negatif ketimbang hal-hal positif.

"Pada waktu kita mendapat informasi maka otak kita akan mengolah informasi tersebut.

Informasi itu akan menstimulasi hormon stres dan hormon yang lain dan akan merangsang ke organ tubuh," kata dia.

Hormon stres kemudian bisa merangsang organ tubuh lain seperti jantung yang berdetak lebih cepat.

Kemudian, paru-paru menjadi sesak, perut sakit, cepat lelah, merasakan demam padahal suhu tubuh normal, hingga membuat daya tahan tubuh menurun.

Hal itu yang menyebabkan orang lebih mudah terserang penyakit.

Rudi mengimbau masyarakat agar membatasi informasi mengenai Covid-19 sehari hanya dua kali atau tidak lebih dari 30 menit.

Selain itu info yang didapatkan harus dari sumber terpercaya agar membantu memahami permasalahan yang sebenarnya terjadi.

Dengan memahami situasi yang ada, masyarakat bisa melakukan hal-hal pencegahan demi menghindari penularan.

Kemudian, lakukan hobi atau kegiatan favorit atau mendengarkan musik yang menenangkan untuk memperbaiki kesehatan mental.

Hasil Rapid Test Non-Reaktif Tak Selalu Tunjukkan Orang Negatif Covid-19

Hasil rapid test reaktif belum dipastikan dapat menunjukkan bahwa seseorang positif Covid-19.

Sebaliknya, hasil rapid test non-reaktif belum tentu memastikan seseorang seratus persen negatif virus corona.

Akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dr. Tonang Dwi Ardyanto, SpPK., Phd., memaparkan penyebutan hasil rapid test yang benar adalah reaktif atau non-raktif, bukan positif atau negatif.

Salah satu sumber pemicu masalah dalam pandemi Covid-19 selama ini adalah munculnya stigma yang dipicu oleh salah kaprah penyebutan.

Penggunaan istilah “positif” ini harus hati-hati, terutama dalam menyampaikan tentang hasil rapid test Covid-19.

Padahal, tidak ada hasil “positif” pada hasil rapid test Covid-19.

“Tidak ada hasil rapid test Covid-19 yang menyatakan positif,” kata dr. Tonang saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (13/6/2020).

dr . Tonang mengimbau, jangan pernah ada yang menyebut seseorang positif Covid-19 hanya berdasarkan hasil rapid test.

“Apakah yang hasil rapid test-nya reaktif pasti positif? Belum tentu,” kata dia.

Setelah kemunculan hasil rapid test reaktif, yang diperlukan selanjutnya adalah langkah konfirmasi.

Yakni dengan tes polymerase chain reaction (PCR) pada pasien.

“Hasil PCR itu mungkin memang positif Covid-19, tapi bisa juga tidak.

Maka, rapid test disebut skrinning, bukan diagnosis pasti,” jelas dia.

Pencegahan virus Corona (doktersehat.com)
Sebaliknya, dr. Tonang menerangkan, seseorang yang rapid tes-nya menunjukkan hasil non-reaktif, tidak berarti tes PCR-nya pasti akan negatif atau bebas virus.

“Karena bisa saja, memang belum tepat waktunya,” terang dia.

dr. Tonang menegaskan, untuk bisa menyebut positif dan negatif, harus dengan tes PCR.

Setiap pasien diambil swab sebanyak dua kali.

Untuk mudahnya, disebut hari pertama (H1) dan hari kedua (H2).

"Dapat disebut positif apabila minimal pada salah satu tes swab ditemukan virus covid," papar dia.

dr. Tonang menyampaikan, seseorang atau pasien dapat disebut negatif Covid-19 apabila pada kedua tes swab tidak ditemukan virus corona penyebab Covid-19.

"Maka kalau ada hasil PCR yang negatif tapi baru dari salah satu sampel, belum bisa disimpulkan.

Harus menunggu hasil sampel kedua," tutur dia.

Mengenai hasil rapid test yang digunakan sebagai syarat melakukan perjalanan, dr. Tonang berpendapat, akan lebih baik jika dilengkapi juga dengan hasil tes PCR yang menyatakan negatif Covid-19.

"Kalaupun harus diperiksa, adalah kombinasi rapid test antigen dan rapid test antibodi pada hari keberangkatan," jelas dr. Tonang.

(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Wartakotalive/Hertanto Soebijoto)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Dokter Konsulen Psikosomatik Ungkap Cara Mengetahui Gejala Palsu Covid-19, Istirahat dan Relaksasi

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved