Corona di Bali

Jangan Terlena Angka, Pengamat Sosial Ingatkan Masyarakat Tidak Remeh dan Abai terhadap Covid-19

Pengamat sosial asal Bali, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa meminta masyarakat agar tidak terlena dengan angka-angka kesembuhan kasus Covid-19

Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
Tanpa mematuhi protokol kesehatan covid-19, masyarakat berduyun-duyun berekreasi si Pantai Jerman, Tuban, Kuta, Badung, Bali, belum lama ini. 

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM - Pengamat sosial asal Bali, I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa meminta masyarakat agar tidak terlena dengan angka-angka kesembuhan kasus Covid-19 yang justru membuat kecenderungan menjadi abai dan meremehkan virus ini.

"Misalkan kita lihat kasus di Bali, yang meninggal di Bali ada tujuh orang dibandingkan yang terkonfirmasi sekitar seribu sekian serta angka kesembuhan yang mencapai enam ratusan, sehingga masyarakat seolah-olah memandang penyakit ini ringan dan bisa disembuhkan, kemudian mereka mulai mencoba mengabaikan protokol kesehatan, meskipun angka meninggal dunia kecil, tujuh orang tapi potensinya besar," kata dia kepada Tribun Bali, Kamis (25/6/2020).

Suka Arjawa mengamati bahwa ciri khas masyarakat memiliki karakter yang relatif acuh tak acuh terhadap permasalahan yang ada.

Kabar Duka, Noor Parida Bintang Iklan Legendaris RCTI Oke Meninggal Dunia

Jurnalis Warga asal China yang Bongkar Sumber Covid-19 di Wuhan Ditangkap Polisi, 3 Lainnya Hilang

Pemkot Denpasar Sebut Sudah Habiskan Rp 100 Miliar Lebih untuk Penanganan Covid-19

Di sini dibutuhkan peran serta pemerintah sebagai alarm bagi masyarakat agar lebih dimaksimalkan dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat.

"Meskipun pemerintah sudah maksimal, tapi kalau masyarakat tidak mendukung, ya tidak bisa berhasil," jelas dia.

Pola-pola lama masyarakat dalam berinteraksi juga masih kental, seperti tidak menjaga jarak.

Menurutnya, hal ini juga disebabkan oleh faktor kepadatan penduduk dan tata ruang permukiman di suatu wilayah yang massif.

Kasus Meningkat Drastis, Gugus Tugas Badung Akan Lakukan Rapid Massal di Desa Darmasaba Abiansemal

Ruang Isolasi Covid-19 RSUD Sanjiwani Penuh, Rencana Tambah 20 Bed

Hari Ini, 205 Pedagang Pasar Kumbasari Resmi Dipindah ke Pelataran Pasar Badung

"Masyarakat masih ada yang tidak disiplin dalam berinteraksi, meskipun pakai masker tapi pola masa lalu masih belum berubah, tidak jaga jarak, berpelukan dan segala macam."

"Di Denpasar kita lihat pola tempat tinggal penduduk padat, massif dan beragam, sehingga pola interaksi di permukiman juga dekat, inilah yang harus diwaspadai," jabarnya.

Jika aktivitas masyarakat mulai dilonggarkan, maka pengawasan oleh aparat harus lebih ditingkatkan agar tidak muncul sikap remeh masyarakat.

"Pemerintah harus terus selalu mensosialisasikan bahaya dari penyakit ini, yang melanggar harus ditindak, ini yang kurang maksimal dilakukan oleh pemerintah," bebernya.

Sementara itu, peran tokoh atau elite masyarakat sangat signifikan memberikan pengaruh, maka harus memberikan edukasi positif kepada masyarakat dalam hal Covid-19.

6 Warisan Budaya di Denpasar Ini Diusulkan untuk Ditetapkan Sebagai WBTB Tahun 2020

Kapal Tempur AS Lakukan Latihan Bersama dengan 2 Kapal Perang Jepang di Laut China Selatan

Kisah Perjuangan Hidup Delisa Pemeran Mira di Sinetron Preman Pensiun, Kerja Keras Demi Tebus Ijazah

"Elit itu suaranya didengar, perilaku mereka dicontoh, kalau kemudian ada yang mengatakan covid-19 hoaks, ambil bukti nyatanya, kita lihat di Amerika, Brazil, ratusan ribu orang meninggal akibat virus itu," tandasnya.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unud itu tak menampik bila masyarakat Indonesia memiliki pola budaya yang cenderung suka meniru sejak berabad-abad silam.

Dari sini lah pentingnya menanamkan karakter pada diri seseorang dengan kultur pelopor dan mandiri.

"Mencontoh elit adalah bagian dari kultur masyarakat, ada ajaran yang menyampaikan kelilingilah orang yang berpengaruh pengetahuannya banyak, tapi kemudian kalau memiliki niat jahat bagaimana, harus ada pelopor-pelopor untuk membangkitkan kesadaran, kemandirian, percaya pada diri sendiri," ucapnya.

Di lain sisi, menyikapi kebosanan masyarakat terhadap situasi ini, bagi Suka Arjawa masyarakat harus bisa mengambil nilai positif dari sebuah kondisi kehidupan yang krisis.

"Krisis hidup menimbulkan sesuatu yang positif, masyarakat harus memiliki mental menabung untuk situasi darurat seperti ini. Lalu kenapa harus bosan di rumah saja, padahal banyak hal yang bisa dilakukan," kata dia.

"Masyarakat Bali misalnya, punya basic pertanian, ya kembangkan tanaman produktif di rumah, vertical garden dan lain-lain, lalu bisa juga menulis artikel, olahraga, merekam suara nyanyi di rumah, sehingga betah di rumah dan produktif," imbuh dia.

Suka Arjawa juga menekankan, bahwa saat ini obat yang paling ampuh dari pandemi Covid-19 ialah dari aspek sosiologis.

Masyarakat harus memiliki target sistematis.

"Obat dari covid ini sosiologis, karena belum ada obat darisisi kesehatan, masyarakat yang mengobati diri sendiri, harus mau menderita, menunda kesenangan, masyarakat kita cenderung tidak bertahan dan mengutamakan konsumtif material."

"Analoginya, seseorang memiliki target sistematis, umur sekian bekerja maksimal, umur 50 menikmati masa tua. Tunda kebahagiaan kita setelah itu mari bersenang-senang," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved