Citizen Journalism

Mengembalikan Peran dan Fungsi Awal Ormas

Kebijakan ini beresensi pada pembatasan hadirnya berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas), jikapun ada, organisasi-organisasi sosial itu sengaja

Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa/dok.pribadi
Sosiolog Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho 

Begitu juga, kerapkali mereka tidak mengetahui sarana-sarana yang harus digunakan untuk mengakses kekuasaan—dalam rangka mengadukan persoalannya.

Serangkaian hal ini umumnya terjadi karena minimnya tingkat kompetensi, pendidikan, serta kurangnya pengalaman dalam advokasi isu-isu sosial.

Oleh karenanya, ormas seyogiyanya hadir sebagai “penyambung lidah masyarakat”. Secara tidak langsung, ini turut menunjukkan fungsi ormas dalam memengaruhi kebijakan agar berpihak pada kepentingan masyarakat.

 Kedua, sebagai pengawas pemerintah atau pengontrol kekuasaan. Terdapat tiga elemen sosial utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu lembaga politik (negara, pemerintah, termasuk partai politik), lembaga ekonomi atau swasta, serta masyarakat sipil.

Layaknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media, ormas memiliki fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Dengan demikian, ormas haruslah berdiri di luar kekuasaan pemerintah.

Ketika ormas berada di dalam lingkaran pemerintah, bahkan berkoalisi dengannya, maka ormas tidak akan bisa menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana mestinya.

Dengan kata lain, ormas hanya akan kembali menjadi kepanjangan tangan pemerintah sehingga mengamputasi fungsi-fungsi sosial murninya.

Ketiga, penciptaan ruang publik.

Berkelindan dengan fungsi pertama, ormas seharusnya tidak hanya bisa membantu menyuarakan masyarakat yang terpinggirkan, tetapi juga membuat mereka mampu bersuara sendiri.

Ormas sarat mendorong kompetensi dan kemampuan nalar publik sehingga diskusi ataupun perdebatan antar sesama warga negara, serta antara warga negara dengan lembaga politik maupun ekonomi dapat terhelat secara bebas dan mandiri—yang pada akhirnya tanpa perantara ormas.

 Dalam kondisi setiap warga negara dapat “berdebat secara bebas” itulah ruang publik bakal tercipta, karena setiap anggota masyarakat dapat menjadi subjek pengawas terhadap lembaga politik maupun ekonomi.

Ini menjadi penting dalam kehidupan demokrasi agar warga negara tidak sekadar menjadi penonton pertunjukan politik maupun sirkus ekonomi, melainkan dapat pula merespons dan memengaruhinya.

Dengan demikian, dalam upaya menciptakan masyarakat sipil yang ideal, ormas pun sarat mengembangkan paradigma interaksi-komunikatif dengan masyarakat.

Paradigma ini mengandaikan ketiadaan subyek dan obyek, serta pihak dominan dan yang didominasi dalam interaksi.

Sebaliknya, paradigma kerja dalam interaksi hanya akan menempatkan masyarakat sebagai objek, cenderung didominasi, dan pada akhirnya menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap ormas.

Oleh karenanya, turut menjadi catatan penting kiranya, para pegiat (baca: aktivis) ormas seyogiyanya adalah mereka yang telah menjadi subjek demokrasi, subjek toleransi, dan terutama: subjek kemanusiaan.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved