Corona di Indonesia
dr Dewi: Angka Positivity Rate Juni Lebih Rendah daripada Bulan Mei
Perkembangan COVID-19, dr Dewi: Angka Positivity Rate Juni Lebih Rendah daripada Bulan Mei
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN BALI.COM, JAKARTA – Sejak pertengahan Juni 2020 jumlah kasus baru terkonfirmasi positif Corona di Indonesia berada di kisaran 1.000 kasus per harinya.
Namun hal tersebut tidak serta merta menunjukkan angka positivity rate juga tinggi.
Epidemiolog Gugus Tugas Nasional Dewi Nur Aisyah menerangkan, positivity rate tidak hanya dilihat dari angkanya saja, melainkan dari jumlah orang yang diperiksa.
Secara nasional positivity rate Indonesia mencapai 12 persen yang masih di atas standar positivity rate yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 5 persen.
Namun jika dibandingkan bulan Mei lalu positivity rate saat ini lebih rendah.
“Di pertengahan Mei ada 3,448 orang positif dalam waktu satu minggu. Orang yang diperiksa itu ada 26,000. Jadi dari 26,000 orang ada 3,000 yang positif. Sehingga, angka positivity-nya adalah 13 persen, jelas dr. Dewi, Kamis (2/7/2020) di Center Gugus Tugas Nasional Jakarta.
Dewi menambahkan data di bulan Juni dengan rata-rata 8.000 kasus baru dalam satu minggu dan orang yang diperiksa mencapai 55.000 sehingga saat ini positivity ratenya 12 persen.
Dengan demikian dapat dikatakan kecepatan penularan melambat dari bulan sebelumnya.
Lebih lanjut Dewi menjelaskan jika angka nasional 12 persen maka setiap kabupaten-kota memiliki cerita yang berbeda jika ditelaah dari jumlah orang positif dibandingkan dengan jumlah orang yang diperiksa.
“Jumlah kasus terbanyak memang dari Surabaya, tapi begitu dilihat dari dengan perbandingan 100.000 penduduk, ceritanya jadi berbeda. Walaupun Surabaya masuk lima besar, tapi kalo dari provinsi tidak masuk ke 5 besar,” ujarnya.
Kepadatan memang jadi salah satu faktor risiko dalam penularan COVID-19. Untuk saat ini, laju insidensi terkait dengan rumusnya berdasarkan padatnya jumlah penduduk.
“Kita bisa melihat bahwa Jawa Timur merupakan zona titik merah, padahal kalo saya melihat Jawa Timur dengan seluruh kabupaten kotanya, ternyata dari semua kabupaten kotanya itu tidak semua itu angkanya tinggi,” ungkapnya.
Perbandingan positivity rate juga dapat dilihat dari jauhnya perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah kasusnya.
“Peringkat pertama Kota Surabaya dengan jumlah kasus 5.700, tapi ternyata peringkat keduanya Kabupaten Sidoarjo dengan 1.387 kasus yaitu seperempat kasus dari Surabaya, peringkat ketiganya Gresik itu sepersepuluh dari kasus Surabaya, apalagi yang terkecil di Ngawi hanya sekitar 23 kasus,” tegasnya.
Jadi Ketika berbicara Indonesia, bahkan Jawa Timur saja dengan 30 lebih kabupaten/kota itu tidak bisa disamakan seluruhnya memasuki zona merah.