Kontroversi Pajak Sepeda, Perlukah?

Kisruh mengenai isu pemerintah tentang regulasi pajak sepeda telah resmi dibantah oleh Kementerian Perhubungan.

Tribun Bali/Net
Ilustrasi Sepeda Polygon 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kisruh mengenai isu pemerintah tentang regulasi pajak sepeda telah resmi dibantah oleh Kementerian Perhubungan.

Dikutip dari Kompas.com juru bicara Kemenhub Adita Irawati menegaskan bahwa saat ini pemerintah memang sedang mengkaji aturan mengenai sepeda dengan tujuan untuk menjamin keamanan para pengguna sepeda bukan terkait pengenaan pajak.

Sebagai contoh, rencana mewajibkan alat pemantul cahaya demi keselamatan  pengendara sepeda selama berbaur dengan kendaraan bermotor lainnya di jalan raya.

Ancang-ancang penetapan ini berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di mana sepeda di kategorikan sebagai kendaran tidak bermotor.

Bali Berupaya Menjadi Daerah yang Mandiri Energi Bersih, Tenaga Surya jadi Tumpuan

Warung Sembako di Jalan Pantai Purnama Gianyar Terbakar, Kerugian Diperkirakan Rp 10 Juta

Militer China dalam Kondisi Siaga Perang Tertinggi, Siap Tempur Bila Ada Provokasi Negara Lain

Oleh karena itu, pengaturannya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Ini artinya, pengelolaan kenyamanan dan keselamatan bersepeda dapat diatur oleh pemerintah.

Peninjauan kembali regulasi persepedaan tentu tidak terlepas dari upaya pemerintah merespons perubahan tren gaya hidup bersepeda.

Perubahan ini tentunya menyangkut hidup hajat orang banyak, maka pemerintah wajib merumuskan strategi demi ketertiban umum dan tercapainya pelayanan publik yang prima termasuk jaminan pelayanan bagi para pengguna sepeda.

Selama pandemi animo masyarakat akan aktivitas bersepeda sangat tinggi terutama di beberapa kota-kota besar di Indonesia.

Pakai Dana APBN Rp 1,9 Miliar, Jalan Penghubung Tegenungan – Sukawati Akhirnya Digarap

Upacara Homa Tirta Pengelukatan Suda Mala Saat Banyu Pinaruh di Denpasar, Umat Diimbau Tak ke Pantai

BREAKING NEWS: Ombak Tinggi, Penyeberangan ke Nusa Penida Tertunda Satu Jam

Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI) Rudiyono membenarkan hal tersebut.

Tren yang meningkat ditunjukkan dengan membludaknya pesanan sepeda yang diperkirakan sekitar 3 juta sampai 3,5 juta unit selama semester pertama di tahun ini.

Fenomena yang sama juga terjadi di Bali.

Dikutip dari Media Indonesia bahwa selama pandemi pesanan sepeda fixie dan custom mengalami peningkatan hingga 300 persen.

Kegiatan bersepeda menjadi salah satu kegiatan olahraga yang semakin digemari selama masa pandemi.

Selain motif menjaga kesehatan kegiatan ini mungkin saja menjadi salah satu pilihan moda transportasi ramah lingkungan.

Update Covid-19: 56,32 Persen Pasien Telah Sembuh di Bali, 652 Orang Masih dalam Perawatan

Ilmuwan China Sebut Adanya Potensi Penularan, Kemenkes RI Waspadai Serangan Flu Babi pada Manusia

Harga HP Samsung Juli 2020: Mulai Galaxy A01 Rp 1,7 Jutaan Hingga Galaxy S20 Ultra Rp 21 Jutaan

Menyikapi perubahan yang begitu masif selama masa pandemi maka muncul lah isu akan pengenaan pajak sepeda.

Pajak sepeda bukan lah hal yang tabu di Indonesia.

Sejak tahun 1930-an pemerintah kolonial telah memungut pajak sepeda dengan penanda berupa peneng yang akan dipasang  di bagian depan sepeda.

Peneng adalah materai dari timah kertas bahan plastik sebagai tanda bukti bahwa sang empunya sepeda telah melunasi kewajibannya membayar pajak.

Hasil pemungutan peneng atau populer juga dengan nama plombir pada masa kolonial digunakan untuk perawatan jalan raya.

Kebijakan ini bertahan hingga pemerintahan Jepang hanya saja pemanfaatannya bertambah untuk membiayai perang.

Menurunnya minat masyarakat menggunakan sepeda sebagai alat transportasi menyebabkan penerapan pajak sepeda melonggar sejak tahun 1970-an.

Secara resmi pajak sepeda dihapuskan setelah diterbitkannya UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Menimbang kembali catatan sejarah pajak sepeda, kebijakan pajak sepeda pada awalnya memang khusus diperuntukan untuk mendukung pelayanan publik pada jamannya.

Pajak sebagai instrumen kebijakan fiskal menjadi salah satu sumber pendapatan suatu wilayah baik yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun daerah.

Tujuannya adalah untuk membiayai pelaksanaan pembangunan daerah dalam bentuk infrastruktur, sarana-prasarana, tata tertib dan kebutuhan lain dalam hal pelayanan publik dan tercapainya kesejahteraan umum.

Fenomena bersepeda di beberapa kota-kota besar di Indonesia tidak serta merta menjamin bahwa aktivitas bersepeda ini akan berlangsung permanen.

Meskipun terjadi peningkatan masif pada jumlah sepeda belum tentu moda transportasi masyarakat akan berubah dalam waktu cepat.

Berbeda halnya pada jaman pemerintahan Kolonial dan Jepang di mana moda transportasi utama adalah sepeda.

Data yang dirilis Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, hingga akhir tahun 2019 jumlah kendaraan bermotor terbanyak di Bali adalah sepeda motor dengan jumlah mencapai 3.738.803 unit.

Jumlah ini hampir mencapai 86 persen dari total proyeksi penduduk Bali pada tahun yang sama, pertanda bahwa saat ini kendaraan sepeda motor masih menjadi primadona moda transportasi utama di Bali.

Selain itu pilihan bersepeda masyarakat Bali nampaknya cenderung masih pada tataran hobi.

Banyak dari mereka yang memanfaatkan sepeda sebagai kegiatan produktif selama masa pandemi selain dirumah saja.

Berkeliling taman kota selama car free day dengan harapan menjaga kesehatan tubuh agar tetap bugar.

Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri mungkin saja ada kelompok pesepeda yang benar-benar mengandalkan sepeda untuk moda transportasi utama namun jumlahnya diperkirakan masih relatif sedikit.

Terlepas dari isu memajaki sepeda, beberapa negara di dunia justru lebih memilih untuk mempromosikan moda transportasi dengan sepeda sebagai pilihan ramah lingkungan.

Pada tatanan era hidup baru gaya hidup bersepeda berpeluang meningkat seiring dengan imbauan untuk tetap menjaga kesehatan dan jarak.

Dikutip dari BBC, pemerintah Prancis mendorong warganya untuk bersepeda dan menyediakan insentif dengan skema subsidi total senilai 20 juta euro.

Upaya ini dilakukan sebagai  usaha untuk menekan polusi.

Belanda sebagai negeri seribu sepeda menyiapkan insentif berdasarkan kilometer yang ditempuh.

Dikutip dari World Economic Forum, pesepeda di Belanda akan diberikan kompensasi pajak sebesar USD 0,22 per kilometer jarak yang ditempuh.

Australia mengembangkan program Ride2School untuk mempromosikan pola hidup sehat dengan berkendaraan aktif sejak dini bagi para siswa untuk menghindari obesitas.

Ada sebanyak 3000 sekolah yang menerapkan program ini.

Bagaimana jika pesepeda justru dikenakan pajak? Apalagi di masa pandemi? Ingat, saat ini kesehatan adalah prioritas utama bukan yang lain.

Pajak sepeda bukan merupakan instrumen kebijakan yang tepat saat ini.

Klarifikasi resmi pun sudah disampaikan oleh Kementerian Perhubungan.

Pilihan tersebut sudah tepat.

Selain situasi pandemi, keteresediaan fasilitas bersepeda saat ini juga belum optimal di semua wilayah.

Pajak sepeda sebaiknya dikaji mendalam tidak serta merta hanya berdasarkan perubahan gaya hidup yang sementara. 

Jangan sampai implementasi kebijakan pajak sepeda  hanya karena dalih kekurangan sumber pendapatan untuk infrastruktur bersepeda yang layak.

Kondisi perekonomian yang belum stabil dan masih perlu dipulihkan dalam waktu yang belum tentu harus mendapat perhatian sangat serius.

Alih-alih mengurangi beban ekonomi masyarakat, penerapan kebijakan pajak sepeda justru berpotensi menimbulkan beban baru terutama bagi lapisan masyarakat kelas menengah ke bawah jika mulai diterapkan pada saat pandemi.

Jika demikian apakah tujuan besar dari instrumen pajak untuk mencapai kesejahteraan masyarakat tercapai?

Coba kita pikirkan dan renungkan bersama. (*)

I Gede Heprin Prayasta

Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved