Corona di Bali
Pembagian Sembako Berimbas Pada Meningkatnya Harga Telur Ayam
Harga telur ayam di kalangan peternak akhir-akhir ini mengalami peningkatan.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Harga telur ayam di kalangan peternak akhir-akhir ini mengalami peningkatan.
Berdasarkan informasi, harga terlur ayam bahkan sempat menyentuh angka Rp. 43 ribu per krat atau Rp. 23 ribu per kilogram.
Melonjaknya harga telur ayam, salah satunya dipengaruhi oleh tingginya permintaan untuk kebutuhan pembagian sembako ditengah pandemi Covid-19.
Salah satu peternak telur ayam, I Gede Yudi Kristiadi mengatakan, meroketnya harga telur ayam telah terjadi sejak sepekan lalu.
• Saham Amazon Melejit 4 Persen, Kekayaan Jeff Bezos Melonjak Rp 2.526,8 Triliun
• Positif Covid-19 Bangli Tembus 151 Kasus
• Ramalan Shio 3 Juli 2020, Shio Kambing Lebih Kreatif, Shio Ayam Berhati-hatilah
Peternak asal Banjar Tanggahan Tengah, Desa Sulahan, Susut juga tidak menampik jika peningkatan harga dipengaruhi oleh gencarnya pembagian sembako.
Baik dari Instansi pemerintahan, swasta, ataupun perseorangan.
“Rata-rata jenis telur yang digunakan untuk pembagian sembako adalah telur ukuran tanggung. Harganya saat ini berkisar Rp. 38 ribu hingga 39 ribu. Sedangkan harga untuk telur ayam ukuran besar saat ini Rp. 40 ribu hingga Rp. 41 ribu,” ucapnya, Kamis (2/7/2020).
Tingginya permintaan justru timpang dengan produksi telur yang dihasilkan.
Kata Yudi, hal tersebut disebabkan banyak peternak yang mengurangi populasi ayam.
Sebab pada awal merebaknya pandemi Covid-19, harga telur ayam cenderung anjlok.
“Karenanya banyak peternak yang memilih untuk mengupkir ayamnya lebih awal, walaupun tergolong masih produktif. Mereka khawatir apabila tidak mengurangi populasi, maka biaya pemeliharaan semakin besar, sendangkan harga telur saat itu cenderung anjlok,” katanya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh I Kadek Budiartawan.
Peternak asal Banjar Buungan, Desa Tiga, Susut, Bangli, Bali itu mengatakan, kendati banyak peternak yang terpaksa mengupkir ayam, pada kenyataannya tidak semua peternak bisa melakukannya.
Ini disebabkan harga upkir juga cenderung anjlok.
“Sedangkan yang telah mengupkir ayamnya, saat ini hanya tersisa ayam yang telah tua. Sehingga produktifitas telur tidak bisa maksimal,” ujarnya.