Corona di Indonesia
Tarif Rapid Test di Indonesia Ditetapkan Rp 150.000, Bagaimana Efektivitas dari Tes Ini?
Sebelumnya, banyak keluhan dari masyarakat terkaitnya tarif rapid test yang tidak sama dan mahal, berkisar antara Rp 150.000 sampai Rp 900.000.
TRIBUN-BALI.COM - Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menetapkan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi senilai Rp 150 ribu.
Dalam surat edaran yang dikeluarkan tanggal 6 Juli 2020 disebutkan batasan tarif tertinggi berlaku untuk masyarakat yang melakukan rapid test antibodi atas permintaan sendiri.
Sebelumnya, banyak keluhan dari masyarakat terkaitnya tarif rapid test yang tidak sama dan mahal, berkisar antara Rp 150.000 sampai Rp 900.000.
Selasa kemarin (7/7/2020), Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta Kemenkes memebuat standar harga tes cepat Covid-19, yang juga menjadi salah satu syarat bepergian selama pandemi corona.
• Soal & Jawaban Belajar di Rumah SMP di TVRI 13 Juli: Kenapa saat Bersenang-senang Waktu Terasa Cepat
• Virus Corona di Dunia Hampir Menjangkiti 13 juta Orang, Ini 10 Negara dengan Kasus Tertinggi
• Selang Sehari Setelah Amitabh Bachchan, Aishwarya Rai dan Putrinya Juga Dinyatakan Positif Covid-19
"Apabila standardisasi harga tersebut tidak segera ditetapkan, berpotensi membuka peluang komersialisasi yang akan membebani masyarakat khususnya masyarakat yang akan bepergian," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya.
Sepekan sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga meminta Menteri Keuangan supaya memberikan subsidi rapid test bagi masyarakat pengguna transportasi umum.
Tarif maksimal masih terlalu mahal
Masyarakat yang ingin bepergian dan memasuki wilayah tertentu di Indonesia diharuskan menjalani tes pengujian corona secara mandiri dan tidak gratis.
Sebelum naik kereta atau pesawat udara, misalnya, diperlukan hasil rapid test, tes PCR, atau tes influenza sebagai syarat sebelum naik ke moda transportasi tersebut.
Meskipun tarif tertinggi pemeriksaan rapid test sudah diumumkan di angka Rp 150.000, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai tarif ini masih terlalu mahal, khususnya bagi masyarakat ekonomi lemah.
"Kita apresiasi dengan adanya penetapan Rp 150.000 tersebut, tapi ini belum menjawab terhadap kelompok masyarakat yang secara faktor ekonomi tidak mampu," kata Tulus seperti yang dilansir Antara, Rabu (08/07/2020).
Tulus juga mempertanyakan parameter penentuan tarif tersebut dan sanksi jika terjadi pelanggaran.
Ia mengatakan, tarif ini di masa pandemi masih menyusahkan masyarakat yang menggunakan bus dan kereta api jarak jauh.
Tetapi di luar apakah tarif tersebut masih terlalu mahal atau tidak, yang lebih penting untuk disoroti lebih jauh adalah efektivitas rapid test dalam penanganan Covid-19.
Rapid test memiliki keterbatasan