Gelar Pertemuan, China dan Filipina Meredakan Gejolak Hubungan Kedua Negara Soal Laut China Selatan
Diplomat senior dari kedua negara mengadakan telekonferensi pada hari Selasa atas permintaan Menteri Luar Negeri China Wang Yi,
TRIBUN-BALI.COM - China dan Filipina mulai bergerak meredakan ketegangan hubungan keduanya menyusul sengketa verbal terakhir kedua negara terkait putusan arbitrase 2016 yang menolak klaim Beijing atas Laut China Selatan.
Diplomat senior dari kedua negara mengadakan telekonferensi pada hari Selasa atas permintaan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, seperti dirilis Kementerian Luar Negeri Filipina pada hari Rabu (15/7/2020).
"Kedua pihak menegaskan kembali bahwa isu-isu maritim yang kontroversial bukanlah hal utama dari hubungan bilateral Filipina-China," kata Manila dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Nikkei Asian Review, Kamis (16/7/2020).
Pertemuan itu terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan itu, setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo pada hari Senin meningkatkan retorika Washington terhadap China.
• Akan Terbitkan Inpres untuk Pelanggar Protokol Kesehatan, Presiden Jokowi:Memang Harus Diberi Sanksi
• Fungsi dan Efektifitas Pararem Desa Adat di Bali untuk Tatanan Kehidupan Baru Menurut Praktisi Hukum
• 104 Kotak Vitamin C Bantuan Kimia Farma Diterima Polres Badung
"Klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan sepenuhnya melanggar hukum, seperti kampanye penindasan untuk mengendalikan mereka," kata Pompeo.
Pertemuan antara Wang dan Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin berlangsung sekitar satu jam.
Filipina mengatakan kedua belah pihak sepakat untuk terus mengelola masalah-masalah yang menjadi perhatian dan mempromosikan kerja sama maritim dalam konsultasi persahabatan sambil menyetujui untuk memperkuat kerja sama strategis komprehensif kedua negara.
Wang mengatakan, dengan upaya bersama, China dan Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), situasi di Laut China Selatan tetap stabil secara umum, tetapi AS, di luar kebutuhan geopolitiknya, terus membuat gelombang dan mempromosikan militerisasi di Laut China Selatan, seperti dilaporkan Xinhua.
Wang menambahkan bahwa pernyataan yang baru-baru ini dibuat AS secara terang-terangan melanggar komitmennya untuk memegang posisi netral dalam sengketa Laut China Selatan, dan secara sengaja menaburkan perselisihan antara China dan negara-negara ASEAN dalam upaya untuk memprovokasi konflik dan merusak stabilitas regional.
"Praktik flip-flop AS hanya akan merusak reputasinya sendiri, katanya," menurut laporan Xinhua.
Sementara itu, Pompeo mengatakan dalam jumpa pers di Washington pada hari Rabu bahwa penolakan terhadap klaim maritim China di Laut Cina Selatan terjadi setelah tinjauan hukum yang luas.
Berdasarkan penanda hukum itu, kata Menlu AS itu, AS akan mendukung negara-negara yang menganggap China telah melanggar klaim maritim mereka.
"Kami akan mendukung negara-negara di seluruh dunia yang mengakui bahwa China telah melanggar klaim wilayah hukum mereka," katanya.
"Dan kita akan pergi memberi mereka bantuan yang kita bisa, apakah itu di badan multilateral, apakah itu di ASEAN, apakah itu melalui tanggapan hukum. Kami menggunakan semua alat yang kami bisa."
• Bakti Wiyasa Ajak Anak-anak Mengenal Benda-benda Pertanian Lewat Kegiatan Melukis & Pameran
• Begini Respon Nagita Slavina Saat Raffi Ahmad Ditawari Maju di Pilkada Tangsel 2020
• Prakiraan Cuaca Bali dari BMKG, Hari Ini Kamis 16 Juli 2020
Menandai ulang tahun keempat 12 Juli 2016, yang dipimpin oleh pengadilan arbitrase di Den Haag, Locsin menyebutnya sebagai tonggak sejarah dalam korpus hukum internasional, landasan dari tatanan regional dan internasional berbasis aturan.