Tumpek Landep
300 Keris di Museum Neka Gianyar Diupacarai Saat Tumpek Landep
Koleksi 300 keris itu telah diupacari ritual khusus Tumpek Landep, upacara yang merupakan persembahan suci,
Penulis: I Nyoman Mahayasa | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Pendiri Museum Seni Neka Pande Wayan Suteja Neka menunjukkan koleksi 300 buah keris, termasuk 27 bilah keris pusaka hingga 100 bilah tangguh tua koleksi keris yang disimpan di lantai dua Musem Neka, Jalan Raya Sanggingan Campuhan, Kedewatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, Sabtu (18/7/2020).,
Koleksi 300 keris itu telah diupacari ritual khusus Tumpek Landep, upacara yang merupakan persembahan suci khusus ditujukan untuk semua jenis benda yang terbuat dari besi, logam, dan emas.
Ditemui usai melakukan persembahyangan, pria kelahiran Desa Peliatan, 21 Juli 1935, mengatakan keris-keris koleksi Museum Neka selalu dirawat dengan baik.
Tidak hanya saat ritual Tumpek Landep, juga di hari-hari tertentu selalu diberi minyak khusus yang dioleskan ke semua keris.
Suteja Neka mengatakan, saat perayaan Tumpek Landep, Bhatara Brahma akan memberikan anugerah kehidupan pada setiap senjata kehidupan.
"Itu sebabnya keris diupacarai, namun setajam-tajamnya keris, lebih tajam pikiran manusia," ucapnya.
Dibangunan lantai dua tersebut, tempat keris dibagi menjadi dua ruangan, sebelah barat merupakan tempa keris pamardikan atau keris setelah kemerdekaan, dan di bagian timur diletakkan keris balikuno bersejarah, seperti Keris Ki Baju Rante abad XVIII dari Puri Agung Karangasem, Keris Ki Blang Uyang abad XVIII dari Puri Agung Gianyar, Keris Ki Gagak Petak abad XVII dari Puri Kanginan, Buleleng, Singaraja, Keris Ki Raga Pande Pan Nedeng (nama keris ini diambil sebagai penghormatan untuk kakek buyut Pande Wayan Suteja Neka yaitu Pande Pan Nedeng, yang merupakan mpu keris dari Kerajaan Peliatan, pada waktu dipimpin raja ketiga Ida Dewa Agung Djelantik yang berkuasa pada 1823-1845).
• Upacara Tumpek Landep untuk Keris, Suryana juga Upacarai Keris Warisan dari Zaman Penjajahan
• BREAKING NEWS : Tumpek Landep, Seluruh Kendaraan Operasional BPBD Denpasar Diupacarai
• Tumpek Landep, Tak Hanya Upacarai Sarwa Lancip, Namun Menajamkan Pikiran, Ini Persembahannya
Lalu ada Keris Ki Walung Singkal abad XIV, merupakan keris pusaka turun-temurun untuk menghormati Ki Mantri Walung Singkal dari Kerajaan Bedahulu atas jasa dan keberaniannya menghadapi Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit, dan Keris Ki Pijetan abad XIII yang tercantum dalam prasasti di Pura Dadia Pande Pedukuhan Menanga, Karangasem, prasasti yang telah dibaca oleh budayawan Sira Mpu Sri Dharmapala Vajrapani.
Pande Wayan Suteja Neka menerima gelar Jejeneng Mpu Keris (JMK) karena koleksi, pengetahuan, dan kemampuannya tentang perkerisan.
Gelar tersebut diterimanya tahun 2010 lalu, dalam perhelatan Keris for the World di Galeri Nasional Indonesia.
Ia juga dinobatkan sebagai pelestari budaya keris sekaligus sebagai dewan pakar atas jasa-jasa sebagai pelestari budaya keris di Bali oleh Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI).
Keris telah memperoleh pengakuan dari UNESCO sebagai karya agung warisan kemanusiaan milik seluruh bangsa di dunia pada 25 November 2005.
Kecintaan Suteja Neka pada Keris juga dapat dirunut pada sejarah leluhurnya, Pande Pan Nedeng, yang merupakan empu keris dari masa Kerajaan Peliatan, Ubud.
Setelah Pan Nedeng meninggal, keahlian membuat keris diwariskan kepada anaknya, Pande Made Sedeng, yang tak lain adalah kakek buyut dari Suteja Neka.
Tak hanya keris, di Musem Neka juga disimpan ratusan koleksi lukisan dari maestro, baik yang berasal dari pelukis Indonesia dan pelukis luar negeri.
(*)