Pemanfaatan EBT Mengalami Kendala, Bali Masih Bergantung Pada Energi Fosil
Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Bali sampai saat ini masih mengalami kendala, terutama yang berhubungan dengan kultural.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Bali sampai saat ini masih mengalami kendala, terutama yang berhubungan dengan kultural.
Situasi ini pun menyebabkan Pulau Dewata belum dapat mengurangi ketergantungan dengan energi fosil.
Berdasarkan data Permodelan Long-range Energy Alternatives Planning system (LEAP) Provinsi Bali, bauran sumber energi primer EBT pada tahun 2015 baru sebesar 0.27 persen.
Sementara bauran sumber energi lain sudah jauh lebih besar, seperti batubara yang berada di 19,63 persen, gas 4,39 persen dan minyak 75,71 persen.
• Nekat Menerima 3 Kg Ganja, Beni Dikenakan Dakwaan Alternatif
• Ramalan Zodiak Besok Rabu 22 Juli 2020, Sagitarius Jangan Khawatir, Virgo Jaga Toleransi
• Ditangkap Usai Mengkonsumsi Sabu, Dikenakan Dakwaan Alternatif, Steven dan Oda Keberatan
"Ke depan mesti didorong upaya-upaya pengadaan, pengelolaan dan pemanfaatan EBT ini," kata Koordinator Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali tahun 2020-2050, I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedasteraputri Suyasa saat rapat paripurna ke-10 masa persidangan II tahun 2020 DPRD Bali, Selasa (21/7/2020).
Rapat paripurna DPRD Bali tersebut berisikan dua agenda, yakni sikap/keputusan dewan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Semesta Berencana tahun 2019 dan Ranperda tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali 2020-2050.
Tak hanya di Bali, rendahnya pemanfaatan EBT juga terjadi pada tingkat nasional.
Diah Werdhi mengatakan, berdasarkan data bauran energi tahun 2015 dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) tingkat porsi EBT yang dipergunakan baru sebesar 5 persen.
Rendahnya pemanfaatan dan pengembangan EBT pada pembangkit listrik disinyalir terjadi karena berbagai permasalahan, diantaranya belum adanya insentif untuk pemanfaatan EBT yang memadai; minimnya ketersediaan instrumen pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan investasi; proses perizinan yang relatif rumit dan memakan waktu yang cukup lama di tingkat pusat atau daerah; hingga permasalahan ketersediaan lahan dan tata ruang.
Padahal, Bali sendiri disinyalir mempunyai potensi EBT yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan.
Diah Werdhi memaparkan, menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali 2014-2019, potensi EBT yang terdapat di Pulau Dewata di antaranya berasal dari tenaga air, mini hidro dan makrohidro; serta bioenergi untuk listrik.
Bioenergi untuk listrik sendiri terdiri atas biomass, biogas, surya, angin, energi laut dan panas bumi.
Potensi masing-masing sumber energi tersebut yakni tenaga air 208 MW, mini hidro dan makrohidro 15 MW, biomass 146,9 MW, biogas 44,7 MW, surya 1.254 MWM dan angin 1,019 MW.
Sementara untuk energi laut, secara teoritis potensinya sebesar 5.119 MW, secara teknis 1.280 MW dan secara praktis 320 MW.