Pemanfaatan EBT Mengalami Kendala, Bali Masih Bergantung Pada Energi Fosil
Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Bali sampai saat ini masih mengalami kendala, terutama yang berhubungan dengan kultural.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Kemudian potensi panas bumi secara spekulatif 70 MW, hypothetical 22 MW sehingga secara total 92 MW.
Terdapat juga cadangan possible energi panas bumi sebesar 262 MW.
"Memang potensi energi surya lah yang terbesar, menyusul energi laut, angin/bayu dan lain-lain. Tetapi bauran penggunaan energi dari dari air juga tidak kalah tingginya," kata Ketua Komisi III DPRD Bali itu.
Potensi energi dari air yang dimaksud seperti bendungan di Desa Sidan yang masih sedang dibangun, Bendungan Telaga Tunjung di Tabanan dan Bendungan Titab di Buleleng.
Tak hanya itu, yang tidak kalah besarnya adalah potensi energi Biomass yang bersumber dari sampah.
"Pilihan EBT Biomass ini juga kami sangat rekomendasikan terutama karena akan menyelesaikan dua persoalan sekaligus, timbunan sampah menjadi hilang dan berubah menjadi energi listrik yang kita butuhkan bersama-sama," tuturnya.
Berkaitan dengan penggunaan EBT ini, pihaknya sangat merekomendasikan agar pemerintah pusat sepenuhnya membantu pemerintah daerah dalam hal pendanaan, perizinan, penatalaksanaan, monitoring dan evaluasi sampai dengan pemeliharaan dan operasional.
Menurut Diah Werdhi, keberadaan RUED sebenarnya adalah turunan dari RUEN, sehingga sukses daerah pada saatnya akan menjadi sukses nasional.
Kendala keterbatasan pembiayaan, investasi sistem dan peralatan, termasuk kehandalan sumber daya manusia (SDM) menurutnya sebagai masalah utama bagi daerah untuk mendukung penuh menyelenggarakan pengelolaan sumber EBT.
Salah satu contoh terkait dengan permasalahan pemanfaatan potensi EBT yaitu pada pengembangan panas bumi (geo-thermal).
Diah Werdhi menguraikan, potensi panas bumi di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dan telah dikembangkan sejak tahun 1972.
Namun pemanfaatannya belum optimal karena seringkali terkendala dengan izin khusus, isu kelestarian hutan dan daerah tangkapan hujan.
Hal ini disebabkan lokasi sumber panas bumi di Indonesia umumnya terletak di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.
Kendala lainnya yaitu risiko eksplorasi panas bumi yang masih tinggi, rasio keberhasilan pengeboran yang masih rendah, dan tingginya impor komponen fabrikasi khususnya komponen pembangkit dan fasilitas produksi.
Namun demikian, banyak pelajaran yang bisa ditarik oleh Bali dalam pengembangan EBT dari beberapa proyek percontohan yang sudah pernah ada, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kayubihi-Bangli, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) di Nusa Penida-Klungkung dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Bedugul-Tabanan.
"Semuanya bisa dilakukan studi, evaluasi dan kajian lebih dalam lagi, agar kelak tidak terulang lagi kekeliruan yang sama. Termasuk disiapkan suatu “rem darurat” atau yang dalam strategic planning dikenal sebagai exit strategy, jikalau semua situasi dan kondisi menjadi di luar perhitungan," terangnya. (*).