Terkait Pemakzulan Bupati Faida Oleh DPRD Jember, Mendagri Sebut Keputusan Mahkamah Agung Jadi Acuan

Putusan Mahkamah Agung ini lah yang nantinya akan menjadi dasar Tito Karnavian memberikan keputusan.

Editor: Wema Satya Dinata
(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian 

TRIBUN-BALI.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Tito Karnavian menanggapi kasus pemakzulan terhadap Bupati Jember Faida oleh DPRD setempat.

Tito Karnavian yang sebelumnya diminta DPRD Jember untuk memberhentikan Bupati Faida masih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA).

Putusan Mahkamah Agung ini lah yang nantinya akan menjadi dasar Tito Karnavian memberikan keputusan.

"Bupati Jember ini kan ada istilahnya itu pemakzulan ya, adanya semacam impeachment dari DPRD-nya, maka prosedurnya nanti dari DPRD akan mengajukan ke MA,” ujar Tito, dikutip dari laman resmi Kemendagri, Sabtu (25/7/2020).

Gara-gara Saling Ejek Sebabkan Tawuran Antar Dua Kelompok Pemuda, 1 Orang Tewas

KJM Sebut Gerindra Segera Turunkan Rekomendasi ke Tamba-Ipat, Ajak PKB Gabung Jadi Gong di Koalisi

Ingin Buat Sate Kambing? Berikut Tips Membuat Daging Kambing agar Empuk dan Tidak Alot

Dalam uji materi itu, kata Tito, nantinya akan dibuktikan apakah pemberhentian Bupati Jember sudah cukup bukti atau tidak.

Ia menegaskan pihaknya menghormati proses hukum yang berlaku.

“MA nanti akan menguji, setelah menguji semua apa ada buktinya segala macam, di situ tentu ada hak untuk membela diri dari yang dimakzulkan katakanlah begitu Bupati Jember, nanti apapun hasil keputusan MA baru nanti akan diserahkan kepada Mendagri,” jelas Tito.

Menurut Tito, dalam pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diatur tentang ketentuan pemberhentian kepala daerah.

Bunyi aturan itu, diantaranya kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diusulkan kepada Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban.

“Nanti Mendagri akan memberikan keputusan berdasarkan pengujian dari MA,” tambah Tito.

Alasan Pemakzulan

Sebelumnya diberitakan, DPRD Jember memutuskan memakzulkan Faida dari jabatannya sebagai bupati secara politik, yakni melalui sidang paripurna Hak Menyatakan Pendapat (HMP) pada 22 Juli 2020.

Semua fraksi sepakat untuk memberhentikan bupati perempuan pertama di Jember itu.

Bupati Faida dinilai telah melanggar sumpah janji dan jabatan, serta peraturan perundang-undangan.

Anggota dewan menilai bupati telah melakukan pelanggaran berat dalam hal tata pemerintahan.

Beberapa indikasi pelanggaran yang disebutkan oleh pengusul HMP antara lain;

Suami Curiga Dengar Rintihan Istrinya, Ternyata Tukang Pijat di Surabaya Ini Berbuat Kebablasan

Sebelum Membeli Tiket Pesawat, Perhatikan 6 Hal Ini, Soal Bagasi hingga Makanan di Dalam Pesawat

Niat Salat Idul Adha, Lengkap dengan Tata Cara dan Imbauan Pelaksanaannya di Masa Pandemi Covid-19

Pertama, kebijakan Pemkab Jember sehingga tidak mendapatkan kuota formasi CPNS tahun 2019.

Kedua,  kebijakan perihal ASN yang ditengarai tidak sesuai dengan UU ASN nomor 5 Tahun 2015.

Ketiga,  kebijakan tentang penerbitan dan pengundangan Peraturan Bupati tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja (KSOTK) 30 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang diduga melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Keempat, kebijakan tentang pengadaan barang dan jasa yang diduga melanggar ketentuan Perpres No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Setelah proses politik selesai, keputusan dan pendapat DPRD Jember itu bisa diujikan ke Mahkamah Agung.

MA yang bakal menguji melalui persidangan, sebelum memberikan keputusan.

Usai rapat paripurna, Wakil Ketua  DPRD Jember, Ahmad Halim mengatakan, melalui paripurna tersebut, DPRD Jember secara politis telah memberhentikan bupati dari jabatan.

"Secara politis, DPRD Jember memberhentikan bupati Jember dari jabatan. Selanjutnya proses administrasi akan kami lakukan, yakni membawa pendapat ini ke Mahkamah Agung. MA yang akan mengujinya. Untuk berapa lama prosesnya di MA, itu tergantung MA. Tetapi berdasarkan aturan MA memiliki waktu 30 hari berkas masuk dan teregister," kata Halim.

Dia mengakui proses setelah dipakainya HMP, masih panjang. Karena harus melewati mekanisme di MA. "Amanat UU begitu bunyinya," imbuh Halim.

Lalu kapan dewan akan mendapatkan berkas pendapat DPRD Jember ke MA?.

"Kalau soal itu menunggu waktu, menunggu kalkulasi politik. Lazimnya 90 hari setelah HMP. Tetapi di aturan, tidak menyebut batas kedaluwarsa berkas didaftarkan ke MA," lanjutnya.

Karenanya, meskipun secara politis DPRD Jember telah memakzulkan Bupati Faida dari jabatan bupati Jember, selama belum ada surat keputusan (SK) dari presiden atau Mendagri, maka dia masih menjabat sebagai bupati Jember.(*)

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Jawaban Mendagri Soal Pemakzulan Bupati Faida Oleh DPRD Jember, Keputusan Mahkamah Agung Jadi Acuan,

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved