Ada di wilayah KRB, Frontier dan Walhi Bali Protes Rencana Pembangunan Pusat Kebudayaan di Klungkung

Protes diajukan lantaran proyek Pusat Kebudayaan Terpadu dibangun di kawasan rawan bencana dengan intensitas tinggi.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Dokumentasi Walhi Bali
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, I Made Juli Untung Pratama menyampaikan nota protes terkait rencana proyek Pusat Kebudayaan Terpadu di Kabupaten Klungkung dalam Konsultasi Publik Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) di Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, Selasa (4/8/2020). Nota protes diterima oleh Kepala DKLH Provinsi Bali, I Made Teja 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali mengajukan protes keras terkait rencana proyek Pusat Kebudayaan Terpadu di Kabupaten Klungkung.

Protes diajukan lantaran proyek Pusat Kebudayaan Terpadu dibangun di kawasan rawan bencana dengan intensitas tinggi.

Nota protes langsung diserahkan oleh perwakilan dari Walhi Bali dan diterima oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, I Made Teja.

Direktur Eksekutif Walhi Bali, I Made Juli Untung Pratama mengingatkan, bahwa lokasi pembangunan proyek tersebut berada di kawasan rawan bencana.

Kubu Massker Yakin ‘Akar Rumput’ Hanura Tak ke Dana-Artha pada Pilkada Karangasem 2020

Bertambah, Pasien Covid-19 yang Meninggal di Karangasem

Berbalik Arah, Hanura Tinggalkan Massker Lalu Dukung Dana-Artha di Pilkada Karangasem

 Ia menyitir pernyataan Presiden RI Joko Widodo pada Juli 2019 lalu yang mengatakan bahwa "Indonesia berada di kawasan cincin api rawan bencana. Kalau di satu lokasi di daerah rawan gempa atau banjir, ya harus tegas disampaikan, jangan dibangun Bandara, bendungan dan perumahan”. Statemen ini dikatakan Presiden Jokowi pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Istana Negara.

"Walaupun itu disampaikan di Rakornas BMKG, pernyataan tersebut kami maknai sebagai perintah, baik untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tidak terkecuali Pemerintah Provinsi Bali," kata Untung Pratama dalam Konsultasi Publik Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) di DKLH Provinsi Bali, Selasa (4/8/2020).

Untung Pratama mengatakan, dalam dokumen KA-ANDAL rencana Pusat Kebudayaan Terpadu dinyatakan bahwa pembangunan proyek terletak pada kawasan rawan gempa bumi tinggi.

Kemungkinan gempanya bisa mencapai magnitudo 7 SR lebih, yang menurut BMKG sudah dapat merusak bahkan merobohkan bangunan.

Disamping itu dalam kajian Tsunami KA-ANDAL, proyek ini berada pada episentrum 60 kilometer, sehingga apabila diguncang gempa berkekuatan 6,5 SR maka akan berpotensi terjadi tsunami.

“Gempabumi dengan skala intensitas VII-VIII Modified Mercally Intensity (MMI). Menurut BMKG sudah dapat merusak bahkan merobohkan bangunan,” tegasnya.

Dalam peta potensi tsunami rencana pembangunan Pusat Kebudayaan Terpadu juga berada pada kawasan potensi tsunami tinggi.

Apabila tsunami terjadi mencapai kecepatan 50 km maka energinya akan merusak pantai yang dilaluinya.

Selain berpotensi gempa dan tsunami, kawasan pembangunan Pusat Kebudayaan Terpadu juga berada di kawasan rawan bencana Gunung Api, tepatnya masuk pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) I.

Kawasan ini berpotensi terlanda lahar/banjir dan kemungkinan akan terkena perluasan lahar/awan panas.

Pasien Positif Covid-19 di Buleleng Bertambah Empat Orang

Anggaran Terbatas, 12 Desa di Buleleng Tak Mampu Salurkan BLT Dana Desa Gelombang Kedua

Grab Hadirkan 5 Solusi #TerusUsaha di Bali untuk Dorong Digitalisasi UMKM

Untung Pratama juga menguraikan bahwa rencana proyek Pusat Kebudayaan Terpadu di kawasan rawan bencana tinggi tersebut juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas komersial.

Berbagai fasilitas komersial itu seperti marina, apartement, hotel, olahraga, convention hingga pelabuhan yang sedikitnya akan menampung kurang lebih 15.000 orang.

Ia menegaskan bahwa apabila proyek tersebut dibangun di lokasi tersebut maka akan menjadi kuburan massal apabila terjadi bencana gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api.

"Kami khawatir lokasi tersebut menjadi kuburan massal karena potensi bencana tinggi sekali," tegasnya dalam pertemuan tersebut yang juga dihadiri perwakilan dari Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Provinsi Bali sekaligus sebagai pemrakarsa proyek, I Nengah Riba itu.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar Kepada DKLH agar memberikan penilaian KA ANDAL Rencana Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali Terpadu di Kabupaten Klungkung tidak layak.

Selain itu pihaknya berharap agar DKLH juga merekomendasikan kepada Gubernur Bali agar mengeluarkan surat edaran larangan dan selanjutnya menolak seluruh rencana proyek yang dibangun di KRB.

Kepala DKLH Provinsi Bali, I Made Teja mengatakan, berbagai masukan perbaikan terkait KA-ANDAL akan dikaji terlebih dahulu guna melengkapi dokumen sebagai kajian tambahan.

 Apalagi lokasi pembangunan Pusat Kebudayaan Bali Terpadu sejarahnya dulu sampai sekarang merupakan kawasan yang berisiko.

 Oleh karena itu, pihaknya perlu kajian dalam pengelolaan pembangunan tersebut.

"Ya silakan memberikan masukan, kan tidak masalah. Makanya di situ juga kita libatkan Walhi juga ikut sebagai memberikan masukan-masukan," kata Teja saat dikonfirmasi Tribun Bali melalui sambungan telepon dari Denpasar.

Teja menegaskan, nantinya rencana proyek tersebut akan terus dikasi lebih lanjut dengan mengikuti masukan-masukan dari tim ahli.

Ia mengatakan, proses KA-ANDAL baru proses awal agar dapat diketahui bagaimana proyek tersebut, dampak apa yang bakal muncul, tim ahli apa saja yang perlu dilibatkan dan data pendukung apa saja yang harus disiapkan oleh pihak konsultan.

Berbagai hal tersebut disiapkan agar memenuhi persyaratan secara aturan yang berlaku.

"Itu arahnya di situ. Setelah itu dipenuhi baru nanti tindaklanjuti dengan AMDAL lagi. Tapi prosesnya masih panjang," tuturnya.

Namun Teja mengatakan, rencana lokasi pembangunan Pusat Kebudayaan Bali Terpadu dari segi tata ruang sudah tidak ada masalah.

 Hanya saja nantinya berbagai dampak yang ditimbulkan perlu dikaji lebih lanjut.

"Kita belum bicara layak dan tidak layaknya. Ini kan masih dalam proses dari kajian lingkungannya seperti apa. Berbagai kajian harus kita ungkap dulu di situ. Kalau nanti ada persoalan mitigasinya juga seperti apa supaya tidak menimbulkan masalah," kata dia.

"Kan itulah tugas daripada fungsi kajian lingkungan itu dari sisi segala hal dilihat, terkait ekonominya, sosial budayanya, hukumnya, konservasinya. Dampak pasti ada, tapi bagaimana cara mengendalikan dampak, supaya dampak itu menjadi dampak yang positif," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved