Aksi Damai Ajegkan Tradisi Bali
Calonarang di Depan Bajra Sandhi, Sisi Lain dalam Aksi Tolak HK di Bali
Ada yang menarik dalam aksi damai dari Forum Komunikasi Taksu Bali di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Bajra Sandhi, Renon, Denpasar, Senin
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Ada yang menarik dalam aksi damai dari Forum Komunikasi Taksu Bali di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Bajra Sandhi, Renon, Denpasar, Senin (3/8/2020).
Aksi ini merupakan aksi penolakan terkait berkembangnya ajaran Hare Krisna (HK) di Bali.
Setelah dilaksanakannya pecaruan untuk nyomya Covid-19, dilanjutkan dengan fragmentari calon arang dari Sangar Bima Sakti.
Saat pelaksanaan pementasan calonarang ini, puluhan orang kerauhan.
Mereka menusuk rangda dengan keris maupun dengan bambu runcing.
Tak hanya menusuk dengan bambu runcing, juga memukul dengan bambu.
• BREAKING NEWS-Ribuan Orang Gelar Aksi Damai Ajegkan Tradisi Bali di Depan Bajra Sandhi
Teriakan histeris pun terdengar dari mereka yang kerauhan ini.
Setelah calonarang ini dilanjutkan dengan pemampilan dua orang penari joged dan juga orasi dari masing-masing kelompok yang hadir.
Yang paling menarik dari parade ini juga dihadirkan 30 watangan matah.
Watangan matah ini dipikul mengelilingi area pementasan.
Setelahnya mereka dibaringkan berjajar di atas karpet hijau.
Beberapa orang kemudian ngundang, memanggil leak atau mereka yang sakti untuk "mencoba" watangan matah tersebut.
Setelah watangan matah dihidupkan, dilanjutkan dengan pementasan calonarang kedua yang menampilkan dua rangda dari Sanggar Seni Bhuana Sidhi, Cau Belayu, Tabanan.
Penasehat Taksu Bali, Ida Bhagawan Agra Sagening menekankan agar semua umat Hindu Bali ngajegkan adat dan budaya Bali.
Jangan sampai meninggalkan adat, budaya dan tradisi yang diwariskan leluhur.
"Dahulu 11 sekta sudah dilebur menjadi satu, sehingga ada Pura Samuhan Tiga dan agama Hindu ajeg menjadi satu bernama Siwa Sidanta," kata Ida.
Ida pun mendukung penuh PHDI untuk mengambil sikap tegas agar Hare Krisna keluar dari tubuh PHDI dan agama Hindu Bali.
Ketua Taksu Bali Dwipa, Cokorda Bagus Oka mengatakan bahwa tahun 1001 semua sampradaya yang ada di Bali telah disatukan oleh Mpu Kuturan.
"Menjadi satu namanya agama tirta, sudah bersatu dan saat ini diusik kembali dengan adanya sampradaya baru. Kami tidak melarang mereka mendalami aliran tertentu, asal jangan merongrong adat dan budaya agama Hindu Bali kami," katanya.
Sementara Koordinator Lapangan Aksi, I Putu Agus Yudiawan mengatakan acara ini bertujuan untuk menggugah PHDI agar peduli dengan keberadaan Hindu Bali.
"Kita mendukung PHDI yang pro dengan perjuangan kami dan melakukan reformasi yang tidak sesuai. Ini tujuannya untuk menggugah para petinggi termasuk PHDI Pusat agar terbuka mata hati mereka dan tidak diam," katanya.
Ia menambahkan, kegiatan ini tidak dilandasi rasa kebencian.
"Ini kami lakukan untuk mengaajegkan agama, adat dan tradisi Bali," katanya.
Ia mengatakan bahwa tahun 1984 telah keluar surat keputusan Jaksa Agung Nomor 107/JA/5/1984 tentang larangan Hare Krishna di seluruh Indonesia.
Selain itu ajarannya juga dianggap bertentangan dengan Hindu Bali baik dari segi teologi, filsafat, maupun tatwa.
Ada tiga tuntutan yang disampaikan dalam acara ini yakni mencabut surat penaungan PHDI kepada Hare Krisna.
Kedua PHDI sebagai majelis tertinggi Agama Hindu mengeluarkan statemen bahwa HK bukan Hindu Nusantara.
Ketiga meminta Kejaksaan Agung menjalankan SK yang telah dikeluarkan dengan menarik semua dokumen HK, termasuk buku, dan menutup semua asram HK di seluruh Bali dan nusantara.
Terkait aksi tersebut, Ketua PHDI Bali, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan hal itu sah-sah saja.
Sepanjang aksi tersebut tak melanggar Undang-undang dan dilakukan dengan damai.
"Saya melihat sah-sah saja melaksanakan program untuk atraksi budaya, karena salah satu cara menyamaikan aspirasi adalah dengan itu. PHDI tidak pernah melarang karena tidak ada kewenangan berkaitan dengan itu,' kata Sudiana.
Terkait polemik Hare Krisna di Bali, pihaknya mengaku sudah melakukan pembahasan internal dengan pengurus harian, tim hukum, walaka, sampai pada rapat gabungan PHDI seluruh Bali.
"Rapat gabungan memunculkan tim mediasi, komunikasi dan kordinasi terkait polemik HK di Bali. Masukan-masukan yang kita verifikasi dan kumpulkan sudah dibawa ke pusat (PHDI Pusat) tanggal 30 Juli dengan langsung menghadap dan diterima pak Wisnu (Wisnu Bawa Tenaya)," kata Sudiana.
Pihaknya pun mengaku belum ada jawaban resmi dari PHDI pusat karena pusat masih menunggu beberapa tahapan yang harus dilalui mulai dari koordinasi dengan sabha walaka, juga koordinasi dengan sabha pandita.
Dikarenakan tidak ada jawaban dari PHDI Pusat dan Dirjen Bimas Hindu, pihaknya pun mengeluarkan surat pernyataan.
Dalam pernyataan tersebut berisi tiga poin yakni pertama mengusulkan pencabutan Hare Krisna/ISKCON dari pengayoman PHDI Pusat.
Kedua PHDI Bali melarang Hare Krisna/ISKCON melakukan kegiatan di luar ashram dan di pura seluruh Bali.
Hal ini bertujuan agar tak jadi benturan dalam pelaksanaannya.
Dan ketiga meminta PHDI Pusat untuk memberikan keputusan secepatnya terhadap keberadaan Hare Krisna ini.
"PHDI Bali membuat keputusan itu supaya umat tahu bahwa PHDI Bali sudah bekerja sejak 30 Maret dan kami tidak diam. Kenapa lamban? Ini sudah cepat, karena ada mekanisme dalam setiap membuat keputusan, kami harus ketemu sulinggih, ketua paruman welaka, dan pengurus harian agar tak menyalahi AD/ART dan Undang-undang," katanya.
PHDI Bali juga telah mengundang dari pihak Hare Krisna dan sepakat membuat pernyataan tidak akan melaksanakan kegiatan di luar ashram. (*)