Dipercaya sebagai Titisan Siluman, Buaya Raksasa Ini Dipotong Kepalanya & Dikubur via Ritual Khusus

Kendati sudah mati, warga setempat meyakini jika buaya raksasa tersebut harus dikuburkan dengan ritual khusus.

Editor: Ady Sucipto
Bangka Pos/Fery Laskari
Buaya Sungai Kayubesi yang mati diangkut menggunakan alat berat untuk dimakamkan, Rabu (5/8/2020) 

TRIBUN-BALI.COM, BANGKA - Setelah berhasil ditangkap warga Desa Kayu Besi, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, buaya berukuran raksasa 4,5 meter akhirnya mati. 

Kendati sudah mati, warga setempat meyakini jika buaya raksasa tersebut harus dikuburkan dengan ritual khusus

Bahkan kepala dan bagian badannya dipotong. Lalu kemudian bagian tubuh buaya raksasa tersebut dikubur terpisah. 

Pasalnya warga sekitar meyakini dan memiliki sebuah kepercayaan bahwa buaya penguasa sungai Kayubesi tersebut adalah titisan siluman, sehingga tidak bisa dikuburkan di satu lokasi.

Sekretaris Desa Kayu Besi Junaidi mengatakan, buaya tersebut dipotong, kemudian dibungkus kain kafan dan dikubur di lokasi terpisah.

Cara demikian dilakukan karena masyarakat khawatir buaya yang dipercayai sebagai siluman itu bisa hidup lagi.

"Ada pawang yang mengiringi penguburan dengan ritual, karena buaya itu telah mengganggu manusia. Jadi dianggap sudah menyalahi kodratnya," kata Junaidi saat dihubungi, Kamis (6/8/2020).

Adapun buaya tersebut diduga mati karena faktor kelelahan setelah ditangkap warga menggunakan umpan monyet pada Senin lalu.

Seorang warga bernama Tarmizi membenarkan adanya ritual penguburan buaya di kalangan masyarakat pedesaan.

"Masyarakat meyakini ada kerajaan buaya. Dengan manusia ada perjanjian tidak boleh saling mengganggu," ujar Tarmizi.

Ritual penguburan buaya yang diperkirakan telah berumur 50 tahun itu menarik perhatian warga.

Sebelumnya, informasi mengenai keberadaan buaya raksasa itu menjadi viral di media sosial.

Sebuah video yang beredar memperlihatkan saat bangkai buaya tersebut dibawa menggunakan buldoser melewati jalan raya.

Kepercayaan masyarakat setempat

Sejarawan sekaligus budayawan Pangkalpinang Akhmad Elvian mengatakan, berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, gangguan yang terjadi atas kemunculan buaya biasanya disebabkan karena ada kesalahan atau ulah manusia.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved