Kementerian Agama RI Lantik Dirjen Bimas Hindu dan 4 Pejabat Eselon 1 Lainnya
Menteri Agama RI, Jenderal TNI ( Purn) Fachrul Razi melantik lima pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Agama RI, salah satunya Direktur Jenderal
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
"Ini menjadi tantangan yang cukup berat. Namun bukan berarti beliau tidak bisa bekerja," kata pria yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Sekretaris DPP Peradah Indonesia Bali ini.
Ia juga menyoroti visi misi dari Seto yang mempunyai visi misi membangun Hindu dari pinggiran.
Baginya hal itu menjadi kunci, sebab selama ini harus diakui bahwa pembangunan Hindu di Indonesia masih sangat Bali sentris.
Oleh karena itu, pihaknya dari DPP Peradah Indonesia Bali berharap agar Dirjen Bimas Hindu yang baru bisa berkolaborasi atau bekerja sama dengan siapapun, baik organisasi, lembaga pemerintah maupun non-pemerintah untuk mengembangkan kultur Hindu di manapun berada.
"Khususnya kami Peradah organ Hindu di Bali sebagai representasi dari hal itu juga siap untuk bekerja sama," tegas Alumni Magister Ilmu Komunikasi IHDN Denpasar ini.
• Tambang Pasir Harus Dilarang, Fraksi Demokrat Urai Pasal Rawan di Ranperda RZWP3K
• Kemenkeu Sudah Kumpulkan 208.000 Nomor Rekening Pekerja untuk Program BLT Rp 600 Ribu Per Bulan
Agus Widiantara mengaku telah menjadi mitra kerja dari Seto sudah dari tahun 2015, tepatnya semenjak masih menjadi sekretaris dan kini berlanjut sebagai Ketua di DPP Peradah Bali.
Ke depan, ia berkeyakinan bahwa DPP Peradah Indonesia Bali siap bekerja sama dengan Dirjen Bimas Hindu, terutama dalam bidang literasi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Selain dengan organisasi, lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan, Widiantara berharap Seto bisa berkoordinasi dengan tokoh-tokoh umat Hindu yang tersebar di Indonesia, khususnya di Bali.
"Harus diakui pemimpin lembaga ini (Ditjen Bimas Hindu) sekarang, maaf etnisnya Jawa, dan ini menjadi tantangan karena sebagian besar kini kebangkitan Hindu kiblatnya dalam tanda kutip adalah di Bali," kata dia.
"Jadi mau tidak mau, suka tidak suka beliau harus membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh di Bali, terlepas dari beliau memiliki sikap/kebijakan yang saya kira universal atau merangkil nantinya. Saya kira itu penting juga karena kita akan membangun Hindu yang lebih lengkap, untuh dan komprehensif dalam konteks nusantara, ke-Indonesia-an lah," imbuhnya.
Selanjutnya, yang menjadi catatan Widiantara yakni mengenai masalah keutamatan Hindu di Indonesia, khususnya mengenai data keumatan.
Baginya data keumatan di Indonesia yang harus dibereskan karena selama ini terjadi tumpang tindih antara Ditjen Bimas Hindu, Badan Pusat Statistik (BPS) maupun dengan majelis keumatan.
"Ini harus butuh penyinkronan serius. Jadi Dirjen Bimas Hindu yang baru memiliki tantangan besar di bidang pendataan," kata dia.
Widiantara menegaskan bahwa data keutaman di Indonesia ini menjadi sangat penting, sebab sudah dijadikan sebagai media dalam pengembangan kebijakan dan anggaran.
Apalagi jika berbicara mengenai anggaran, hal itu baginya sangat penting untuk berbagai sektor dan bidang.