Tak Gentar dengan Rudal Dongfeng Tiongkok, AS Malah Gelar Latihan Kapal Induk di Laut China Selatan

China juga baru saja memamerkan rudal Dongfeng 26 (DF-26) yang dijuluki sebagai Pembunuh Kapal Induk.

Editor: Wema Satya Dinata
Wikipedia
Kapal induk USS Gerald R Ford. 

TRIBUN-BALI.COM - Seolah tak gentar dengan rudal Dongfeng China, Amerika Serikat (AS) malah nekat menggelar latihan kapal induk di Laut China Selatan baru-baru ini.

Padahal, China juga baru saja memamerkan rudal Dongfeng 26 (DF-26) yang dijuluki sebagai Pembunuh Kapal Induk.

Tapi tampaknya rudal China itu tak membuat Amerika Serikat gentar.

Dalam pernyataan yang dibagikan Angkatan Laut AS, kelompok yang dipimpin USS Ronald Reagan melakukan operasi penerbangan, latihan stabilitas maritim kelas atas, serta latihan intens.

Daftar Merek Mobil Terlaris Periode Juli 2020, Toyota Tetap Juara

Terjadi Keributan & Kericuhan Antar Kader, Musda Golkar Jembrana Akhirnya Ditunda

Meski Ada di Lahan Pribadi, Baliho Bersifat Provokasi dan Tak Berizin di Gianyar Tetap Ditertibkan

Mengutip dari Al Jazeera, Senin (17/8/2020), latihan itu dilakukan di tengah ketegangan yang meningkat antara Amerika Serikat dan China.

Terkait hal ini, Komandan Angkatan Laut AS Joshua Fagan, perwira operasi udara Satgas 70 di kapal USS Ronald Reagan buka suara.

“Integrasi bersama dengan mitra kami sangat penting untuk memastikan daya tanggap dan mempertahankan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka,” kata pernyataan itu, dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'Tribunnews.com dengan judul Kapal Induk Angkatan Laut AS Lakukan Latihan di Laut China Selatan'

Sebelumnya diberitakan, Pasukan Roket Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) meluncurkan rudal balistik anti-kapal jarak menengah bertajuk Dongfeng 26 (DF-26) dalam latihan yang masih berlangsung.

Peluncuran rudal tersebut setelah Amerika Serikat (AS) mengirim dua kapal induk ke Laut China Selatan, serta mengadakan latihan militer bersama dengan India, Jepang, dan Australia di Samudera Hindia dan Laut Filipina.

Mampu menyerang target bergerak di laut, DF-26 mendapat julukan "pembunuh kapal induk".

Brigade Rudal Pasukan Roket PLA baru-baru ini memulai latihan konfrontasi lintas regional.

Mereka melakukan latihan di gurun, medan yang rumit seperti hutan, simulasi serangan kimia, dan penyamaran kendaraan yang membawa rudal untuk menghindari deteksi satelit, dengan meluncurkan rudal DF-26.

Menurut Global Times mengutip laporan CCTV, latihan tersebut mengasah kemampuan reaksi cepat Pasukan Roket PLA, dan misi semacam ini akan berlanjut dalam satu hingga dua bulan ke depan.

Pengamat militer China mencatat, ini adalah demonstrasi peluncuran DF-26 yang langka.

Meremajakan Tubuh lewat Detoks Sehat, Bagaimana Caranya?

Yamaha Generasi 125 E-Sport Competition 2020, Main Mobile Legends Bisa Dapat Motor?

Tren Mengerikan, Teknik Siksa Boneka Teddy Bear agar Anak Mau Makan Viral

Pada Januari 2019, peluncuran DF-26 diperlihatkan kepada masyarakat umum untuk pertama kalinya.

Song Zhongping, ahli militer China, mengatakan kepada Global Times pada Kamis (6/8/2020), latihan terbaru menunjukkan DF-26 telah memperoleh kemampuan yang lebih kuat dalam skenario pertempuran nyata, termasuk manuver lintas regional, dan tidak bergantung pada situs peluncuran.

Juru bicara Kementerian Pertahanan China Kolonel Senior Wu Qian menyebutkan dalam konferensi pers April 2018 lalu, DF-26 telah bergabung dengan Pasukan Roket PLA, dan rudal itu bisa membawa hulu ledak konvensional dan nuklir.

Bukan cuma itu, DF-26 mampu melancarkan serangan presisi pada sasaran di darat dan kapal-kapal medium juga besar di laut.

Song mengungkapkan, DF-26 dan DF-21D, yang juga bisa menargetkan kapal perang tetapi pada jarak yang lebih pendek, telah memberi PLA kemampuan untuk secara efektif menyerang kapal induk pada jarak jauh juga dekat.

Latihan peluncuran DF-26 menunjukkan, AS tidak bisa menggunakan kapal induknya untuk campur tangan dalam urusan internal China dan mengancam keamanan nasional Tiongkok lagi, Song menegaskan.

"AS harus sepenuhnya memahami, PLA tidak seperti pada 1995 atau 1996. China memiliki kemampuan untuk membuat AS kehilangan kapal induknya, dan ini adalah penghalang utama yang harus China tunjukan," sebut dia.

DF-26 diperkirakan memiliki jangkauan 4.500 kilometer, menurut sebuah laporan situs berita China, china.com.cn.

Artinya, DF-26 bisa menjangkau banyak wilayah perairan Pasifik Barat dan Samudra Hindia, bahkan mencapai fasilitas militer AS di Guam, Darwin, serta Diego Garcia.

China Cemas dengan Pesawat Pengintai AS

Setelah bangga memamerkan uji coba rudal Dongfeng, China kini malah cemas dengan aksi pesawat pengintai Amerika Serikat di Laut China Selatan.

Sumber militer China mengungkapkan bahwa misi pesawat pengintai Angkatan Udara AS sangat berbahaya bagi penerbangan penumpang di atas Laut China Selatan.

Sumber tersebut mengatakan bahwa militer AS memiliki beberapa jenis pesawat pengintai yang dikembangkan di platform pesawat komersial.

Biasanya pesawat pengintai itu mengikuti rute penerbangan sipil sebagai perlindungan ketika mendekati wilayah udara China.

Seperti dilansir dari Kontan dalam artikel 'China: Pesawat mata-mata AS di Laut China Selatan ancam keselamatan penerbangan sipil'

AS dilaporkan telah meningkatkan kegiatan pengintaiannya di dekat pantai selatan China dalam beberapa pekan terakhir.

Hal itu mendorong Menteri Pertahanan China Wei Fenghe untuk memulai panggilan telepon selama 90 menit dengan Menhan Amerika, Mark Esper.

Sumber itu mengatakan pesawat E-8C milik AS awalnya diidentifikasi oleh sistem radar kontrol udara di provinsi selatan Guangzhou sebagai pesawat komersial, terbang pada ketinggian lebih dari 9.000 meter (29.500 kaki) di atas Laut Cina Selatan.

Tapi ketika terbang di dekat ibu kota provinsi Guangdong, pesawat itu diidentifikasi sebagai pesawat militer Amerika.

"Itu mungkin saja menyebabkan kecelakaan atau kesalahan penilaian di tengah meningkatnya ketegangan antara militer China dan AS," kata sumber itu, Rabu (12/8/2020).

“Menggunakan pesawat sipil sebagai perlindungan adalah operasi umum bagi Amerika dan sekutu dekat mereka, Israel.

Tapi Laut Cina Selatan adalah salah satu wilayah udara internasional tersibuk di dunia, yang dapat membahayakan pesawat sipil," lanjutnya.

Lu Li-shih, mantan instruktur di Akademi Angkatan Laut Taiwan mengatakan banyak angkatan laut dan angkatan udara memainkan trik untuk menutupi aktivitas militer mereka, yang dapat menyebabkan masalah keselamatan bagi maskapai penerbangan dan kapal sipil jika operator militer di darat gagal.

“Ada beberapa kecelakaan yang terjadi ketika pasukan pertahanan rudal di darat gagal memverifikasi dengan hati-hati pesawat yang mengganggu,” kata Lu.

Pada 7 Januari 202 lalu, sebuah pesawat penumpang Boeing 737 Ukraina ditembak jatuh oleh pasukan Iran segera setelah lepas landas dari Teheran dan menewaskan semua 176 penumpang dan awak.

Iran mengatakan pesawat itu telah disalahartikan sebagai target musuh dalam kasus human error.

Kecelakaan serupa terjadi pada 1 September 1983 ketika Boeing 747 Korean Air Lines ditembak jatuh oleh pencegat Su-15 Soviet dalam perjalanan dari New York ke Seoul.

Semua 269 penumpang dan awak tewas dalam insiden itu, yang terjadi karena angkatan udara Soviet menanggapi pesawat tersebut sebagai "jet mata-mata AS yang mengganggu".

Collin Koh, seorang peneliti di Institut Studi Pertahanan dan Strategis Singapura, mengatakan semua departemen kontrol lalu lintas udara militer dan sipil di seluruh dunia menggunakan sinyal "identifikasi teman atau musuh" (IFF) berbasis radar untuk melakukan verifikasi pesawat.

Selain itu masalah keselamatan seharusnya tidak menjadi perhatian jika pesawat militer menjaga jarak aman dari penerbangan sipil.(*)

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Tak Gentar dengan Rudal Dongfeng China, Amerika Serikat Latihan Kapal Induk di Laut China Selatan,

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved