Mengenang Wiji Thukul, Aktivis yang Bersuara dengan Puisi-puisinya, Ungkap Berbagai Ketidakadilan
Melalui aksi dan puisi-puisinya ia selalu berusaha mengungkapkan berbagai ketidakadilan dan pengingkaran harkat dan martabat manusia.
Di SMPN III Solo, ia bergabung dalam grup teater, dan aktif menghadiri diskusi dan pergelaran seni.
• 55 Pegiat Sastra Bali Modern Peringati HUT ke-75 RI dengan Membaca Cerpen & Puisi Bali Online
Antara aksi dan puisi
Nama Wiji Thukul mulai populer sebagai penyair dan seniman, seiring munculnya dilema berupa pilihan dan risiko-risiko.
Puisi-puisinya mulai menyebar di berbagai majalah dan koran dalam dan luar negeri, diundang ke berbagai kampus di Jawa Tengah dan Yogyakarta, juga ke Australia.
Buku kumpulan puisinya yang diterbitkan misalnya Puisi Pelo, Darman dan Lain-lain, Mencari Tanah Lapang (terbitan Manus Amici, Leiden Belanda 1994), serta Tumis Kangkung Comberan yang akan diterbitkan oleh Yayasan Garba Budaya Jakarta, Juli 1996.
Tahun 1991 ia memperoleh hadiah sastra Wertheim Encourage Award.
Thukul adalah seniman pertama bersama Rendra yang memperoleh penghargaan sejak yayasan itu didirikan untuk menghormati sosisolog dan ilmuwan Belanda WF Wertheim.
Terjun dalam aksi demonstrasi dan solider dengan penderitaan rakyat yang diperlakukan tidak semena-mena, dikatakannya sebagai "panggilan hidupnya".
"Yang mengherankan, di antara kita yang masih punya banyak pilihan untuk menerima panggilan itu, ternyata lebih sering memilih rasa aman. Bagi saya panggilan itu seperti menyeru-nyeru seperti banjir," kata Thukul.
Sosoknya mungkin sudah tidak lagi bisa ditemui, namun semangat perlawanannya masih terus hidup di negeri ini, bahkan hingga generasi mendatang.
Kalimat yang disampaikan oleh Thukul dalam puisinya yang berjudul "Peringatan" hinga kini terus dibacakan saat aksi atau demonstrasi. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul, Mengenang Wiji Thukul, Aktivis yang Bersuara dengan Puisi-puisinya, https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/26/205937465/mengenang-wiji-thukul-aktivis-yang-bersuara-dengan-puisi-puisinya?page=all