Soal Potensi Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa, Pakar Sarankan 3 Langkah Mitigasi Ini
Pakar tsunami mengingatkan pentingnya upaya mitigasi dalam merespons hasil kajian riset potensi tsunami 20 meter di selatan Jawa
2. Sistem peringatan dini tsunami harus terintegrasi
Sebagai bentuk mewaspadai bencana terkait tsunami, maka perlu sekali penguatan mitigasi melalui tata ruang dan sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS), terutama di wilayah-wilayah rawan, termasuk pantai selatan Pulau Jawa itu.
Tidak cukup hanya terpasang, tetapi sistem peringatan itu haruslah terintegrasi secara baik.
"Perlu dibangun dan operasional atau fungsionalnya Sistem Peringatan Dini Tsunami terintegrasi, dari sensor-sendor yang terpasang di laut hingga ke darat," tegasnya.
3. Tingkatkan dan sosialisasikan riset-riset berkaitan
Upaya mitigasi berikutnya yang perlu dilakukan yaitu meningkatkan riset atau kajian terkait dengan sumber ancaman, survei laut, dan aspek sosial.
Menurut dia, kajian atau riset terkait potensi bencana ini memang sudah semakin banyak dihasilkan.
• BMKG Sebut Jangan Panik Soal Potensi Tsunami 20 Meter Selatan Jawa, Fokus Mitigasi
• Jika Terjadi Tsunami di Selatan Pulau Jawa, Gelombang 20 Meter Hantam Daratan dalam 20 Menit
"Tetapi, hasilnya perlu disosialisasikan dan dijadikan kebijakan," tegasnya.
Sebab, kebijakan pengurangan risiko bencana (PRB) harus berdasarkan data sains dan riset yang kuat.
Diberitakan sebelumnya, para ilmuwan di Institut Teknologi Bandung(ITB) memprediksi akan ada gempa megathrust yang berpotensi memunculkan gelombang tsunami setinggi 20 meter di selatan Jawa.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah melakukan modelling terkait ancaman tersebut.
Dalam modelling tersebut gelombang tsunami hanya butuh waktu 20 menit untuk mencapai ke daratan.
"Tergantung sumber gempa sendiri kalau jarak episentrumnya jauh lebih dari 200 kilometer lebih, ya mungkin lama, tapi kalau episentrumnya tidak jauh dari pantai mungkin 20 menit sudah sampai ke daratan," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono saat berbincang dengan Tribunnews.com, Jumat (25/9/2020).
Menurut Rahmat, modelling yang dilakukan BMKG tersebut sudah dilakukan sejak dahulu kala.
Modelling tersebut berdasarkan sejarah dan catatan kejadian masa lampau di titik-titik gempa megathrust.