Warga Desa Banjar Buleleng Datangi Kejati Bali, Pertanyakan Penanganan Dugaan Korupsi Dana BKK
Tujuh orang perwakilan warga Desa Banjar, Buleleng, Bali, mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Rabu (30/9/2020)
Penulis: Putu Candra | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tujuh orang perwakilan warga Desa Banjar, Buleleng, Bali, mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Rabu (30/9/2020).
Kedatangan perwakilan warga ini untuk mempertanyakan perkembangan penanganan perkara dugaan korupsi dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun 2016.
Diketahui sejak 5 Maret 2020, penyidik Kejati Bali yang menangani perkara ini telah menetapkan Perbekal atau Kepala Desa Banjar, Buleleng, inisial IBDS sebagai tersangka.
Kedatangan perwakilan warga itu diterima dan langsung mengadakan pertemuan dengan Asisten Pidana Khusus (Aspidus), Asisten Intelejen (Asintel) Kejati Bali, serta penyidik Kejati Bali yang menangani perkara tersebut.
"Kedatangan kami sebagai perwakilan ini mengakomodir kepentingan warga kami. Warga kami meminta kejelasan status kepala desa kami yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi BKK tahun 2016," jelas salah satu perwakilan warga, Ida Bagus Kade Rai Suryadarma usai pertemuan.
Pihaknya menyatakan, meskipun sudah ada pengembalian kerugian negara oleh tersangka, tapi ada hak masyarakat desa tahun 2016 yang dikorbankan.
"Terhadap kerugian perkara ini yang dirugikan adalah kepentingan masyarakat desa kami. Meskipun kerugian dikembalikan, tapi itu adalah hak masyarakat kami tahun 2016. Dana itu hak warga Desa Banjar," tegasnya.
Suryadarma berharap pihak Kejati Bali bisa objektif menyelesaikan kasus ini.
Karena menurutnya perkara ini sangat erat muatan politisnya.
Di mana ada perda yang menyebut ketika kepala desa menyandang status tersangka, maka bupati memberhentikan sementara kepala desa, melalui SK pemberhentian sementara.
• Ini Alasan Nora Alexandra Diizinkan Masuk ke Mobil Tahanan Bersama Jerinx
• Nora di Mobil Tahanan Bersama Jerinx, Diduga Lalai, Kejati Bali Akan Panggil Petugas dan Jaksa
"Dengan apa yang sudah disampaikan ke kami berkaitan hal teknis, kami berterimakasih dan secepat mungkin bisa menyelesaikan kasus ini. Sehingga masyarakat kami bisa mendapatkan edukasi dan keadilan. Intinya kami sebagai perwakilan masyarakat Desa Banjar berharap Kejati Bali memberikan edukasi yang transparan dan berkeadilan," cetusnya.
Ditanya apakah ada harapan dari masyarakat agar kasus ini bisa sampai ke pengadilan, Suryadarma mempercayakan kepada Kejati Bali sebagai penegak hukum.
"Kami tahu ada bahasa Adhyaksa (Kejaksaan), walaupun langit runtuh, keadilan itu harus ditegakkan. Itu yang ingin kami buktikan terhadap Kejati Bali," ucap pria yang juga menjabat sebagai Ketua BPD Desa Banjar itu.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto mengatakan, pada prinsipnya penyidikan dan pengumpulan barang bukti terus berjalan.
"Bukti permulaan ditetapkan tersangka sudah cukup dan ada sekitar 20 saksi yang dimintai keterangan,” terangnya.
Saksi berasal dari warga, birokarasi, dan kelompok masyarakat.
Kejati Bali juga telah meminta BPKP Bali melakukan audit dan hasilnya telah turun.
"Bahkan penyidik sudah meminta audit dari BPKP, dan sudah keluar hasil uaditnya dengan jumlah kerugiannya Rp 165.500.000. Untuk modusnya, secara umum modus tersangka menggunakan uang tidak sesuai peruntukannya," ungkap Luga.
Namun, lanjut Luga, pada 20 Agustus 2020 lalu, tersangka telah mengembalikan seluruh kerugian ke kas daerah.
Dengan adanya pengembalian kerugian tersebut, penyidik sedang mengkaji unsur tindak pidana terpenuhi atau tidak.
• Mie Instan hingga Minuman Instan Wajib Cantumkan Logo Pilihan Lebih Sehat , Begini Penjelasan BPOM
• Pikap Terbakar Usai Pemilik Buka Slang Karburator
"Dengan adanya fakta pengembalian kerugian negara itu, penyidik sedang mengkaji dan meneliti unsur-unsur yang mengarah ke tindak pidana yang dilakukannya, apakah sudah terpenuhi dan layak dibawa ke pengadilan," jelasnya.
Ditanya dalam UU Tipikor pengembalian kerugian tidak menghapus tindak pidana, mantan Kacabjari Nusa Penida, Klungkung ini, menjelaskan, hal itulah yang sedang dikaji penyidik.
Katanya, dalam hukum pidana, penjara bukan semata memenjarakan orang.
Tetapi uang bisa kembali dan diselamatkan.
“Selain itu juga berbicara kemanfaatan. Jangan sampai penanganan kasus ini melampui apa yang dianggarkan pemerintah. Kerugian Rp 165 sekian juta, tapi operasional (penanganan perkara) bisa Rp 200 juta,” tuturnya.
Kembali didesak apakah perkara ini ada kemungkinan tidak sampai disidangkan, Luga menyatakan semua masih dikaji penyidik.
Pihaknya berjanji secepatnya hasil pengembangan penyidikan akan disampaikan.
"Secepatnya nanti kami sampaikan, karena ada fakta-fakta baru yang bisa dikembangkan. Salah satunya meminta keterangan saksi baru," katanya.
Ditanya apa kendala penyidik sehingga kasus ini bisa enam bulan tanpa ada kejelasan, Luga menyebut salah satu alasannya adalah TKP di Buleleng.
Di samping itu, Maret 2020, setelah penetapan tersangka, penyidik sangat hati-hati dalam memanggil saksi karena adanya Covid-19.
"Pertama, TKP-nya di Buleleng. Di bulan Maret 2020 hingga penetapan tersangka dilakukan permintaan keterangan lagi. Ini yang kami atensi perkembangannya saat situasi Covid-19. Kami harus hati-hati melakukan pemanggilan. Langkah yang kami ambil adalah meminta audit, sambil mencicil dan terus bergerak," tegasnya.
(*)