Babak Baru Kasus Sengketa Tanah di Sesetan Denpasar, Pelda Muhaji Juga Menjadi Korban
Pelda Muhaji buka suara terkait kasus "penyegelan" rumah di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak, Sesetan, Denpasar
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pelda Muhaji buka suara terkait kasus "penyegelan" rumah di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak, Sesetan, Denpasar Selatan, Jumat (2/10).
Kepada Tribun Bali, Minggu (4/10), Pelda Muhaji mengatakan, dirinya juga merupakan korban dari sengketa kepemilikan lahan dan bangunan tersebut.
Prajurit TNI aktif dari Babinminvetcadam IX/Udayana tersebut menyatakan, berita mengenai aksi penyegelan rumah Hendra yang dilakukannya tidak sepenuhnya benar.
Pelda Muhaji menegaskan, kabar yang beredar seolah-olah Hendra adalah korban.
Padahal Pelda Muhaji sendiri pun menjadi korban karena sudah memiliki sertifikat sah sesuai SHM.
Baca juga: Layangkan Somasi, Togar Situmorang dan Kliennya Bantah Lakukan Penyekapan
Muhaji sudah melaporkan serta mengikuti prosedur di satuan TNI ataupun hukum di kepolisian.
Muhaji mengakui dia berinisiatif memasang papan pengumuman mengenai kepemilikan sah atas lahan tanah SHM bernomor 11392 tersebut karena sengketa tanah dan bangunan tersebut berlarut-larut.
Papan pengumuman dengan kerangka besi dipasang di depan rumah kontrakan Hendra sehingga menutup akses keluar masuk rumah tersebut.
Keluarga Hendra sempat terkurung di dalam rumah selama tujuh jam hingga menarik perhatian warga sekitarnya.
"Tujuan saya memasang papan agar Hendra dan keluarganya juga keluar dari rumah dan tanah yang masih sengketa biar sama-sama tidak menggunakan fasilitas tanah dan bangunan yang masih disengketakan tersebut," kata Muhaji.
Pelda Muhaji menyadari tindakan yang ia lakukan kurang tepat. Dia terburu-buru memasang pengumuman dengan rangka besi di depan rumah Hendra tersebut sebelum ada keputusan yang sah dari Pengadilan Negeri Denpasar.
Muhaji mengaku tidak ada niat memperlihatkan sikap arogan dari tindakannya tersebut.
"Pemasangan papan bener tersebut saya lakukan karena merasa sebagai korban dari permasalahan sengketa ini. Apalagi delapan bulan ke depan saya sudah memasuki MPP (Masa Persiapan Pensiun)," ujarnya.
Lebih jauh ia menjelaskan awal mula duduk perkara kasus tersebut. Dia membeli tanah pada Wayan Padma medio tahun 2014.
Muhaji memberikan uang senilai Rp 50 juta sebagai tanda jadi atas pembelian tanah tersebut dari harga Rp 300 juta.
Muhaji bersama Wayan Padma mendatangi notaris untuk pengurusan sertifikat dan mengecek tanah tersebut.
"Setelah dicek ternyata di tanah tersebut sudah berdiri bangunan berupa rumah. Wayan Padma menjanjikan akan mengeluarkan pihak pengontrak dalam jangka waktu satu tahun sambil menunggu keluar sertifikat dari notaris," katanya.
Muhaji mengaku sudah pernah melaporkan permasalahan ini ke Polda Bali pada bulan Januari 2020 melalui Kumdam IX/Udayana sebagai pihak kuasa hukum.
Namun, sampai saat ini belum ada tindak lanjut.
Pelda Muhaji merasa tidak ada solusi, sehingga pada bulan Mei 2020, ia meminta bantuan kepada pengacara umum Togar Situmorang untuk mengatasi masalahnya.
Hal ini sepengetahuan Kababin Minvetcaddam IX/Udayana.
Ia juga sudah dilaporkan kepada Polsek Denpasar melaui Dumas/222/VIII/2020/Bali/Resta Dps/Polsek Densel tanggal 21 Agustus 2020 namun masih dalam proses dan belum masuk ke Pengadilan Negeri Denpasar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Hendra menempati rumah tersebut dari oper kontrak seseorang bernama Gono.
Pihak desa setempat belum mengetahui keberadaan Gono dan keluarganya.
Permasalahannya, oper kontrak dari Gono kepada Hendra dilakukan tanpa sepengetahuan Wayan Padma. Tapi hanya diketahui Ketut Gede Pujiama yang merupakan ipar dari Wayan Padma.
Seperti diwartakan kemarin, tiga orang penghuni rumah di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak, Sesetan, Denpasar sempat tak bisa keluar dari rumah lantaran pintu "disegel".
Pintu keluar satu satunya rumah itu ditutupi seng dengan kerangka besi serta digembok selama tujuh jam.
"Ya saya terima kasih sama pak polisi akhirnya bertindak. Tapi semalam orang tua tetap tidak bisa tenang, masih takut," ungkap Hendra kepada awak media, Sabtu (3/10).
Apa yang menimpa keluarga Hendra menjadi perhatian warga Jalan Batas Dukuh Sari Jumat (2/10) sekira pukul 22.00 Wita.
Pintu rumah keluarga Hendra ditutup karena terkait sengketa kepemilikan tanah. Mendengar kabar ini, Direktur Reskrimum Polda Bali, Kombes Pol Dodi Rahmawan bersama sejumlah personel Polda Bali langsung turun ke TKP.
Tiba di TKP, ternyata benar, rumah itu "disegel" sehingga mereka tidak bisa keluar dari rumah tersebut.
Akses pintu masuk rumah ditutup menggunakan papan pengumuman dan pintu pagar dipasang rantai besi sehingga tidak ada akses keluar masuk rumah tersebut.
Akses pintu rumah Hendra dipasang papan permanen dengan tulisan dugaan penyerobotan tanah.
Kombes Dodi Rahmawan yang berada di TKP langsung memerintahkan anak buahnya untuk melepas segel rumah tersebut.
"Prosedur penyegelan itu ada aturannya. Jadi saya mohon agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tindakan yang kami lakukan ini atas dasar kemanusiaan," kata Dodi Rahmawan saat dikonfirmasi. Sabtu (3/10).
Hendra mengaku transaksi sewa tanah itu dilakukan sejak 2014 dengan pemilik tanah bernama Ketut Gede Pujiama.
"Saya sudah kontrak tanah itu dengan Pak Pujiama sampai 2047. Sementara Pak Muhaji mengaku membeli tanah itu dari Pak Pujiama baru 2020," kata Hendra.
"Kami kontrak secara sah, diketahui bahkan pernjanjian kontrak diteken Lurah Sesetan, masak dibilang menyerobot menempati tanah orang," kata Hendra lagi.
Pada Sabtu (3/10) sekira pukul 18.00 Wita, Hendra kembali mendatangi Polda Bali.
Ditemani kuasa hukumnya, Hendra menuju ruangan pengaduan masyarakat Ditreskrimum Polda Bali untuk melaporkan kasus dugaan penyekapan yang menimpa keluarganya.
Pihak yang ia laporkan yakni Biro Hukum TS beserta istri dan kawan-kawan.
Hendra menceritakan, sekira pukul 15.00 Wta, Jumat (2/10), rumahnya didatangi oleh 10 orang. Mereka menutup pintu masuk rumahnya menggunakan papan pengumuman yang terbuat dari besi.
Meskipun masih ada orang di dalam rumah, namun sejumlah orang tersebut tetap menutup pintu rumah.
Tiga orang yang ada di dalam rumah yakni kedua orang tua Hendra dan anak laki-lakinya tidak bisa keluar. (ian)
*Artikel ini telah mengalami perubahan pada isi untuk memberikan informasi yang lebih sesuai. Tribun Bali masih melakukan konfirmasi lanjutan sehingga informasi yang disajikan lebih akurat. Ikuti terus tribun-bali.com untuk mendapatkan update berita terbaru.