Proses Tukar Guling Lahan Pengganti Bagi Sejumlah Korban Bencana di Banjar Bantas Bangli Masih Macet
Tukar guling lahan pengganti bagi sejumlah korban bencana longsor di wilayah Banjar Bantas hingga kini belum terwujud
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Tukar guling lahan pengganti bagi sejumlah korban bencana longsor di wilayah Banjar Bantas, Desa Songan, Kintamani, Bangli, Bali hingga kini belum terwujud.
‘Masih dalam proses’ seolah menjadi dalih andalan bagi OPD terkait.
Padahal bencana longsor telah terjadi tiga tahun lebih.
Seperti diketahui, bencana tanah longsor yang melanda Banjar Bantas, Desa Songan terjadi pada tahun 2017 silam, akibat hujan deras yang terjadi dini hari.
Baca juga: Ini Syarat Mendapatkan Stimulus Dana Hibah Pariwisata untuk Hotel & Restoran Total Rp 948 Miliar
Baca juga: Progres Persiapan Sarpras Alat PCR di RSUD Buleleng Capai 70 Persen
Baca juga: Setiap 100 Ribu Penduduk, Ada 250 Kasus Covid-19 di Bali
Bencana alam tersebut merenggut nyawa tujuh warga sekitar akibat tertimbun longsor.
Kepala Pelaksana BPBD Bangli, I Ketut Gde Wiredana mengatakan, rencana relokasi korban bencana masih berproses.
Pihaknya mengklaim sudah melakukan sejumlah upaya untuk menindaklanjuti rencana relokasi.
“Tahun ini maunya kita realisasikan. Dari Januari, begitu start saya disini (BPBD) pun saya sudah berpikir demikian. Tapi setelah saya telusuri semua syaratnya, ada kendala soal pemutihan dalam tukar guling lahan,” ucapnya, Senin (20/10/2020).
Wiredana memaparkan, 26 KK korban tanah longsor seluruhnya telah menyanggupi tukar guling lahan tempat tinggalnya dengan lahan milik kehutanan di Banjar Serongga, Desa Songan.
Namun dengan syarat pemutihan tersebut, pihaknya khawatir warga akan kehilangan tempat tinggalnya saat ini.
“Itu masalahnya begini, persyaratan pihak kehutanan lahan warga untuk tukar guling harus diputihkan dulu. Siapa yang akan menjamin (lahan penukar) nanti kalau tidak keluar? kan itu permasalahannya,” kata Wiredana.
Oleh sebab itu pihaknya merasa harus hati-hati dalam proses tukar guling lahan ini.
Pihaknya mengaku sudah mencoba melakukan upaya koordinasi dengan pihak Kementerian Kehutanan, terkait kepastian jaminan saat pemutihan lahan.
Namun dia mengaku belum ada jawaban.
Dilain sisi, pihaknya juga mengaku akan melapor ke Bupati untuk bisa dicarikan solusi.
Menurut Wiredana, dia sebenarnya punya keinginan agar proses relokasi tidak memanfaatkan lahan kehutanan.