Terdampak Pandemi Covid-19, Penjualan Gitar Ukir Wayan Tuges Kini Andalkan Marketplace

Seniman ukir sekaligus perajin gitar I Wayan Tuges mengandalkan penjualan dan pemesanan gitar ukirnya melalui marketplace di tengah pandemi Covid-19

Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin
Wayan Tuges saat menjadi pembicara dalam Lokakarya Produksi dan Distribusi Alat Musik Tradisional, Sabtu (24/10/2020) di Muncak Sari Campsite, Desa Sangketan, Banjar Anyar, Penebel, Tabanan, Bali. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin

TRIBUN BALI.COM, TABANAN - Seniman ukir sekaligus perajin gitar I Wayan Tuges mengandalkan penjualan dan pemesanan gitar ukirnya melalui marketplace di tengah pandemi Covid-19.

"Penjualan dimasa pandemi syukurlah saya masih bisa bertahan hingga sekarang. Pemesanan dan penjualan hanya mengandalkan marketplace seperti Facebook dan Instagram, itu sangat membantu seperti sekarang," ungkap Wayan Tuges, usai menjadi pembicara dalam Lokakarya Produksi dan Distribusi Alat Musik Tradisional, Sabtu (24/10/2020) di Muncak Sari Campsite, Desa Sangketan, Banjar Anyar, Penebel, Tabanan, Bali.

Apakah ada penurunan pemesanan maupun pembelian langsung dari konsumen?

Ia menyampaikan tentu ada tetapi tidak terlalu signifikan.

Baca juga: Jika Pariwisata Belum Pulih Desember 2020, Pemprov Bali Bakal Perjuangkan Kredit Lunak ke Pusat

"Kayaknya biasa-biasa saja penjualannya sekarang. Sekarang lagi mengerjakan lima pesanan gitar ukir yang mesan dari Kanada, Australia, Amerika. Pengiriman ke luar negeri masih biasa tidak ada kendala di tengah pandemi, tetapi waktu pengiriman sedikit lebih lama dari biasanya," imbuhnya.

"Telat di pengiriman melalui jasa ekspedisi dulu biasanya (sebelum pandemi) 7 hari, sekarang 10 hari lah baru sampai ke pemesannya," sambung Wayan Tuges.

Ia menambahkan pemesan yang datang langsung selama pandemi masih ada, meskipun tidak banyak seperti sebelumnya.

Pandemi juga mengharuskan dia melakukan pengurangan tenaga kerja saat proses produksi.

Jika pada kondisi normal ia mempekerjakan 15-20 orang, saat ini hanya mempekerjakan 10 tenaga kerja.

Hal itu juga berpengaruh terhadap jumlah gitar yang diproduksi.

Beberapa gitar ukir karya Wayan Tuges.
Beberapa gitar ukir karya Wayan Tuges. (Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin)

Saat kondisi normal, ia memproduksi lebih dari lima jenis gitar ukir. Tapi sekarang hanya bisa memproduksi dua sampai tiga jenis gitar ukir.

Pembuatan satu buah gitar ukir membutuhkan waktu minimal dua sampai empat bulan bahkan ada satu gitar yang ia buat memakan waktu hingga satu tahun.

"Yang lama proses pembuatan satu gitar yaitu di ukirannya. Kalau buat gitarnya saja tiga minggu saja selesai tapi ukiran bisa dua bulan ada juga hampir setahun baru selesai," ungkapnya.

Baca juga: 1.311 Hotel dan Restoran di Badung Menunggak Pajak, Terancam Tidak Dapat Hibah Pariwisata

Jenis kayu yang digunakannya yakni jenis kayu spruce, beberapa kayu impor, dan ada kayu cempaka lokal yang dipakai sebagai bahan utama gitar.

Lebih Dihargai Musisi Internasional
USD 2.000, USD 5.000 dolar, demikian logo harga gitar di galeri I Wayan Tuges, di Banjar Sakih, Desa Guwang, Sukawati.

Tak ada satupun gitar yang berornamen Bali yang dibanderol dengan harga rupiah. Bahkan ia pernah menjual gitar seharga USD 9.000, jika dikalikan kurs Rp 14.000 per 1 dolar, maka nilainya Rp 126 juta.

Penjualan menggunakan dolar ini, kata Pekak kelahiran 7 Oktober 1952 ini bukan karena tidak menghargai mata uang rupiah. Tetapi kata dia, ada hal ironis di balik itu.

Pekak Tuges mengatakan, setiap gitar yang dibuatnya, memang tidak pernah dijual dengan harga rupiah. Hal tersebut karena selama ini gitar buatannya lebih dihargai musisi-musisi internasional. Satu di antaranya, band Walk off the Earth.

“Ya, memang saya jualnya pakai dolar, saja. Sebab karya saya lebih dihargai oleh musisi-musisi internasional. Mindset musisi kita perlu diubah, cintailah karya anak bangsa,” ujar Pekak Tuges saat ditemui Tribun Bali, Senin (11/3/2019) di Sukawati, Gianyar.

Wayan Tuges menunjukkan buah karya Gitar Ukir di Galeri kecil dekat rumahnya di Desa Guwang, Gianyar, Senin (17/12/2018).
Wayan Tuges menunjukkan buah karya Gitar Ukir di Galeri kecil dekat rumahnya di Desa Guwang, Gianyar, Senin (17/12/2018). (Tribun Bali/Rizal Fanany)

Namun Tuges tak mengungkapkan maksudnya terkait musisi nasional yang kurang mencintai karya anak bangsa.

Tapi, saat disinggung apakah musisi nasional kerap menawar harga gitar atau meminta gratisan, Pekak Tuges langsung tersenyum.

“Saya tak mau mengungkapkan itu, nanti takutnya Wayan Tuges dibilang terlalu blak-blakan,” ujarnya lalu tertawa.

Pekak Tuges menegaskan, setiap gitar yang dibuatnya, tidak diselesaikan secara asal-asalan.

Artinya, ia sama sekali tidak mengejar materi, melainkan kepuasan pembeli. Sebab gitarnya, selain digunakan untuk bermain musik, juga dipakai sebagai pajangan.

Karena itu, dalam membuat sebuah gitar, ia bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan.  

“Saya kalau buat gitar tidak pernah main-main. Harus bagus, karena itu butuh waktu lama dalam sekali buat. Sekali lagi, hargailah karya anak bangsa. Sebab saya lihat banyak musisi kita, kalau beli gitar luar negeri, harga berapapun dibeli. Tapi kalau buatan anak bangsa, ya begitulah,” ujarnya.

Baca juga: 178 Akomodasi Pariwisata di Tabanan Lulus Persyaratan Sementara untuk Terima Dana Hibah dari Pusat

Lalu, bagaimana latar belakar dirinya memiliki ide memasukkan seni ukir Bali ke dalam gitar? Kata Pekak Tuges, hal tersebut berawal dari warga Kanada.

Tuges yang awanya dikenal sebagai tukang ukir, ditantang membuat ukiran pada daun gitar.

“Setelah jadi, memang gitarnya bagus, tapi suaranya kesana-kemari, istilahnya jelek. Sebab saya memang tak punya basic main gitar, kalau mewirama sih bisa,” ujarnya.

Lantaran jengah karyanya cacat dari segi nada, Pekak Tuges pun belajar tentang nada gitar pada orang Amerika.

“Dua tahun saya belajar sama orang Amerika, akhirnya saya memahami nada-nada barat,” ujarnya.

Atas kepiawaiannya tersebut, kini Pekak Tuges kerap ditunjuk sebagai juri dalam ajang pencarian bakat, khususnya dalam bidang musik. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved