Demo AWK

Pelapor AWK Bawa Alat Bukti Video, Polda Masih Analisa Laporan Shandi Murti

Pelapor AWK Bawa Alat Bukti Video, Diserahkan Saat Pemanggilan Saksi Pelapor, Polda Masih Analisa Laporan Shandi Murti

Tribun Bali/Rizal Fanany
Kuasa hukum pelapor, I Nengah Yasa Adi Susanto, didampingi Pinisepuh Sandhi Murti, Gusti Ngurah Harta, serta dua pelapor, menunjukkan bukti rekaman video dalam bentuk flashdisk usai melaporkan Arya Wedakarna di Kantor Ditreskrimsus Polda Bali, Denpasar, Jumat (30/10/2020). Nengah Yasa saat melakukan pelaporan terhadap AWK. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Perguruan Sandhi Murti bersama kuasa hukumnya mendatangi Kantor Ditreskrimsus Polda Bali, Jumat (30/10/2020) pukul 10.00 Wita.

Mereka secara resmi melaporkan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali, Gusti Ngurah Arya Wedakarna alias AWK, atas kasus dugaan tindak pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan membawa alat bukti berupa rekaman video dalam bentuk flashdisk.

Adapun warga yang melaporkan AWK atas nama Gusti Ngurah Rama Sardula asal Gianyar dan I Nengah Jana asal Nusa Penida, Klungkung.

Mereka didampingi Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti I Gusti Ngurah Harta.

Baca juga: Suela Diduga Terpeleset Saat Mancing, Warga Kesiut Meninggal di Saluran Irigasi Setinggi 5 Meter

Baca juga: Update Covid-19 di Bangli 30 Oktober 2020, Angka Kesembuhan Bertambah 10 Orang

Baca juga: Tim Gabungan Gelar Razia Protokol Kesehatan Covid-19 di Badung, Tiga Terjaring Langsung Rapid Test

Kuasa hukum pelapor, I Nengah Yasa Adi Susanto, menyatakan alat bukti berupa rekaman video dalam bentuk flashdisk tidak diserahkan sekarang.

Namun baru akan diserahkan saat pemanggilan saksi pelapor.

"Kami ada alat bukti berupa rekaman video terkait persoalan seperti pelecehan simbol-simbol yang dipuja masyarakat Bali, kemudian terkait pernyataan seks bebas diperbolehkan asal pakai kondom di hadapan pelajar SMAN 2 Tabanan, kemudian sosok yang disucikan orang Bali dikatakan mahkluk oleh AWK. Itu yang dilaporkan," kata Nengah Yasa kepada Tribun Bali, kemarin.

"Nanti alat bukti ini diserahkan saat pemanggilan saksi pelapor," imbuh pengacara asal Desa Bugbug, Karangasem, Bali ini.

Tim kuasa hukum pelapor yang berjumlah enam orang menyampaikan laporan perihal dugaan tindak pidana ke Ditreskrimsus Polda Bali.

"Kami siapkan surat pengaduan masyarakat, surat kuasa, ada dua yang melapor dan sudah ada enam orang pengacara yang tanda tangan kuasa," ucap Nengah Yasa, yang akrab disapa Jero Oong.

AWK diduga melakukan tindak pidana yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Senator RI ini diadukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

AWK dilaporkan atas dugaan tindak pidana mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia khususnya Agama Hindu.

Hal tersebut sebagaimana dimaksud pada Pasal 156 a KUHP dan Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunun dan/atau Penodaan Agama.

"Kami melaporkan AWK dugaan tindak pidana yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), atas pelecehan simbol-simbol Hindu Bali," kata Ngurah Harta.

Kuasa hukum pelapor telah menerima tanda terima surat pengaduan masyarakat dengan nomor Dumas 753/X/2020/Bali/Ditreskrimsus atas dugaan tindak pidana menimbulkan rasa kebencian, atau permusuhan individu, dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA.

Rombongan Perguruan Sandhi Murti bersama kuasa hukumnya kemudian keluar dari Kantor Ditreskrimsus Kepolisian Daerah (Polda) Bali sembari menunjukkan surat aduan diterima oleh Ditreskrimsus Polda Bali.

Kronologi versi Pelapor

Di hadapan awak media, Nengah Yasa kemudian membeberkan kronologi permasalahan hingga AWK dilaporkan ke Polda Bali. Kronologi ini pun terkait rekaman video AWK.

"Kronologi permasalahannya adalah bahwa sekitar beberapa minggu lalu, terlapor telah mengeluarkan pernyataan yang diduga telah melecehkan terhadap simbol-simbol yang dipuja masyarakat Bali yang dlduga merendahkan Ida Bhatara Dalem Ped di Nusa Penida," katanya.

Lanjutnya, AWK dalam rekaman video tersebut juga menyebutkan bahwa sosok yang disucikan oleh umat Hindu di Nusa Penida seperti Ratu Niang, Ratu Gede, Bhatara Sang Hyang Tohlangkir, telah dihina dengan dikatakan oleh AWK bukan sebagai dewa tetapi sebagai makhluk.

Selain itu, AWK juga membuat pernyataan tentang seks bebas.

“Sekitar bulan Januari tahun 2020 lalu, terlapor telah membuat pernyataan di hadapan siswa/siswi di SMAN 2 Tabanan, Bali, bahwa seks bebas diperbolehkan asalkan pakai kondom," tuturnya.

Terlapor juga menyatakan bahwa orang yang lahir dari ibu hamil sebelum menikah akan menjadi anggota ormas, jadi anak bebinjat, anak yang lahir dari neraka, dan jadi orang korupsi.

"Dengan ini kami memohon kepada Yang Terhormat Bapak Kepala Kepolisian Daerah Bali c/ q Dirreskrimsus untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan serta melakukan tindakan kepada terlapor/teradu sesuai dengan KUHAP dan peraturan perundang undangan lainnya yang berlaku," terang Nengah Yasa.

Sementara Ngurah Harta menyampaikan, apa yang telah diucapkan AWK terlebih dalam kapasitasnya sebagai anggota DPDR RI Bali dinilai merusak tatanan tradisi dan keyakinan masyarakat Bali.

"Bhatara Sang Hyang Tohlangkir disebut makhluk, Ratu Gede Dalem Ped dikatakan makhluk, dan Semeru dikatakan makhluk. Ini kebangetan. Ini tidak sesuai dengan apa yang kami yakini di Bali. Kalau dia orang Bali mestinya tidak berbicara seperti itu apalagi dia anggota DPD," ujarnya.

Pihaknya menyayangkan, AWK dalam kapasitasnya sebagai anggota DPD memprovokasi masyarakat.

"Seluruh masyarakat Bali marah dengan ucpannya itu. Supaya tidak terjadi anarkis makanya kami melakukan laporan ini, untuk meredam, karena ini menyangkut hal-hal yang sangat mengganggu perasaan masyarakat Bali khususnya masyarakat Nusa Penida. Ungkapan AWK itu sangat melukai perasaan masyarakat yang sangat menyucikan hal-hal yang disebutkan AWK itu," terangnya.

Sesuai Prosedur

Terpisah, Kasubdit V Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci, menyatakan laporan yang masuk dari Perguruan Sandhi Murti akan diproses sesuai dengan prosedur.

"Kalau ada memenuhi unsur pidana yang dilaporkan, ya kita sesuaikan dengan prosedur dan SOP yang ada," ujarnya kepada Tribun Bali, kemarin.

Sebaliknya jika tidak memenuhi unsur pidana akan diinformasikan kepada pihak pelapor.

Oleh karena itu, laporan yang masuk akan dianalisa terlebih dahulu untuk proses lebih lanjutnya.

"Kalau tidak ada unsurnya ya tetap kita informasikan kepada pelapor bahwa tidak ada unsur pidana, semua laporan prosesnya begitu. Kita melalui proses analisa dulu, kalau dipelajari sudah ada unsur-unsur baru proses lebih lanjut," paparnya.

Hanya saja, kemarin Suinaci mengaku belum melihat laporannya secara langsung.

"Biasanya laporannya masuk ke pimpinan, baru nanti masuk ke masing-masing subdit. Saya belum lihat laporannya seperti apa," kata dia. (*).

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved