Raja Se-Bali Lakukan Pertemuan, Dukung Proses Hukum dan Minta AWK Haturkan Guru Piduka di Pura
Raja puri se-Bali menggelar pertemuan membahas soal Hare Krisna dan ucapan AWK yang menyinggung bhatara sesuhunan di sejumlah pura di Bali
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Raja puri se-Bali menggelar pertemuan di Puri Agung Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali, Minggu (1/11/2020).
Pertemuan yang dihadiri PHDI, Majelis Desa Adat (MDA) Bali, dan Kanwil Kemenag ini membahas soal penyebaran aliran Hare Krisna (HK) dan kekisruhan yang dilakukan Arya Wedakarna (AWK) atas ucapannya yang menyinggung bhatara sesuhunan di sejumlah pura di Bali.
Selain AWK dinilai harus meminta maaf, ia juga diharuskan menggelar upacara guru piduka (meminta maaf secara niskala) di pura yang sesuhunannya disinggung dalam video dharmawacanya yang viral.
Terkait adanya pihak yang melaporkan perkataan AWK, puri sejebag Bali mendukung hal tersebut, namun dengan catatan agar tidak melakukan demonstrasi yang dapat merusak kondusivitas Bali.
Koordinator Peikatan Puri Sejebag Bali, Ida Tjokorde Putra Nindia, mengatakan pertemuan ini dilakukan atas keprihatinan pihak puri se-Bali atas kekisruhan yang terjadi saat ini.
Kata dia, masyarakat Bali sudah tenang dengan agama Hindu yang diyakininya selama ini, namun ada pihak yang diduga bertujuan menodai kepercayaan umat.
"Bali yang sudah sangat tenang dan damai, dengan agama Hindu Balinya yang dijaga oleh desa adat masing-masing. Dalam keadaan Covid-19 yang mengancam kelangsungan pariwisata hingga ekonomi, justru timbul masalah-masalah yang sangat sensitif," ujarnya.
Baca juga: Warga Nusa Penida Tolak Kedatangan AWK
Baca juga: AWK Pastikan Proses Hukum Dugaan Penganiayaan Terus Berlanjut
Ia menegaskan, siapapun yang mengganggu keharmonisan masyarakat Bali, tentu harus diluruskan.
Ia pun meminta supaya yang besangkutan harus meminta maaf kapada krama Bali, agar semuanya kambali tenang.
Terkait ucapan yang menyentuh Sesuhunan atau Ida Bhatara, agar mengadakan guru piduka di pura setempat.
"Pertama harus minta maaf, dan jika ada ucapan yang menyentuh Sesuhunan, harus menghaturkan guru piduka," tandasnya.
Terkait masalah melapor dugaan penodaan agama, pihaknya mempersilakan.
Sebab hal tersebut merupakan hak setiap orang.
"Jagalah Bali jangan lakukan demontrasi. Jangan seperti yang lalu, mengusuik kedamain masyarakat. Lakukan dengan etika-etika keBalian yang benar," tandasnya.
Ketua PHDI Bali Gusti Ngurah Sudiana mengungkapkan, akar permasalahan kekisruhan ini adalah Hare Krisna (HK).
Pihaknya pun mendukung pembubaran HK.
Namun dalam hal ini, yang memiliki kewenangan membubarkan paham tersebut adalah Mahkamah Agung, Mendagri, Kementerian Agama dan Menkumham.
Baca juga: Aksi Demo Tuntut AWK Bakal Kembali Digelar Senin Besok, Massa dari Seluruh Bali
Baca juga: AWK Tak Terima Videonya Dipotong dan Viral, Ini Klarifikasi Arya Wedakarna soal Kondom & Seks Bebas
"PHDI Bali mendukung terkait pembubaran HK, sudah puputan terkait HK, hanya saja PHDI pusat belum melakukan pencabutan," ujarnya.
Ia pun meminta AWK untuk menjaga setiap ucapannya, dan tidak mengomentari hal yang di luar tugas, pokok, dan fungsinya sebagai DPD RI.
"Jangan mengambil agama, kalau tidak paham, sabda (perkataan itu) akan mengakibatkan dua kemungkinan, ketenangan atau perang," ujarnya.
Secara tegas dikatakannya, jangan mengutak-atik terkait keyakinan orang lain jika tidak tahu atau dijadikan media politik.
"Meminta maaflah, secara teologi Ida Bhatara Dalam Peed adalah Bhatara Durga saktinya Siwa, itu termuat di lontar dukuh Jumpungan. Tidak ada makhluk suci di dalam Hindu. Kalau salah gelis (segera) jalankan guru piduka," tegasnya.
Bendesa Agung, Ida Penglingsir Putra Sukahet, mendorong masyarakat untuk menjalankan tindakan secara kesatria.
Tidak ada mediasi yang dilakukan.
Supaya permasalahannya jelas, dipersilakan menempuh jalur hukum.
"Akar permasalahannya di HK, bukan karena perbedaan dalam Hindu, tapi HK secara massif telah menyebarkan keyakinan-keyakinan yang berbeda kepada umat yang sudah beragama. Selain itu mendiskreditkan, menjelek-jelekan keyakinan Hindu Bali. Kesimpulannya agar Bali tetap ajeg, silakan bawalah ke proses hukum, nanti pihak yang berwajib menentukan, agar permasalahannya jelas," tandasnya.
(*)