Jerinx SID Dilaporkan ke Polda Bali
Jika Bersalah, Jerinx Mohon Jadi Tahanan Rumah atau Percobaan
Ajukan Pembelaan Tersendiri, Jika Bersalah, Jerinx Mohon Jadi Tahanan Rumah atau Percobaan
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - I Gede Ary Astina alias Jerinx (JRX) mengajukan pembelaan (pledoi) tersendiri di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, Selasa (10/11/2020).
Pembelaan diajukan penggebuk drum Superman Is Dead (SID) ini, menanggapi tuntutan pidana penjara tiga tahun yang dilayangkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait perkara dugaan ujaran kebencian yang dilaporkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Bali.
Dalam pembelaannya, Jerinx memohon kepada majelis hakim pimpinan Hakim Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi, jika dirinya bersalah agar dijatuhi hukuman tahanan rumah atau hukuman percobaan.
"Demikian dari saya semoga Yang Mulia memberikan pertimbangan seadil-adilnya, sebijak-bijaknya. Tidak banyak yang saya minta. Jika pun saya bersalah, saya mohon agar diberikan tahanan rumah atau hukuman percobaan. Terimakasih Yang Mulia," pinta Jerinx diakhir pembacaan nota pembelaannya.
Baca juga: Jerinx Ungkap Alasan Sesungguhnya soal Walk Out di Sidang Online Pertama, Ini Penjelasannya
Baca juga: dr Tirta Hadiri Persidangan Jerinx, Sebut Tuntutan 3 Tahun Terlalu Berat dan Ungkap Hal Ini
Baca juga: Jerinx SID Cium Kaki Ibundanya Dan Diperciki Tirta di PN Denpasar Sebelum Sidang, Ini Harapannya
Diawal nota pembelaan, suami Nora Alexandra ini terlebih dahulu mengutip pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terkait tingkat kesembuhan Covid-19.
Selain itu Jerinx menegaskan, bahwa Presiden Jokowi meminta masyarakat Indonesia untuk tidak takut secara berlebihan dalam menghadapi pendemi ini.
"5 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengeluarkan statemen dan video resmi, jika tingkat kesembuhan dari Covid-19 adalah 94 persen. Dan di sana beliau dengan jelas menyatakan, yang dikhawatirkan dari Covid-19 bukan lah virusnya, namun rasa cemas dan rasa takut yang berlebihan. Jadi dalam video dan statemen resmi itu, beliau menginginkan agar kita tidak takut berlebihan. Itu saya jadikan pembukaan sebagai dasar atas apa yang sampaikan kedepannya," paparnya.
Selanjutnya dalam pembelaannya, Jerinx pun menanggapi hal-hal memberatkan yang dijadikan pertimbangan oleh tim jaksa dalam mengajukan tuntutan.
Pertama, terkait walkout saat sidang online yang dijadikan alasan pemberat tim jaksa.
"Saya merasa ketika sidang online itu, saya tidak bisa bertemu langsung dengan Yang Mulia di depan (majelis hakim). Dan saya ingin sekali Yang Mulia melihat ekspresi saya, wajah saya, karena gestur orang yang berbohong dengan orang yang tidak berbohong itu berbeda. Dan itu sangat sulit dilihat ketika di sidang online, karena tidak detail, dari raut wajah dan gerak-gerik badan," jelasnya.
Alasan mendasarkan lainnya adalah adanya banyak gangguan teknis dalam sidang, baik audio maupun visual.
Ini menurut Jerinx sangat menganggu proses jalannya pembuktian di persidangan.
"Jadi alasan saya walkout itu bukan karena saya tidak menghormati. Justru karena saya ingin sidang yang benar-benar sidang. Sehingga menghasilkan keadilan yang seadil-adilnya. Dan kalau tidak salah waktu itu saya diberi informasi jika Djoko Tjandra, tersangka korupsi meminta sidang secara online. Malah dituduh jika Djoko Tjandra itu tidak menghormati persidangan," terangnya.
"Jika orang yang salah akan senang dengan sidang online. Tapi orang yang benar, mungkin akan senang dengan sidang tatap muka. Karena dengan tatap muka kita bisa melihat kebenaran yang lebih riil," cetus Jerinx.
Mengenai perbuatannya yang dinyatakan meresahkan masyarakat.
Jerinx mempertanyakan, masyarakat yang mana disebut resah.
Apakah kata Jerinx, tim jaksa telah melakukan survei dan ada statistiknya jika ada masyarakat yang resah sehingga dimasukan kedalam hal memberatkan.
"Yang jadi pertanyaan besar saya, masyarakat yang mana. Apakah jaksa sudah survei, apakah ada statistiknya. Jika ada tolong ditunjukan," katanya.
Jika ada masyarakat yang resah, Jerinx kemudian memberikan fakta bahwa sejak dirinya ditahan banyak masyarakat yang memberikan dukungan melalui beberapa aksi solidaritas agar dirinya dibebaskan dari jerat perkara ini.
"Aksi-aksi solidaritas bukan hanya di Bali, tapi hampir di seluruh Indonesia. Mereka bersolidaritas, mereka bagi-bagi pangan, bersih-bersih pantai, melakukan kegiatan seni dengan tema meminta pembebasan saya," ungkapnya.
Selain aksi solidaritas, ada pula penggalangan solidaritas melalui petisi di change.org yang meminta agar Jerinx dibebaskan dan menangkap koruptor alat kesehatan.
Dalam petisi itu pun telah ditandatangani oleh ratusan ribu orang.
"Jika saya dibilang meresahkan masyarakat, saya ingin tahu yang saya resahkan masyarakat apa, dari golongan apa. Apakah masyarakat yang berbisnis yang mendapat keuntungan dari pandemi. Apakah masyarakat yang mendapatkan pemasukan dari pandemi. Atau masyarakat biasa. Jadi disana saya lihat, maaf, ngawur tuduhan dari jaksa. Saya dianggap meresahkan masyarakat, karena tidak jelas masyarakat yang mana," ujarnya.
Pun mengenai tuduhan bahwa dirinya menyakiti perasaan dokter seluruh Indonesia, ditampik Jerinx.
Ia menyatakan, tuduhan itu tidak masuk akal dan tidak masuk dinalar.
"Balik lagi ke statistik dan survei. Apakah jaksa pernah mewawancarai semua dokter di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Jika ada tolong tunjukan statistiknya, saya mau lihat siapa-siapa saja yang setuju," ucapnya.
Itu dikatakan Jerinx, karena melihat dari fakta bahwa tidak sedikit dokter dan akademisi yang setuju dengan beberapa pendapatnya.
Ia pun mencontohkan dr. Tirta yang hadir di persidangan dan telah menjadi rekan diskusi terkait pandemi Covid-19.
"Salah satunya ada di sini. Kawan diskusi saya, dr. Tirta. Nanti saya cerita, kenapa dia ada di sini. Jika saya menyakiti perasaan dokter seluruh Indonesia, lalu kenapa IDI Makassar sampai membuat statemen resmi. Jika semua alat hasil test rapid tersebut palsu. Ini yang bicara IDI Makassar. Mereka bilang, semua alat test rapid hasilnya palsu. Berarti apa yang saya suarakan yang membuat saya ingin berdiskusi menunggu penjelasan dari IDI sebenarnya bukan hal yang mengada-ada. Faktanya ada," tegasnya.
Kembali diungkap Jerinx, ada para dokter yang mengirim pesan dukungan kepadanya.
Akan tetapi para dokter itu enggan indentitas diungkap, karena takut dicabut izinnya.
"Saya bisa tunjukan jika saya diberikan kesempatan. Banyak dokter yang mendukung saya. Mereka tahu apa yang saya lakukan tidak salah, karena mereka paham. Ini lah yang saya sayangkan dari IDI. Kenapa IDI seolah-olah mengatasnamakan semua dokter yang ada di Indonesia, tapi tidak ada bukti statistik. Itu kan gampang sekali. Terlalu mudah untuk sebuah statemen yang sangat prematur. Tidak ada bukti, tidak ada statistik lalu menuduh orang menyakiti seluruh perasaan dokter di Indonesia," katanya.
Disisi lain, Jerinx membeberkan ada hal menarik mengenai pernyataan dr. Tirta yang diminta oleh pihak tertentu untuk tidak ikut campur dalam perkara ini.
dr. Tirta sendiri sebenarnya akan diajukan tim hukum Jerinx sebagai saksi meringankan.
"Ini sangat menarik. Jadi minggu lalu kawan diskusi saya, dr. Tirta sebenarnya hadir sebagai saksi yang meringankan saya. Namun oleh dr. Putra Suteja, Ketua IDI Bali, beliau (dr. Tirta) ditelpon, ditekan, diancam untuk tidak datang ke mari (persidangan) untuk tidak boleh membantu saya, tidak boleh meringankan saya, tidak boleh ikut campur," bebernya.
"Ini bagi saya sangat lucu. Tadi (sebelum sidang) saya lumayan ada waktu bicara dengan dr. Tirta. Jadi dari awal permasalahan saya dengan IDI ini, dr. Tirta sudah berkali-kali mengajukan saran kepada dr. Putra Suteja agar ditempuh jalur mediasi. Bukan hanya dr. Tirta yang memberi saran untuk mediasi, ada juga IDI Tabanan, IDI Gianyar. Jadi dr. Putra Suteja dengan kakunya berkata kepada dr. Tirta dan ada saksinya. Beliau (dr. Putra Suteja) mengatakan tidak ada maaf bagi Jerinx," tuturnya.
Berbanding terbalik saat sidang, ketika diperiksa sebagai saksi Pelapor, dr. I Gede Putra Suteja dengan tegas menyatakan tidak ingin memenjarakan Jerinx.
Ini bagi Jerinx sangat bertolak belakang dan tidak singkron apa yang diterangkan dr. Putra Suteja di depan persidangan dengan di luar persidangan.
"Beliau (dr. Putra Suteja) kan seorang pemangku, dianggap terpandang secara adat Bali. Beliau dibawah sumpah ketika disidang. Beliau bilang kepada saya, tidak ingin memenjarakan saya. Beliau juga bilang hal yang sama kepada media, jika IDI tidak ingin memenjarakan Jerinx. Beliau sendiri juga bilang, saya orang baik. Tapi kenapa beliau tidak mau mediasi. Kenapa beliau mengancam, menekan dr. Tirta yang ingin meringankan kasus saya. Kan tidak singkron antara tindakan, tidak satya wacana," sebut Jerinx.
"Apakah pantas seorang dokter senior yang juga pemuka agama yang telah disumpah untuk berbicara kebenaran, tiada hal selain kebenaran bersikap demikian. Di depan saya berkata lain, di depan dr. Tirta berkata lain, di depan hakim berkata lain. Jadi mohon yang mulia, itu bisa dijadikan pertimbangan, karena itu artinya ada pihak yang tidak menghormati persidangan dengan cara tidak menyatakan hal sejujurnya. Ada pihak yang tidak menghargai persidangan ini. Dibawah sumpah, diluar berkata A, di dalam berkata B," jelas Jerinx lagi.
Kemudian Jerinx menceritakan mengenai kondisi ekonominya kini saat pandemi dan ketika dirinya ditahan.
Pandemi ini sangat berdampak bagi perekomian banyak orang, pun berimbas pada bisnis.
Termasuk bisnis yang dirintis Jerinx.
"Sejak pendemi ini, semua orang merasakan dampaknya. Ekonomi semua orang menurun. Bisnis banyak yang tutup bahkan bangkrut. Orang-orang di PHK. Termasuk bisnis saya yang sudah ada beberapa yang sudah tutup. Bisnis yang masih buka pendapatannya hanya cukup untuk membiayai gaji. Karena saya berusaha sebisa saya untuk tidak mem-PHK staf-staf saya," tuturnya.
Jerinx menyatakan, bahwa dirinya adalah tulang punggung keluarga.
Ditengah situasi kian sulit seperti sekarang ini, ditambah lagi dirinya ditahan membuat ekonomi keluarganya kian sulit.
"Jadi ditengah situasi seperti ini, saya tulang punggung keluarga. Di keluarga kecil saya, istri saya. Saya anak tunggal. Ayah dan ibu saya sudah bercerai lama. Jadi ayah saya sudah punya keluarga sendiri, dan kami tidak ingin memberatkan beliau. Apalagi situasi pandemi ini. Adik-adik tiri saya kuliah. Ada yang mau jadi dokter jadi perlu biaya yang banyak. Saya dan istri tidak ingin membebankan ayah saya," ucapnya.
"Jadi sebelum saya ditahan, saya harus menanggung, menafkahi istri saya, ibu, mertua, adik-adik dari istri saya yang masih kecil. Jadi mereka semua itu secara ekonomi, sebelum saya ditahan, kami berdua yang menafkahi mereka. Setelah saya ditahan, di masa pandemi ini istri saya harus bekerja keras seorang diri menghidupi ibunya, adik-adiknya," ungkap Jerinx.
Ia melanjutkan, tidak ada sosok laki-laki di keluarganya.
Jerinx menyatakan, sebagai suami dirinya juga menjadi sosok ayah dan sahabat untuk Nora Alexandra.
"Istri saya kan anak yatim, ayahnya meninggal ketika ia masih dalam kandungan. Tidak pernah mengenal sosok ayah. Jadi saya di rumah sekaligus menjadi sosok ayah, sosok suami, sahabat. Sejak saya ditahan, istri saya seperti kehilangan semuanya. Tidak pernah punya ayah, sekarang suaminya ditahan hanya karena berpendapat," ujarnya.
"Yang mana seharusnya bisa dihindari jika dr. Putra Suteja mau diajak bermediasi. dr. Tirta ketika mengusulkan untuk mediasi dan menanyakan ke saya, apakah mau ketemu dengan IDI Bali. Saya jawab, mau sekali dengan senang hati saya ingin bertemu. Meluruskan semua ini, sekaligus mendapat jawaban agar kita semua teredukasi. Tapi dr. Tirta bilang dan ada saksinya, tidak ada maaf bagi Jerinx. Tidak ada maaf artinya salah satu dari saya harus menerima hukuman seberat-beratnya. Mungkin beliau inginnya begitu," ucap Jerinx.
Juga mengenai keamanan keluarganya disampaikan Jerinx dalam pembelaan.
Pasca sidang online dan dirinya diminta menyebutkan alamat lengkap rumahnya, Jerinx merasa sangat khawatir dengan keselamatan istri serta keluarganya.
"Alamat lengkap rumah saya bocor dimana-mana. Istri saya di rumah bersama ibunya dan adik perempuan berumur 7 tahun tidak ada laki-laki di rumah. Jujur setiap hari saya khawatir, karena istri saya sudah mulai banyak menerima ancaman, teror entah dari pihak mana. Ini kan banyak sekali yang bermain di kasus ini. Saya yakin ada pihak-pihak yang tidak terlihat ingin menghancurkan saya dan juga keluarga saya. Ancaman-ancaman yang diterima istri saya sudah mulai sering," ungkapnya.
Hal lain yang disampaikan Jerinx adalah, bahwa dirinya bersama Nora ingin membahagiakan para orangtua mereka dengan memberikan cucu.
Jerinx pun beserta istri sangat menginginkan buah hati.
"Sebagai anak tunggal, kedua orang tua saya usianya sudah sepuh, sudah diatas 70 dan saya masih utang cucu kepada mereka. Karena mereka tidak pernah punya cucu. Usia saya sebentar lagi 44 tahun, istri saya dua hari lagi usainya 26 tahun. Sebelum saya ditahan, sebenarnya kami sedang menjalani program untuk memiliki buah hati. Karena saya dan istri sangat ingin membahagiakan orangtua kami dengan cucu pertama. Semoga beliau sehat dan panjang umur," ucap Jerinx.
Dari beberapa tanggapan dan pertimbangan yang diajukan, Jerinx berharap agar majelis hakim menjatuhkan hukuman ringan jika dirinya dinyatakan bersalah.
"Jika Yang Mulia majelis hakim berkenan, mengizinkan misalnya jika nanti saya memang harus divonis bersalah. Jika itu yang terjadi nanti saya mohon dengan sangat hormat agar bisa diberikan hukuman percobaan atau tahanan rumah. Karena keluarga saya tidak ada yang menjaga di rumah. Tidak ada sosok laki-laki di rumah dan saya juga harus menghidupi istri, ibu, mertua dan adik-adik saya," pintanya.
Pun dirinya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan yang sama. Juga berjanji tidak akan membuat gaduh pihak-pihak yang merasa terganggu.
"Saya juga berjanji akan lebih bijaksana memakai media sosial dan jika saya terbukti melakukan hal yang sama, terbukti melakukan kegaduhan lagi, saya siap sekali dihukum seberat-beratnya tanpa pengadilan," ucapnya.
"Saya hanya memikirkan keselamatan dan ketenangan hati istri saya, orangtua saya. Jangan sampai saya berpendapat, istri saya meninggalkan saya, orangtua saya kecewa selamanya. Kan saya hanya berpendapat. Pendapat itu pun demi kepentingan umum bukan kepentingan saya pribadi. Saya tidak punya cita-cita jadi politisi dan presiden. Saya juga tidak mau. Saya hanya menyampaikan pendapat masyarakat yang mengadu kepada saya, karena mereka merasa tidak punya tempat lain untuk mengadu," imbuhnya. (*).