Pura di Bali
Wisata Religi Melukat di Pura Campuhan Windhu Segara Denpasar, Ada Berbagai Pelinggih dari Nusantara
Pura Campuhan Windhu Segara, Denpasar, Bali, menjadi ikon baru wisata religi atau spiritual di Kota Denpasar
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Pura ini pun telah diakui oleh Pemerintah Provinsi Bali, menjadi tempat suci yang universal dan bisa didatangi siapapun dari kalangan manapun.
Tanah yang digunakan untuk mendirikan pura, adalah tanah timbul, atau tanah urug di pinggir pantai.
Atas bantuan umat, pura ini terus diperbaiki dan pelinggihnya juga kian dilengkapi.
PHDI Bali pun ikut menyaksikan saat pura ini diakui sebagai pura universal di Bali.
Sampai saat ini, jumlah pemangku di pura sebanyak 10-12 orang dan datang dari berbagai penjuru Pulau Dewata.
“Artinya, siapapun yang datang ngayah dipersilakan. Tapi tetap ada mangku sehari-hari yang menetap untuk ngayah di sana. Ada mangku lanang dan istri,” katanya.
Ada pemangku yang bertugas di beji, ada di linggih Ratu Niang Sakti di barat.
Ada pemangku bertugas di penataran.
“Kemudian kadang-kadang saya ditugaskan untuk ngelentikan tilaka atau basma antara alis (siwaduara). Simbol Ida Sang Hyang Widhi Wasa supaya melekat di sini,” katanya.
Baca juga: Pura Dalem Pingit, Saksi Sejarah Pertama Kali Gajah Mada Menginjak Pulau Bali
Pura ini memiliki pelinggih candi, dengan dua naga yang melilitnya, sebagai simbol Mandara Giri (Gunung Mandara).
Kisah ketika dua naga, yakni Ananta Boga dan Naga Basuki membelit gunung, sebagai tali pengikat.
Agar gunung bisa diputar oleh para dewa dan raksasa.
Para dewa memegang ekor naga, sedangkan para raksasa memegang kepala naga.
Awatara Wisnu, sebagai akupa atau kura-kura besar untuk menopang Mandara Giri agar tidak tenggelam.
Sedangkan Dewa Indra berada di puncak gunung agar Mandara Giri tidak rebah.