Fraksi Golkar DPRD Buleleng Boikot Rapat Paripurna, Tidak Setuju dengan Jumlah Peminjaman Dana PEN
Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna mengaku tidak mengetahui alasan mengapa seluruh anggota dari fraksi Golkar tidak hadir dalam rapat paripurna.
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Wema Satya Dinata
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA – Seluruh anggota Fraksi Golkar DPRD Buleleng yang berjumlah tujuh orang, kompak tidak hadir dalam rapat paripurna yang digelar di kantor DPRD Buleleng, pada Senin (16/11/2020).
Namun demikian, rapat tetap dilaksanakan karena peserta yang hadir sudah kuorum.
Rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna dan dihadiri oleh Wakil Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra itu membahas tentang penyampaian nota pengantar bupati atas Ranperda tentang APBD tahun anggaran 2021.
Rapat tersebut juga diikuti 30 anggota dewan yang lain secara virtual.
Baca juga: Update Covid-19 di Denpasar, 16 November: Kasus Positif Bertambah 16 Orang, Pasien Sembuh 17 Orang
Baca juga: Diduga Lakukan Pencabulan, Tersangka WN Prancis Dilimpahkan ke Kejari Denpasar
Baca juga: Pengamat Ekonomi Sebut Sulit Bagi Kompetitor Mengejar Gojek
Ditemui seusai rapat, Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna mengaku tidak mengetahui alasan mengapa seluruh anggota dari fraksi Golkar tidak hadir dalam rapat paripurna.
Sementara terkait sanksi atas ketidakhadiran itu, politisi asal Kecamatan Tejakula ini menyebut, hanya dapat diberikan bila enam kali berturut-turut tidak hadir.
“Secara resmi tidak ada penyampaian ke saya mengapa mereka tidak hadir dalam rapat, mungkin ada kegiatan partai. Kalau sanksi belum, kalau enam kali berturut-turut tidak datang dalam paripurna baru ada,” singkatnya.
Sementara Ketua Fraksi Golkar DPRD Buleleng, Gede Wandira Adi ditemui terpisah menjelaskan, aksi boikot ini dilakukan atas petunjuk induk partai.
Sebab oihaknya tidak setuju dengan jumlah dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diajukan oleh Pemkab Buleleng, kepada PT SMI.
Wandira menyebut, rencana pemijaman dana Rp 571 Miliar itu sangat lah besar, sehingga dikhwatirkan akan berpengaruh terhadap APBD Buleleng selama 10 tahun ke depan.
“APBD 2021 kan dirancang Rp 2.87 Triliun, sementara rutin setiap tahunnya biaya operasional yang diambil dari APBD itu mencapai Rp 1.8 Triliun. Belum lagi dengan adanya pinjaman ini, setiap tahun harus bayar Rp 66 Miliar. Sehingga berdasarkan kajian bersama induk partai, pinjaman sebesar itu akan berpengaruh pada APBD kita sampai 10 tahun ke depan,” jelasnya.
Selain karena nilai pinjaman dianggap terlalu besar, Wandira menyebut dalam penyusunan program yang dibiayai dari dana PEN itu, dewan tidak dilibatkan oleh pihak eksekutif.
Sementara menurut Wandira, peminjaman dana PEN ini baiknya digunakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang diperoleh dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
“Beberapa usulan masyarakat di Musrenbang sebagian besar tidak terjawab dengan alasan tidak ada dana. Sekarang ada kesempatan meminjam dana, usulan masyarakat itu justru tidak dijawab juga. Saat pembahasan rencana pinjam itu, seolah-olah kami di dewan hanya dimintai persetujuan ya atau tidak. Kalau tidak setuju, usulan kami juga tidak diakomodir. Itu yang melatarbelakangi kami tidak hadir saat rapat,” terangnya.
Baca juga: Remaja Penjaga Kandang Kambing Tewas Dengan Kondisi Terikat, Dianiaya 4 Pelaku
Baca juga: Terkait Kasus Jiwasraya, Kejagung RI Kembali Periksa 3 Orang Saksi
Baca juga: Penumpang Pesawat Kehilangan Uang Rp 50 Juta di Bagasi, Penerbangan dari Makassar ke Jambi
Bagaimana bila nantinya usulan dari Fraksi Golkar tetap tidak diakomodir oleh pihak eksekutif?