Tiga Fraksi di DPRD Bali Tegas Tolak RUU Pelarangan Minuman Beralkohol

3 fraksi di DPRD Provinsi Bali menyampaikan penolakannya terhadap RUU Pelarangan Minuman Beralkohol

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Dokumentasi DPRD Bali
Wakil Ketua DPRD Bali, I Nyoman Wigawa Korry (dua dari kiri) memimpin rapat paripurna ke-23 DPRD Bali masa persidangan III tahun 2020, di Denpasar, Bali, Rabu (18/11/2020). Dalam rapat paripurna ini tiga fraksi menolak RUU Pelarangan Minuman Beralkohol. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebanyak tiga fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali menyampaikan penolakannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelarangan Minuman Beralkohol.

Ketiga fraksi tersebut yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Demokrat.

Sejumlah fraksi tersebut menyampaikan penolakannya terhadap RUU Pelarangan Minuman Beralkohol dalam rapat paripurna ke-23 DPRD Bali masa persidangan III tahun 2020, Rabu (18/11/2020).

Sementara dua fraksi lainnya, yakni Fraksi PDIP dan Fraksi NasDem-PSI-Hanura belum menyampaikan sikapnya dalam kesempatan tersebut.

Wakil Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali, I Nyoman Wirya, mengatakan, sehubungan dengan wacana disusunnya RUU Pelarangan Minuman Beralkohol, Fraksi Partai Golkar secara tegas menyampaikan penolakan.

Baca juga: Terkini Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol, Fraksi PKS: Membahayakan Kesehatan Jasmani & Rohani

Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol Belum Disepakati Seluruh Fraksi, Anggota DPR: Pembahasan Tak Mendesak

Pihaknya menolak RUU tersebut, mengingat Bali merupakan daerah pariwisata.

"Minuman beralkohol terkait dengan industri pengolahan sebagai sumber penghidupan masyarakat dan terkait dengan pelaksanaan upacara adat," jelasnya.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Ketut Juliarta mengatakan, RUU Pelarangan Minuman Beralkohol yang saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi DPR RI sudah menjadi polemik.

Pihaknya di Fraksi Gerindra mengaku dengan tegas menolak RUU untuk disahkan menjadi UU mengingat Pulau Dewata sebagai daerah wisata dan akan sangat merugikan masyarakat Bali.

"Mohon saudara Gubernur menyikapi terhadap RUU ini sehingga tidak meresahkan masyarakat Bali," pintanya.

Dalam kesempatan itu, Fraksi Gerindra turut mengapresiasi terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.

Bagi Fraksi Gerindra, regulasi ini sebagai payung hukum bagi perajin arak Bali dan sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPRD Bali, I Komang Wirawan mengatakan, pembahasan RUU Pelarangan Minuman Beralkhol jika disahkan DPR RI akan berpengaruh terhadap eksistensi pariwisata Bali.

"Untuk itu kami Fraksi Partai Demokrat sarankan kepada saudara Gubernur untuk bersikap dan menolak RUU tersebut demi menjaga eksistensi Bali sebagai destinasi wisata dunia," kata dia.

Senada dengan Fraksi Gerindra, Wirawan juga mengapresiasi dikeluarkannya Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.

Baca juga: Beri Dukungan 100 Persen, Hotman Paris Ajak Pemuda Bali Bersuara Soal RUU Minuman Beralkohol

Baca juga: Ini Jawaban Petani Arak di Karangasem Bali Ditanya RUU Minuman Beralkohol, Ini Masalah Isi Perut

Baginya, Pergub tersebut sebagai wujud keberpihakan nyata Pemerintah Provinsi Bali terhadap kearifan lokal.

Sementara itu, Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) menilai, RUU Pelarangan Minuman Beralkhol masih membutuhkan proses yang cukup panjang di pemerintah pusat.

Baginya, jika RUU itu nantinya disahkan, maka akan sangat sulit untuk diterapkan di Bali.

"Kita tahu bersama, kita punya Pergubnya di Bali, (penolakan) juga dari sektor pariwisata di Bali. Dan bukan hanya untuk kepentingan duniawi, kepentingan upacara-upacara kita juga tidak bisa lepas dengan alkohol (seperti) tuak, arak dan sebagainya," tuturnya.

Hendaknya Tak Rugikan Pariwisata Bali

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali, I Nyoman Sugawa Korry menilai, sebagai daerah pariwisata, kebutuhan dan konsumsi minuman beralkohol di Bali tidak bisa dihindari.

Sugawa Korry berharap, jika RUU ini nantinya akan dibahas lebih lanjut, tidak merugikan daerah-daerah pariwisata di Indonesia, termasuk Bali.

"Rancangan Undang-Undang tersebut hendaknya tidak merugikan daerah-daerah yang tergantung ekonominya dari pariwisata," kata Sugawa Korry saat dihubungi awak media, Jumat (13/11/2020).

Selain itu, banyak sekali masyarakat di Bali yang menggantungkan hidupnya bersama keluarga dari keberadaan industri minuman tradisional.

"Ini pun harus mendapatkan solusi yang sebaik-baiknya," tegas Ketua DPD I Partai Golongan Karya Provinsi Bali itu.

Baca juga: 600 KK Petani Arak di Tri Eka Buana Karangasem Terancam Nganggur Jika RUU Larangan Minol Disahkan

Baca juga: Nurul Arifin: RUU Ketahanan Keluarga Gak Penting Banget

Di samping itu, di Bali juga terdapat kewajiban-kewajiban keagamaan yang menggunakan alkohol, seperti arak dan berem.

Di tengah adanya RUU Pelarangan Minuman Beralkohol, Sugawa Korry berharap hal ini juga harus mendapat perhatian dan atensi.

"Saya setuju kalau mengonsumsi alkohol dengan jenis-jenis tertentu dilarang, kalau dilakukan di tempat umum, mengganggu ketertiban dan keamanan," jelasnya.

"Saya usulkan anggota fraksi lintas partai di DPR RI menyikapi secara koordinatif termasuk dengan induk partai masing-masing," imbuhnya.

Tak hanya itu, Sugawa Korry akan mengadakan rapat koordinasi antara DPRD Bali, Gubernur Bali, dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda).

Hal itu dilakukan guna menyamakan persepsi dan memberi masukan kepada pemerintah pusat guna menyikapi diusulkannya RUU Pelarangan Minuman Beralkohol.

Ia juga berharap anggota DPR RI Dapil Bali bisa berkoordinasi dengan lintas fraksi dan dapil lainnya yang mengalami kondisi sama dalam pemanfaatan minuman beralkohol.

Ketua Komisi III DPRD Bali Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana menuturkan, kebiasaan dan kebijakan dalam minuman beralkohol di Bali, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara dimasukkan dalam praktik empiris pada naskah akademik RUU Pelarangan Minuman Beralkohol.

Menurutnya, hal itu semestinya menjadi pertimbangan dalam jangkauan arah dan ruang lingkup dalam menyusun produk legislasi.

Karena Indonesia sebagai suatu negara kesatuan dan disatukan dengan semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika.

Baca juga: Begini Kata Gubernur Bali soal RUU Minuman Beralkohol, Masih Jauh dan Nggak Akan Jadi

Baca juga: Tulis Penolakan RUU Minuman Beralkohol dan Tantang Tim Prabu, Pria Ini pun Ditangkap

"Kalau pada RUU yang diajukan malah kembali dan berbalik dengan tidak melihat praktik empiris, (dan) sekadar hanya memperhitungkan teoritis, maka akan sangat tidak adil bagi masyarakat yang secara adat dan budaya," kata Adhi Ardhana.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menegaskan, masyarakat adat keberadaannya juga dijamin oleh UUD 1945.

"Kajian akademis tersebut sepertinya terlalu dangkal dalam menggali pola-pola pengendalian yang telah diwariskan oleh leluhur kita dan tidak hanya sebatas Pelarangan," tuturnya.

Adhi Ardhana mengajak untuk melihat Bali atau Hindu yang memiliki pengetahuan Sad Ripu atau enam musuh yang di dalamnya ada Mada atau mabuk-mabukan, termasuk mabuk alkohol.

Melalui ajaran tersebut, sebenarnya masyarakat sudah paham mengenai keberadaan alkohol yang memabukkan.

Namun, seiring berjalannya waktu berkembang lagi pengetahuan bahwa menenggak alkohol pada takaran tertentu dapat dijadikan obat.

"Maksud saya, kenapa (RUU) tidak mengarah kepada pengendalian yang baik dan bukan pada Pelarangan yang mengekang. Contoh obat bius atau narkotika bisa dipakai untuk kalangan medis dalam menangani pasien. Juga sebatas mana alkohol akan memabukkan itu jelas harus dilarang," paparnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved