Berawal dari Gunung, Berikut Kisah Bhatara-bhatari Awal di Bali

Ida Pedanda Wayahan Bun, dari Griya Sanur Pejeng Gianyar, menjelaskan bahwa Tuhan adalah satu namun memiliki banyak nama sesuai fungsinya

Tribun Bali/A A Seri Kusniarti
Ida Pedanda Wayahan Bun dari Griya Sanur Pejeng, Gianyar. 

Namun di keraton itu, konteks pura bukanlah tempat suci layaknya pura di Bali yang dikenal sampai saat ini.

Berdasarkan lontar Tutur Gong Besi, jelas beliau, disebutkan bahwa linggih ida bhatara ini yang menegaskan adanya monoteisme.

“Di sana disebutkan, Bhatara Siwa kesah saking Pura Dalem, malinggih ring Pura Puseh dan diberi nama Sang Hyang Trio Dasa Sakti. Lalu kesah ke Pura Desa disebut Sang Hyang Tri Upa Sedana. Lalu di Pura Bale Agung disebuh Sang Hyang Bagawati,” sebut Ida pedanda.

Semuanya bersumber dari Siwa yang dianggap Tuhan oleh Hindu.

Kemudian di pengulun setra (kuburan) disebut Sang Hyang Prajapati, lalu di perempatan disebut Sang Hyang Catur Buana.

Lalu di pertigaan jalan, disebut Sang Hyang Sapuh Jagat.

Di segara atau laut disebut Sang Hyang Mutering Jagat. 

Jika malinggih di akasa, disebut Sang Hyang Surya Pati.

Melinggih di sungai dan gunung disebut Sang Hyang Giri Pati.

Tegalan dan sawah Bhatari Uma.

Setelah hasil panen jadi, terutama padi disimpan di jineng atau lumbung disebut Bhatara Sri.

Kemudian padi diselip dan menjadi beras disimpan di pulu disebut Sang Hyang Tri Suci. Lalu beras di bawa ke dapur dan dimasak, disebut Tri Amerta.

“Semuanya sumbernya satu, yakni Tuhan. Namun disebut dengan banyak nama,” tegas beliau.

Bhatara-bhatari ini kemudian berada di setiap sisi dan sudut pulau Bali, dimana saja ada sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.

Di Bali pun, masih banyak masyarakat yang memberi nama lokal untuk memudahkan penyebutan bhatara dan mendekatkan diri denganNya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved