Serba serbi

Apa Saja Pantangan Seorang Pemangku? Berikut Penjelasan Jro Mangku Ketut Maliarsa

Menurut keputusan Mahashaba Parisada Hindu Dharma Indonesia ke II, pada 5 Desember 1968, bahwa yang dimaksud dengan pemangku, adalah mereka yang

Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Para pemangku di Pura Campuhan Windhu Segara 

Laporan Wartawan Tribun Bali, A A Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Menurut keputusan Mahashaba Parisada Hindu Dharma Indonesia ke II, pada 5 Desember 1968, bahwa yang dimaksud dengan pemangku, adalah mereka yang telah melaksanakan upacara yadnya pawintenan sampai adiksa widhi.

“Jadi tanpa ‘ditapak’ dan ‘amari aran’ dalam konteks ini, secara yuridis formal seorang pemangku adalah orang yang telah diekajati,” jelas Jro Mangku Ketut Maliarsa, kepada Tribun Bali, Kamis (26/11/2020).

Lanjut salah satu pemangku di Pura Campuhan Windhu Segara ini, hal tersebut karena upacara penyucian pemangku baru sebatas mapadengen-dengenan dan pawintenan.

Baca juga: Serahkan DIPA dan TKDD 2021 se-Bali, Koster Minta Realisasi Anggaran Jangan Menumpuk di Akhir Tahun

Baca juga: Cok Ace Minta Pelaku UMKM Segera Lakukan Transformasi Digital

Baca juga: Jenderal Andika Perkasa: Jangan Sampai Prajurit Rado, Rajin Tapi Bodoh

Tetapi sudah ditapak oleh pandita (sang sulinggih), dan sudah bertambah namanya menjadi jro mangku.

Dengan berpedoman pada sastra tersebut, bahwa seorang jro mangku tugas pokoknya tidak cukup hanya memberikan pelayanan kepada umat dalam upacara yadnya.

Tetapi wajib menjaga kesucian diri baik pribadi, maupun orang lain.

Mengingat jro mangku merupakan perwujudan Siwa Sekala, sebagai pengembala umat yang bertugas menuntun umat setiap hari.

Dalam rangka pencarian hakikat sang diri, demi terwujudnya kerahayuan dan jagadhita.

Baca juga: Banten Saiban, Ini Pentingnya Kata Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti

Baca juga: Cinta Terlarang Berakhir Nyawa Melayang, Istri Cium Kaki Suami dalam Kondisi Mandi Darah

Baca juga: Pengangguran di Karangasem Meningkat Selama Pandemi, Kini Jumlahnya Capai 5.306 Orang

Lanjutnya, pemangku harus menghindari Sapta Timira yaitu tujuh kegelapan, yakni, Dhana atau sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh kekayaannya.

Guna, adalah sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat kepandaiannya.

Kasuran, adalah sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh keturunan atau kebangsawanan.

Sura, adalah sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh minuman keras, seperti arak, bir, tuak, narkoba, dan minuman alkohol lainnya.

Baca juga: Pengangguran di Karangasem Meningkat Selama Pandemi, Kini Jumlahnya Capai 5.306 Orang

Baca juga: Ketua FPI Galang Ditangkap Polisi, Upload Gambar Megawati Gendong Jokowi di Facebook

Baca juga: Izin Operasional Lab PCR Turun, RSUD Klungkung Sudah Dapat Umumkan Hasil Swab Secara Resmi

Surupa, adalah sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh keindahan rupa, semisal kecantikan karena dia terlalu tampan atau cantik.

Yowana, sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh keremajaan, karena masih muda usianya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved