Serba Serbi
Bunuh Diri, Ini Hukuman dan Dosanya Dalam Ajaran Agama Hindu
Berikut penjelasan Ketua PHDI Bali tentang bunuh diri, hukuman, dan dosanya yang juga berimbas ke orang lain
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Irma Budiarti
Serta ada aturan berbeda saat ngabennya.
"Nah dalam keputusan parisadha, orang yang salah pati dan ngulah pati.
Kini dianggap 'kadi wong mati bener' atau dalam artian diupacarai selayaknya seseorang yang meninggal wajar biasa," sebutnya.
Perubahan ini dilakukan, karena kalau digunakan landasan lontar-lontar kuno di Bali, atau lontar lama.
Rasanya memberikan perbedaan yang sangat berjarak antara seseorang yang meninggal wajar, salah pati, dan ngulah pati.
Baca juga: Dikenal Punya Banyak Manfaat, Benarkah Kopi Dapat Menurunkan Risiko Bunuh Diri?
Baca juga: Putus Asa hingga Menarik Diri dari Pergaulan, Tanda Orang Ingin Bunuh Diri dan Cara Mengatasinya
Semua ini telah diputuskan dalam pesamuan parisadha, melihat sisi humanismenya.
Hanya saja memang ada banten tambahannya, seperti banten pengulapan, guru piduka, pabersihan, dan upakara sebagainya sesuai aturan atau awig-awig.
Sehingga dengan banten tambahan pada upacara ngaben ini, maka seseorang yang meninggal tidak wajar rohnya bisa tenang.
Tidak akan diam di tempat ia meninggal.
Dalam keputusan parisadha, seseorang yang ngulah pati atau salah pati seharusnya memang dikubur terlebih dahulu.
Namun ada keluarga yang ingin agar mayatnya segera diaben.
Perubahan tradisi ini dimaklumi, asal sesuai aturan dan awig-awig yang berlaku, serta disetujui prajuru adat baik di banjar maupun di desa.
"Sekarang memang ada yang langsung diupacarai, tetapi ada yang langsung dipendem," ujarnya.
Menurut lontar-lontar kuno di Bali, Prof. Sudiana menjelaskan esensi harus dipendem atau dikubur itu tidak diterangkan lebih jauh.
Hanya saja berdasarkan persepsi para pemuka agama, analisanya adalah agar rohnya bisa melihat badan kasarnya (jasad) lebih lama.