Penanganan Covid
Pemprov Bali Keluarkan Kebijakan Rapid Test Antigen, Apa Bedanya dengan Rapid Test Antibodi?
rapid test antibodi dipakai untuk mengecek antibodi dan dasarnya memakai darah serta hasilnya berupa reaktif atau non-reaktif
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengeluarkan kebijakan penggunaan rapid test antigen bagi pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) melalui darat dan laut.
Kebijakan itu dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.
"Bagi yang melakukan perjalanan memakai kendaraan pribadi melalui transportasi darat dan laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji rapid test antigen paling lama 2x24 jam sebelum keberangkatan," kata Gubernur Bali, Wayan Koster saat konferensi pers di rumah jabatannya, Jaya Sabha, Denpasar, Selasa (15/12/2020).
Penggunaan surat keterangan hasil negatif uji rapid test antigen terbilang baru diterapkan oleh Pemprov Bali karena sebelumnya diterapkan surat keterangan hasil negatif uji rapid test antibodi.
Baca juga: Babad Wongayah Dalem, Bantu Telusuri Sejarah Pura Maospahit
Baca juga: Sejumlah Pemain Asing di Indonesia Gabung Tim Luar Negeri,Pelatih Bali United Teco Sebut Alasan Ini
Baca juga: Puncak Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2020,Bupati Giri Prasta Terima 2 Penghargaan dari KPK RI
Lalu apa bedanya rapid test antigen dengan antibodi?
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Ketut Suarjaya menjelaskan, rapid test antibodi dipakai untuk mengecek antibodi dan dasarnya memakai darah serta hasilnya berupa reaktif atau non-reaktif.
Kemudian untuk rapid test antigen dilakukan seperti tes swab dan bisa mendeteksi keberadaan virus.
"Akurasinya 80 persen dari akurasi PCR. Makanya lebih akurat dia. Kalau rapid test antibodi kan tidak akurat dia, tidak bisa menentukan dia tertular atau tidak. Tidak tahu kita apakah dia sedang ada virus atau tidak," kata Suarjaya saat dihubungi Tribun Bali Rabu (16/12/2020).
Sementara untuk rapid test antigen sudah bisa mengetahui sedang ada virus atau tidak.
Sehingga jika hasilnya positif maka ada virus di dalam tubuh manusia yang melakukan rapid test antigen.
Wisatawan Berkualitas
Suarjaya menuturkan, penerapan rapid test antigen dipakai guna lebih memperketat PPDN ke Bali.
Melalui cara itu, kedatangan wisatawan yang datang ke Bali memang berkualitas dan benar-benar diyakini tidak membawa virus.
Upaya ini, kata Suarjaya, sebenarnya adalah sebagai salah satu langkah untuk menekan kasus Covid-19 di Bali.
Sebab kalau orang membawa virus ke Bali tetapi tanpa gejala bisa saja menularkannya kepada orang lain.
Baca juga: Fadil Sausu Sebut Ada Hikmah Dibalik Penghentian Sementara Liga I, Ini yang Bisa Dilakukan
Baca juga: Presiden Jokowi Peringkat 12 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia, Berikut Ini Daftar Lengkapnya
Baca juga: Virgil van Dijk Bertahan di Liverpool, Mourinho Yakin Son Heung-min Pensiun di Hotspur
Padahal Bali sendiri terus berupaya dan sudah memiliki rencana untuk membuka pariwisata.
"Ini bukan (teknologi) baru, sudah lama sih sebenarnya. Antigen ini kan sudah ada lama. (Diterapkan baru sekarang) karena ketersediaan sarananya baru (ada saat ini)," jelas Suarjaya.
Mengenai masalah harga, Suarjaya menegaskan bahwa rapid test antigen lebih mahal dibandingkan dengan rapid test antibodi.
Keberadaan satu unit rapid test antigen di pasaran berkisar antara Rp 380 ribu sampai 460 ribu.
"Lebih mahal. Jauh lebih mahal ini (rapid test antigen). Rp 360 sampai 460 ribu per unit. Harganya mahal dia. Tapi akurasinya jauh lebih akurat daripada rapid antibodi," kata dia.
Saat ditanya apakah harga rapid test antigen yang mahal ini tidak memberatkan PPDN khususnya wisatawan yang datang ke Bali, Suarjaya menjawab bahwa sudah ada arahan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) RI, Luhut Binsar Panjaitan.
Luhut meminta agar wisatawan yang memang tidak mampu membayar rapid test antigen agar tidak melakukan bepergian.
"Jadi kan kita ingin orang yang bepergian itu benar-benar orang yang sehat. Kalau memang tidak ingin bepergian ya endak usah pergi. Benar-benar memang yang sehat dan mau diperiksa dia sehat atau tidak," tegas Suarjaya.
Setelah adanya kebijakan rapid test antigen ini dilakukan, Suarjaya menuturkan bahwa penggunaan rapid test antibodi tetap dilakukan.
Hanya saja penggunaan rapid test antibodi ini dilakukan sampai stoknya sudah habis dan dipakai untuk melakukan screening di berbagai tempat umum yang ada banyak kasus.
"Misalnya ada banyak kasus sehingga kita ingin tahu lebih cepat apakah ada transmisi yang lebih luas, itu (masih) boleh pakai rapid antibodi. Tapi ini akan dipakai sampai stoknya sudah habis. Habis itu endak pakai (rapid test antibodi) lagi. Nanti ke depan akan pakai rapid test antigen saja," terangnya.
Suarjaya memperkirakan, stok rapid test antibodi yang ada di Bali saat ini kira-kira masih berada di angka 5 ribuan.
"Sekarang kita lebih upayakan untuk menggunakan rapid test antigen," tuturnya. (*)
Catatan Redaksi:
Mari cegah dan perangi persebaran Covid-19. Tribun Bali mengajak seluruh Tribuners untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan.
Ingat Pesan Ibu: Wajib Memakai Masker, Wajib Mencuci Tangan, dan Wajib Menjaga jarak
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bali/foto/bank/originals/kepala-dinas-kesehatan-provinsi-bali-dr-ketut-suarjaya-ketika-menemui-awak-media.jpg)