Bos BPR Legian Diputus Bebas Perkara Perbankan, Titian Mengucap Syukur
Dengan mata berkaca-kaca, Titian Wilaras (55) mengucap syukur dan menyampaikan rasa terima kasihnya seusai diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Diungkap dalam surat dakwaan jaksa, perbuatan yang dilakukan terdakwa selama periode Agustus 2017 hingga Oktober 2018 bertempat di BPR Legian di Jalan Gajah Mada Nomor 125 – 127 Denpasar, terdakwa selaku PSP sekaligus komisaris utama BPR Legian dengan sengaja memerintahkan komite yang terdiri dari saksi Indra Wijaya (Direktur Utama), saksi Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan), saksi I Gede Made Karyawan (Kepala Bisnis), saksi Andre Muliya (HR dan GA manajer), dan saksi Putu Ayu Junita Sari (supervisior operasional) untuk melakukan transfer atau setoran dana milik BPR Legian kepada terdakwa dan atau kepada pihak lain yang ditunjuk untuk kepentingan pribadi terdakwa.
Terdakwa menggunakan dana BPR untuk kepentingan pribadi dengan pertimbangan bahwa proyeksi profit BPR pada 2017 akan mencapai Rp 15 miliar.
"Sehingga terdakwa melakukan pengambilan profit terlebih dahulu dalam rangka menghindari membayar pajak penghasilan," beber tim jaksa
Pada saat terdakwa memerintahkan komite mengeluarkan dana untuk kepentingan pribadi, komite menindaklanjuti karena terdakwa berkomitmen mengembalikan dana, kemudian saksi karyawan mengajak komite untuk melakukan diskusi terkait perintah terdakwa.
Para saksi bersepakat pengeluaran dana BPR dilakukan dengan cara membukukan pada pos Biaya Dibayar Dimuka (BDB) tanpa disertai dokumen pendukung.
Selain itu juga tidak dilampirkan memo intern sesuai ketentuan yang berlaku di BPR Legian.
Pencatatan sebagai BDB juga tidak sesuai PSAK Nomor 9 tentang penyajian aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek.
Saat itu saksi Indra Wijaya dan anggota komite lainnya menyadari bahwa hal tersebut merupakan penyimpangan ketentuan perbankkan.
Namun, hal itu tetap dilakukan karena adanya perintah dari terdakwa selaku PSP BPR Legian. Sehingga komite harus merasa patuh terhadap perintah terdakwa.
"Terdakwa memberikan perintah secara lisan maupun WhatsApp (WA) kepada saksi Indra Wijaya untuk menginformasikan nominal dan nomor rekening pihak-pihak yang akan menerima transfer," beber tim jaksa.
Uang ditransfer ke rekening terdakwa dan sejumlah nama untuk berbagai keperluan.
Misalnya untuk membeli mobil Toyota Alphard, pembelian mobil Mercy, pembelian vleg Mercy, dan pembelian mobil Porche.
Pengeluaran juga berupa cek ke beberapa nama seperti anak terdakwa dan anggota keluarga lainnya.
Untuk merealisasikan permintaan terdakwa saksi Karyawan mengintruksikan secara lisan kepada bagian akunting untuk mengeluarkan dana.
Selanjutnya saksi Ratna Dewi membuat slip pemindahbukuan internal berdasar nominal yang diinstruksikan terdakwa.
Pada 29 Agustus 2018 terdakwa memerintahkan saksi Karyawan dkk untuk mencairkan 12 bilyet deposito milik nasabah yang belum jatuh tempo dengan nilai total Rp 11,7 miliar.
Dana pencairannya tidak diterima deposan melainkan digunakan untuk pemenuhan komitmen PSP atas temuan pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (*)