Bos BPR Legian Diputus Bebas Perkara Perbankan, Titian Mengucap Syukur
Dengan mata berkaca-kaca, Titian Wilaras (55) mengucap syukur dan menyampaikan rasa terima kasihnya seusai diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dengan mata berkaca-kaca, Titian Wilaras (55) mengucap syukur dan menyampaikan rasa terima kasihnya seusai diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Dalam persidangan yang digelar secara tatap muka atau offline, bos BPR Legian dinyatakan tidak bersalah dalam perkara tindak pidana Perbankan.
Titian yang berstatus tahanan kota ini diduga menggunakan dana milik PT. BPR Legian untuk kepentingan pribadinya, dengan transaksi sekitar Rp 23,1 miliar.
Baca juga: Mulai Hari Ini RSUD Buleleng Buka Pelayanan Swab Test Mandiri
Baca juga: Kecelakaan di Ubung Denpasar, Dua Orang Jadi Korban
Baca juga: Kampung Tanah Tinggi Dicap sebagai Zona Hitam, Bukan karena Covid-19, Tapi karena ini
"Saya sangat bersyukur dan saya mau bilang terima kasih atas segalanya. Lega rasanya, setelah setahun," ucapnya dengan nada terbata-bata ditemui seusai menjalani sidang.
Ditanya harapan ke depannya setelah diputus bebas, Titian yang didampingi tim penasihat hukumnya akan fokus membuat kegiatan sosial.
"Tidak ada berharap apa-apa. Saya cuma mau buat kegiatan bansos ke masyarakat, apalagi Covid-19 saat ini," tuturnya.
Baca juga: Ini Target Bali United di AFC 2021, Yabes Tanuri: Pemain Harus Berjuang
Baca juga: Badung Raih Anugerah Keterbukaan Informasi Publik 2020
Baca juga: Presiden Donald Trump Diusir Tetangganya di Mar-a-Lago, Palm Beach
Pun ditanya mengenai barang bukti yang disita seperti mobil mewah dan lainnya, pihaknya belum bisa memikirkan.
"Tidak tahu, nanti saya pikirkan. Terima kasih semuanya," katanya singkat kemudian bergegas pergi.
Sementara itu dalam persidangan, majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan, bahwa terdakwa Titian tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Perbankan.
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 A UU RI No.7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU RI No.7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Baca juga: Perempuan 27 Tahun Ini Nekat Simpan Sabu-sabu di Alat Vitalnya, Diselundupkan dari Jakarta
Baca juga: Update Covid-19 di Denpasar, 17 Desember: Pasien Sembuh Bertambah 26 Orang, Kasus Positif 48 Orang
Baca juga: Buronan Teroris Bom Bali I Dibawa ke Jakarta, Ini Rekam Jejak Petinggi Kelompok Teroris JI
"Mengadili, menyatakan terdakwa Titian Wilaras tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum. Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan dan tuntutan penuntut umum. Serta memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan kemampuan serta harkat dan martabatnya," tegas Hakim Ketua Angeliky Handajani Day.
Tak pelak, putusan itu disambut haru oleh Titian. Pria asal Medan itu berkali-kali mengusap wajahnya dan berusaha menahan air matanya.
Seusai palu hakim diketuk, Titian langsung memeluk penasihat hukumnya.
Baca juga: Polda Metro Jaya Tak Izinkan Aksi 1812 yang Bakal Digelar Simpatisan Rizieq Shihab, Begini Alasannya
Baca juga: Diberikan Gratis, Ini Profil 6 Vaksin Covid-19 yang Akan Digunakan di Indonesia
Putusan bebas majelis hakim tersebut mementahkan tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebelumnya jaksa melayangkan tuntutan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 10 miliar subsidair enam bulan kurungan terhadap Titian.
Diungkap dalam surat dakwaan jaksa, perbuatan yang dilakukan terdakwa selama periode Agustus 2017 hingga Oktober 2018 bertempat di BPR Legian di Jalan Gajah Mada Nomor 125 – 127 Denpasar, terdakwa selaku PSP sekaligus komisaris utama BPR Legian dengan sengaja memerintahkan komite yang terdiri dari saksi Indra Wijaya (Direktur Utama), saksi Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan), saksi I Gede Made Karyawan (Kepala Bisnis), saksi Andre Muliya (HR dan GA manajer), dan saksi Putu Ayu Junita Sari (supervisior operasional) untuk melakukan transfer atau setoran dana milik BPR Legian kepada terdakwa dan atau kepada pihak lain yang ditunjuk untuk kepentingan pribadi terdakwa.
Terdakwa menggunakan dana BPR untuk kepentingan pribadi dengan pertimbangan bahwa proyeksi profit BPR pada 2017 akan mencapai Rp 15 miliar.
"Sehingga terdakwa melakukan pengambilan profit terlebih dahulu dalam rangka menghindari membayar pajak penghasilan," beber tim jaksa
Pada saat terdakwa memerintahkan komite mengeluarkan dana untuk kepentingan pribadi, komite menindaklanjuti karena terdakwa berkomitmen mengembalikan dana, kemudian saksi karyawan mengajak komite untuk melakukan diskusi terkait perintah terdakwa.
Para saksi bersepakat pengeluaran dana BPR dilakukan dengan cara membukukan pada pos Biaya Dibayar Dimuka (BDB) tanpa disertai dokumen pendukung.
Selain itu juga tidak dilampirkan memo intern sesuai ketentuan yang berlaku di BPR Legian.
Pencatatan sebagai BDB juga tidak sesuai PSAK Nomor 9 tentang penyajian aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek.
Saat itu saksi Indra Wijaya dan anggota komite lainnya menyadari bahwa hal tersebut merupakan penyimpangan ketentuan perbankkan.
Namun, hal itu tetap dilakukan karena adanya perintah dari terdakwa selaku PSP BPR Legian. Sehingga komite harus merasa patuh terhadap perintah terdakwa.
"Terdakwa memberikan perintah secara lisan maupun WhatsApp (WA) kepada saksi Indra Wijaya untuk menginformasikan nominal dan nomor rekening pihak-pihak yang akan menerima transfer," beber tim jaksa.
Uang ditransfer ke rekening terdakwa dan sejumlah nama untuk berbagai keperluan.
Misalnya untuk membeli mobil Toyota Alphard, pembelian mobil Mercy, pembelian vleg Mercy, dan pembelian mobil Porche.
Pengeluaran juga berupa cek ke beberapa nama seperti anak terdakwa dan anggota keluarga lainnya.
Untuk merealisasikan permintaan terdakwa saksi Karyawan mengintruksikan secara lisan kepada bagian akunting untuk mengeluarkan dana.
Selanjutnya saksi Ratna Dewi membuat slip pemindahbukuan internal berdasar nominal yang diinstruksikan terdakwa.
Pada 29 Agustus 2018 terdakwa memerintahkan saksi Karyawan dkk untuk mencairkan 12 bilyet deposito milik nasabah yang belum jatuh tempo dengan nilai total Rp 11,7 miliar.
Dana pencairannya tidak diterima deposan melainkan digunakan untuk pemenuhan komitmen PSP atas temuan pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (*)