Gubernur Koster Mengaku Tak Ada Niat Sedikit Pun Untuk Menyengsarakan Masyarakat Bali

Tuduhan tersebut salah satunya menyebutkan bahwa kebijakan Koster telah menghambat pemulihan pariwisata

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Eviera Paramita Sandi
Dokumentasi Pemprov Bali
Gubernur Bali, Wayan Koster mengikuti acara public launching kendaraan bermotor listrik berbasis baterai via daring dengan pemerintah pusat dari rumah jabatannya, Jaya Sabha, Denpasar, Kamis (17/12/2020) 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gubernur Bali, I Wayan Koster angkat bicara berkaitan dengan tuduhan terhadap dirinya di berbagai media sosial.

Tuduhan tersebut salah satunya menyebutkan bahwa kebijakan Koster telah menghambat pemulihan pariwisata dan menyengsarakan rakyat Bali.

Tuduhan ini keluar setelah adanya kebijakan melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 2021 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.

Baca juga: Gubernur Koster Ungkap Alasan Kebijakan Swab PCR dan Rapid Test Antigen Bagi PPDN yang Masuk Bali

Baca juga: Beredar Informasi Terkait Larangan Pesta Miras Kecuali Arak Saat Nataru, Ini Kata Pemprov Bali

Melalui SE itu, diambil kebijakan untuk menerapkan tes usap reaksi berantai polimerase atau Swab PCR dan tes cepat antigen (Rapid Test Antigen) kepada pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN).

Tes PCR diwajibkan bagi penumpang lewat udara, sementara Rapid Test Antigen diperuntukkan bagi PPDN lewat darat/laut.

Koster menegaskan, bahwa dirinya sebagai Gubernur Bali memiliki tanggung jawab secara sekala-niskala untuk memproteksi kesehatan dan keselamatan masyarakat Bali serta secara bertahap menerapkan kebijakan pemulihan pariwisata dan perekonomian Bali.

Hal ini dilakukan demi mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat Bali sesuai Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

"Sama sekali tidak ada niat sedikit pun untuk menghambat pulihnya pariwisata Bali, apalagi dikatakan menyengsarakan masyarakat Bali, seperti yang dituduhkan sejumlah oknum melalui media sosial," kata Koster saat konferensi pers di rumah jabatannya, Selasa (22/12/2020) pagi.

Menurutnya, keseluruhan kebijakan ini merupakan tangga sebagai tahapan menuju pencapaian pariwisata Bali yang sehat, berkualitas dan berkelanjutan.

Bagi Koster, munculnya pandemi Covid-19 sesungguhnya harus dimaknai sebagai  momentum untuk mempercepat pencapaian pariwisata Bali yang sehat, berkualitas, dan berkelanjutan.

"Harapan yang ingin diwujudkan dari kebijakan ini, sesungguhnya merupakan pelaksanaan Visi Pembangunan Daerah: Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru," tuturnya.

Dirinya pun mengajak semua pihak untuk memahami kebijakan ini secara utuh dan mendalam, dengan melakukan introspeksi (mulat sarira), berpikir tenang dan jernih, kesediaan berbenah yang disertai kesabaran revolusioner secara kolektif, seraya terus membangun optimisme bangkitnya pariwisata dan ekonomi Bali yang sehat, berkualitas dan berkelanjutan.

Untuk diketahui, Koster mewajibkan PPDN ke Bali yang menggunakan transportasi udara wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif uji tes PCR paling lama 7x24 jam sebelum keberangkatan dan wajib mengisi e-HAC Indonesia.

Kemudian, bagi yang melakukan perjalanan memakai kendaraan pribadi melalui transportasi darat dan laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif Rapid Test paling lama 3x24 jam sebelum keberangkatan.

Surat keterangan hasil negatif uji tes PCR dan hasil negatif uji Rapid Test Antigen berlaku selama 14 hari sejak diterbitkan.

Selama masih berada di Bali, PPDN wajib memiliki surat keterangan hasil negatif uji Swab PCR atau hasil negatif uji Rapid Test Antigen yang masih berlaku.

Bagi PPDN yang berangkat dari Bali, surat keterangan hasil negatif Swab Test atau Rapid Test Antigen yang masih berlaku dapat digunakan untuk perjalanan kembali ke Bali.

Ketentuan tersebut dikecualikan bagi anak berumur di bawah 12 tahun tidak berlaku bagi pelaku perjalanan dari daerah yang tidak memiliki fasilitas uji tes Swab PCR, namun wajib mengikuti Rapid Test Antigen di tempat kedatangan. 

Memilih Solusi Bijaksana

Koster mengatakan, situasi yang dihadapi saat ini di tengah pandemi penyakit virus Corona berada di antara dua pilihan sangat ekstrem.

Alternatif pertama, sepenuhnya memberlakukan pengendalian Covid-19 dengan sama sekali tidak membuka aktivitas pariwisata.

Kemudian alternatif kedua, sepenuhnya membuka aktivitas pariwisata dengan mengabaikan penanganan Covid-19.

"Beberapa negara seperti Belanda, Jerman, Perancis, Inggris, Italia dan Australia memilih alternatif pertama dengan membatasi perjalanan warganya, bahkan ada yang sampai menutup total (lockdown). Sementara ini belum ada satu pun negara yang memilih alternatif kedua," kata Koster saat konferensi pers di rumah jabatannya, Selasa (22/12/2020).

Menurutnya, dalam menghadapi situasi sulit dan sangat dilematis ini, Pemprov Bali tidak memilih alternatif pertama maupun alternatif kedua.

"Pemerintah Provinsi Bali memilih solusi kebijakan yang lebih arif dan bijaksana, sebagai jalan tengah di antara dua pilihan ekstrim tersebut, yaitu mengizinkan aktivitas pariwisata dengan tetap mencegah terjadinya penularan dan munculnya kluster baru kasus Covid-19," paparnya.

Baginya, hal ini hanya dapat dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat bagi pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) dengan memberlakukan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 2021 Tahun 2020.

Melalui SE itu, PPDN diminta untuk bertanggung jawab atas kesehatan masing-masing serta tunduk dan patuh terhadap syarat dan ketentuan yang berlaku. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved