POPULER BALI Kronologi Uang Rp 94 Juta Bertebaran di Jalan | Kisah Ratu Gede Mas Mecaling di Kesiman
Tiga berita Bali populer di Tribun Bali: Kronologi Uang Rp 94 Juta Bertebaran di Jalan hingga Kisah Ratu Gede Mas Mecaling di Kesiman.
TRIBUN-BALI.COM - Inilah berita Bali populer di Tribun Bali.
Tiga berita Bali populer ini mungkin belum sempat Anda simak sehingga terlewatkan.
Mulai dari kronologi lengkap kasus uang Rp 94 juta bertebaran di Jalan Denpasar-Singaraja; satu unit bus menuju Bali hanya berisi 2 orang penumpang; hingga kisah Ratu Gede Mas Mecaling di Kesiman Denpasar.
Berikut ringkasannya:
1. Update Uang Rp 94 Juta Bertebaran di Jalanan Denpasar-Singaraja

Korban kasus kehilangan uang senilai Rp 94 juta yang bertebaran di sepanjang Jalan Raya Denpasar-Singaraja dietahui bernama Kadek Redi Areni.
Korban sempat syok hingga lemas di pinggir jalan seolah tak percaya dengan kejadian tersebut.
Kapolsek Baturiti, AKP Fachmi Hamdani menjelaskan korban sudah lama bekerja sebagai sales makanan ringan di sebuah perusahaan yang terletak di Darmasaba, Badung.
Keseharian korban saat bekerja, setiap hari Senin-Kamis korban mengumpulkan uang hasil jualan makanan ringan.
Setelah itu, korban kemudian menyetorkan uang tersebut pada Jumat atau Sabtu.
“Namun, karena Jumat kemarin masih mengumpulkan hasil uang makanan ringan yang dijual korban, sehinggga korban menyetor uang pada Sabtu. Hanya saja kondisinya lain, saat akan menyetorkan uang Sabtu (19/12/2020) kemarin ke perusahaan, korban justru kehilangan uang yang akan disetorkan," ungkapnya.
Kepolisian menduga, uang korban bertebaran di sepanjang Jalan shorcut Bedugul hingga lokasi Banjar Abian Luang, Desa Baturiti.
Sebab, korban sebelum kehilangan uang sempat membeli bensin di Pertamina yang berada di daerah Desa Candi Kuning. Kemudian korban juga sempat istirahat membeli kopi di daerah Badugul.
"Nah ketika kembali melanjutkan perjalanan anak korban lupa menutup resleting tasnya, kemudian saat berjalan tas ditaruh pada bagian punggung. Sehingga kuat dugaan saat itu uang tersebut jatuh dan tercecer dan tertiup angin ketika dalam perjalanan mengendarai sepeda motor,"
Sebelum kejadian, korban Redi Arini dan anaknya berangkat dari rumahnya di Banjar Dinas Pancoran, Desa Panji Anom, Sukasada, Buleleng Baturiti dengan mengendarai sepeda motor menuju Denpasar sembari membawa tas warna hitam yang berisikan sejumlah uang Rp 94.188.000.
Tas yang berisi uang digendong oleh anak pelapor.
Rencananya uang tersebut akan disetorkan ke perusahannya yang bernama PT Manohara Asri di daerah Kabupaten Badung.
Dalam perjalanannya, sekitar pukul 11.00 Wita pelapor dan anaknya berhenti di wilayah Bedugul.
Putu Suci Septiani (anak pelapor) mengambil topi dari dalam tas yang berisi uang tersebut.
Namun, anak pelapor justru lupa menutup kembali kembali tas tersebut. Selanjutnya korban dan anaknya melanjutkan perjalanan menuju Denpasar.
Setibanya di wilayah Banjar Abianluang Desa/Kecamatan Baturiti, pelapor mendapat informasi bahwa sopir kendaraan truk warna merah bahwa uang yang ada di tas yang digendong oleh anak pelapor telah berjatuhan di jalan (TKP).
Setelah mendengar pemberitahuan dari sopir truk tersebut, pelapor pun berhenti dan mengecek isi tasnya. Ternyata memang benar uang yang ada di dalam tas sudah tidak ada lagi.
Kemudian korban berbalik arah dengan maksud mengecek uangnya yang terjatuh dijalanan tersebut namun pelapor sudah tidak menemukan uangnya yang jatuh tersebut.
Pasca kejadian tersebut, korban pun sempat syok hingga lemas dipinggir jalan seolah tak percaya dengan kejadian tersebut.
Selanjutnya, korban yang panik langsung menuju kantor perusahaannya di daerah Darmasaba, Badung untuk melaporkan kejadian tersebut.
Pihak perusahaannya menyarankan untuk melapor ke mapolsek terdekat
Kadek Redi Areni pun datang ke Mapolsek Baturiti bersama anaknya Putu Suci Septiani, Sabtu (19/12/2020).
Korban melaporkan bahwa telah kehilangan uang senilai Rp 94 Juta lebih si perjalanan dari Buleleng menuju Denpasar tepatnya di sekitar Banjar Abianluang, Desa/Kecamatan Baturiti, Tabanan.
2. Satu Bus menuju Bali Hanya Berisi 2 Penumpang

Jumlah penumpang feri penyeberangan dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, ke Gilimanuk, Jembrana, Bali, mengalami penurunan cukup tajam.
Itu terlihat pada Rabu (23/12/2020) sore, di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.
Begini pengakuan seorang kadet kapal feri yang ditemui Tribun Bali, Rabu (23/12/2020).
Sebelum pemberlakuan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali tentang Pelaksanaan Kegiatan Masyarakat Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021, yang berlaku sejak 18 Desember 2020.
Dimana isinya antara lain memperketat syarat masuk Bali dengan rapid test antigen untuk jalur laut demi pencegahan penyebaran Covid-19.
Menurutnya, biasanya sepeda motor dan bus-bus umum cukup memenuhi ruang geladak kendaraan feri.
Apalagi jelang Natal dan Tahun Baru.
Namun, sejak pemberlakuan SE tersebut pada 18 Desember 2020 hingga hari ini, volume kendaraan yang mengisi geladak kendaraan (car deck) berkurang drastis.
"Bapak lihat saja hampir tidak ada sepeda motor di geladak kendaraan. Bus-bus pariwisata apa lagi.
Kalau kendaraan dari Bali ke Jawa masih mendingan jumlah penumpangnya. Yang dari Jawa ke Bali itu yang drop," kata kadet yang tak bisa disebut namanya itu.
Ia menyebutkan, sebelum tanggal 18 Desember 2020, bus-bus umum dari Jawa yang hendak menyeberang ke Bali bisa berisi 20-an penumpang.
Tapi, dari pantauannya sejak beberapa hari terakhir, pernah ada satu bus menuju Bali yang cuma berisi 2 Penumpang.
Fajar, seorang pedagang makanan yang rutin berjualan asongan di kapal-kapal feri di penyeberangan Selat Bali mengungkapkan, biasanya dari pagi sampai siang nasi kotak dagangannya habis terjual.
Namun sejak 18 Desember 2020 lalu, dari 40 nasi kotak yang dibawanya, yang terjual hanya 20 kotak.
Itu pun setelah ia berjualan sejak pagi hingga sore.
"Bapak lihat, tidak ada bus umum di geladak kendaraan. Kalau adapun, penumpang satu bus cuma terisi 7 orang.
Ada 10 penumpang saja sudah paling banyak itu. Karena penumpang turun, jualan saya jadi terdampak," ucap Fajar.
"Kalau bus yang dari Bali ke Jawa masih lumayan terisi kursi penumpangnya. Yang dari Jawa ke Bali, drop," kata Fajar.
Doddy Risdianto, mualim feri KMP Dharma Rucitra yang layani penyeberangan Selat Bali.
Ia juga mengakui adanya penurunan penumpang.
"Biasanya memang ramai jelang Natal dan Tahun Baru. Kini turun," kata Doddy saat ditemui Tribun Bali, Rabu (23/12/2020).
3. Kisah Ratu Gede Mas Mecaling di Kesiman Denpasar
Zaman dahulu I Gede Mecaling yang kini dikenal dengan nama Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling kerap datang dari Nusa Penida ke Kesiman, Denpasar, Bali.
“Konon beliau datang menggunakan perahu, dari Nusa Penida langsung masuk ke sungai dan tiba di Kesiman.
Makanya di bawah sungai sekarang ada batu perahu,” sebut I Wayan Turun, warga Banjar Kedaton, Desa Adat Kesiman, Denpasar, Rabu (23/12/2020).
Batu ini cukup besar, sebagai tanda perjalanan Ratu Gede Mas Mecaling.
Ratu Gede Mas Mecaling datang ke Kesiman dengan membawa 15 bhuta kala yang mengiringinya.
Setelah itu, di Pura Maling Kiuh, Ratu Gede Mas Mecaling sangkep atau rapat untuk mencari tetadahan (korban/tumbal) di Kesiman.
Baca juga: Kisah Kesaktian Ratu Gede Mas Mecaling Dalem Ped, Dianugerahi Ajian Kanda Sanga hingga Panca Taksu
“Makanya pada zaman dahulu, ketika jalanan tidak seramai sekarang.
Jika ada yang memanggil dari luar meminta ayam, tetapi wajahnya tidak terlihat jangan disapa balik,” katanya.
Bunyi panggilan gaib itu ‘idih siape sik’ yang berarti minta ayam satu.
Konon jika seseorang menggubris panggilan entah dari siapa itu, maka malapetaka akan terjadi.
Bahkan yang terburuk adalah orang yang membalas panggilan itu bisa meninggal dunia.
Kemudian ada aturan lain, ketika tepat jam 12 siang, tidak boleh berjalan di jalan raya.
Karena Ratu Gede Mas Mecaling sedang keluar dan berjalan bersama bhuta kala.
Baca juga: POPULER SEPEKAN: Kondisi 3 Mobil dalam Bentrok FPI-Polisi | Ashanty Habiskan Rp 900 Juta Sebulan
“Demikian kepercayaan di Desa Adat Kesiman yang diceritakan dari dahulu,” katanya.
Satu di antara bhuta kala pengiring Ratu Gede Mas Mecaling adalah I Kala Baung, yang menguasai pinggir pantai.
Agar tidak terjadi malapetaka, maka setiap kedatangan Ratu Gede Mas Mecaling dihaturkan hidangan.
Berupa bebantenan di Pantai Biaung oleh Mangku Dalem Wresana.
Setelah itu, pada sasih kesanga Desa Adat Kesiman yang menghaturkan hidangan atau bebantenan di Padang Galak.
Sebelum akhirnya Ratu Gede Mas Mecaling kembali ke Dalem Ped, Nusa Penida, lewat laut.